Bagi sebagian orang, media sosial dibayangkan sebagai ruang komunikasi antar-orang atau dalam kelompok yang membuat semua orang dapat berbicara bebas tanpa memikirkan dampaknya. Persoalannya, media sosial merupakan ruang komunikasi antar-orang sekaligus kelompok dan massa dengan tidak adanya batas komunikasi antar-orang.
Media sosial membawa karakter unpredictability (tidak dapat diprediksi) dan irreversible (tidak dapat diubah) terhadap konten yang sudah diunggah. Juga perlu dipahami mengenai posisi media sosial sebagai ruang publik sekaligus privat dan publik, yang dapat dilihat dari persebaran dan keluasan jaringan dan banyaknya orang yang terlibat dalam diskusi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sebuah kebingungan mengenai standar etika yang harus digunakan dalam berinteraksi di ruang digital.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Ruang Digital Aman dan Nyaman”. Webinar yang digelar pada Kamis, 2 Desember 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Sandi Duryantmo (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan Bogor), Layung Paramesti Martha (Asprodi dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan Bogor), Dwi Rini Sovia Firdaus (Kaprodi dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan Bogor), Ratih Siti Aminah (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan Bogor), dan Erisa Fadhilla (Content Creator) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Layung Paramesti Martha menyampaikan bahwa kita semua manusia, bahkan sekalipun saat berada di dunia digital. Jadi, ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata. Pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa budaya dan adat istiadat, dan pahami bahwa bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis ataupun tidak. Kita harus ketahui langkah untuk berartisipasi membangun relasi sosial yang baik di era digital.
“Beberapa cara mudah yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media sosial dan email untuk berbagi pesan yang bermanfaat, menggunakan internet untuk berbagi informasi mendidik dan menghibur, menghindari membahas isu sensitif seperti isu SARA dan menghindari kalimat yang porno dan vulgar selama berkomunikasi, serta selalu menggunakan media sosial berbagi foto dan video yang inspiratif untuk mendorong penyebaran konten positif yang akan menenggelamkan berbagai konten negatif yang ada,” terangnya.
Erisa Fadhilla selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa ruang digital ini dengan teknologi yang ada dia bisa memberikan sisi positif yang begitu besar. Walau begitu, juga terdapat banyak tantangan dan hambatan yang hadir dan akan berdampak begitu besar untuk diri kita dan orang lain. Bahkan jika menjadi seorang korban, bisa sampai putus asa dan bahkan bunuh diri.
Kita harus memiliki kesadaran bahwa apa yang kita sampaikan di media sosial dan apa yang kita bagikan di media sosial itu akan berbalik berdampak pada kita secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung misalnya orang-orang akan melihat kita berkomentar negatif di ruang tersebut sehingga memengaruhi image kita.
Hal ini akan menimbulkan provokasi dan bahkan mengundang ujaran kebencian dari orang-orang sekitar, akan terkesan bahwa kita adalah manusia yang kurang baik hanya karena pernah berkomentar buruk atau pernah berkata kasar. Hal ini pun akan menjadi sebuah pertimbangan secara profesional.
Salah satu peserta bernama Khoirunnisa Rahmawati menyampaikan, dalam menghadapi tantangan budaya digital, kita harus mengubah pola pikir agar lebih berkarakter bermedia digital kepada masyarakat Indonesia. Karena semakin canggih teknologi membuat masyarakat kita harus lebih meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan kecakapan.
“Namun, masyarakat kita sepertinya belum mempunyai kesadaran terhadap itu dan masih kurangnya literasi sehingga masih suka ikut-ikutan hal yang kurang bermanfaat seperti menyebarkan hoaks dan sebar link phishing. Lalu bagaimana cara kita agar lebih mengedukasi masyarakat tentang penerapan budaya baru untuk dapat memilih dan menelaah setiap informasi yang didapatkan?” tanyanya.
Sandi Duryantmo menjawab, “Kita harus pahami dulu apa yang menjadi ciri atau karakteristik sebuah informasi yang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, yang pertama adalah biasanya disebar untuk mengakibatkan kecemasan, permusuhan, atau kebencian di kalangan masyarakat. Kita dapat jelaskan bahwa tanpa adanya sumber berita yang jelas bisa berakibat sangat berbahaya kepada diri kita dan masyarakat sekitar, bahkan seperti yang disebut tadi, bisa menyebabkan kematian.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]