Kota tanpa polusi udara. Itulah mimpi yang ingin dicapai DKI Jakarta pada masa depan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkolaborasi dengan Bloomberg Philanthropies dan Vital Strategies untuk mewujudkan komitmen kolaborasi bertajuk Jakarta Clean Air Partnership.

Program ini bertujuan untuk mengatasi polusi udara di Jakarta melalui peningkatan ketersediaan dan penggunaan data kualitas udara, analisis, solusi kebijakan, dan efektivitasnya. Program ini juga diharapkan mampu mempromosikan kesadaran publik tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi kerja sama tersebut. Menurut Anies, udara bersih perlu penanganan secara komprehensif.

“Polusi udara merupakan masalah kompleks, butuh pendekatan multisektoral dan perlu bagi kita untuk menjalin kerja sama, baik internasional maupun domestik. Karena masalah polusi udara ini semakin mendesak, terlebih pada masa pandemi Covid-19. Kami bangga dapat bermitra dengan Bloomberg Philanthropies dan Vital Strategies untuk menjadikan udara bersih sebagai prioritas bagi masyarakat Jakarta,” ujar Anies.

Kerja sama ini akan berfokus pada peningkatan kualitas udara di Jakarta selama 2 tahun ke depan. Sebagai bagian dari komitmen kerja sama, telah ditandatangani pula dokumen “Menuju Udara Bersih Jakarta” yang menyoroti upaya-upaya saat ini untuk mengurangi polusi udara dan serangkaian rekomendasi kebijakan.

Dalam program kemitraan ini, para mitra juga akan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan lokal dan internasional dari kalangan akademisi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga wadah pemikir (think-tank), dan masyarakat sipil. Turut diluncurkan pula situs web https://jakarta.cleanair.id/ sebagai wadah untuk memberikan informasi berbasis bukti kepada masyarakat Jakarta tentang sumber, dampak, dan solusi polusi udara.

Mengukur kualitas udara Jakarta

Keputusan Anies Baswedan meluncurkan program Jakarta Cleaner Air adalah tepat. Karena dari waktu ke waktu, kualitas udara Jakarta memang menurun. Hal ini dikatakan oleh Pengamat Lingkungan dari Universitas Indonesia Tarsoen Waryono.

Mengambil data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), kualitas udara ambien DKI Jakarta pada 2005 berada di angka 10 persen baik, 86 persen sedang, 4 persen tidak sehat, dan berbahaya 0 persen. Lalu, merujuk pada data Geografi FMIPA UI 2011, kualitas udara DKI Jakarta 11 persen baik, 81 persen sedang, 8 persen tidak sehat, dan 0 persen berbahaya.

Pada 2016, komposisinya 9 persen baik, 80 persen sedang, 11 persen tidak sehat, dan 0 persen berbahaya. Lalu pada 2018, komposisinya 7 persen baik, 83 persen sedang, dan 10 persen tidak sehat.

“Ukuran kualitas udara ambien baik, jika kualitas udara baik (sehat) memiliki rentang antara 0–50. Artinya, tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia, hidupan liar, tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika. Sementara itu, disebut ambien memburuk jika kualitas udara tidak sehat dan memiliki rentang antara lebih besar 100,” jelas Tarsoen.

Menentukan kondisi kualitas udara di suatu wilayah, ditetapkan berdasarkan kualitas udara ambien. Dari hasil pengukuran lapangan, antara lain partikulat (PM10), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3). Data itu merupakan keterwakilan selama satu tahun dan diolah dengan tetapan formula Kepmen LH No KEP 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara yang dinyatakan dalam persen hari.

Mengurangi polusi udara di Jakarta

Untuk menelusuri penyebab membaik dan memburuknya kualitas udara, dapat dikendalikan dari faktor penyebabnya. Paling tidak ada 4 faktor penyebab, yaitu sumber partikulat (PM-10) yang bersumber dari industri terutama yang menggunakan bahan bakar solar, CO2 yang bersumber dari bahan bakar premium, NO2 yang bersumber dari premium dan solar, serta ozon yang bersumber dari sisa-sisa freon dan gas buang lainnya.

Menurut Tarsoen, kalau keseluruhan faktor penyebab (bahan bakar) bisa diganti dengan bahan bakar yang ramah lingkungan, kualitas udara akan membaik. Namun, sebaliknya, jika faktor penyebab itu dipertahankan untuk digunakan, akan memperburuk kualitas udara.

“Hanya saja, kendalanya sangat tidak mudah untuk mendapatkan bahan bakar ramah lingkungan yang terbaik. Ke depan, bisa dengan diawalinya kendaraan dengan energi listrik, polutan akan berkurang, bahkan tidak ada polutan yang berbahaya. Bahan baku baterai, yaitu  nikel sebenarnya cukup melimpah di Indonesia,” terangnya.

Namun, Tarsoen sadar bahwa untuk mengganti bahan bakar secara simultan itu sulit. Butuh teknologi dan investasi. Untuk itu, salah satu solusinya adalah membentuk kenyamanan lingkungan yang berpengaruh baik bagi kesehatan manusia, kehidupan liar, dan tumbuhan. Bukan hanya kenyamanan bagi manusia.

Kerja sama dan kebijakan

Harapan Tarsoen tersebut sebenarnya sudah masuk pada langkah Pemprov DKI untuk mengusahakan udara bersih, yakni di dalam Ingub Nomor 66 tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara.

Ada 7 aksi yang tercantum dalam Ingub tersebut, yaitu sebagai berikut.

  1. Memastikan usia kendaraan angkutan umum tidak lebih dari 10 tahun dan lulus uji emisi serta melakukan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program JakLingko pada 2020.
  2. Perluasan kebijakan ganjil genap dan peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum masal pada 2019, serta penerapan kebijakan congestionpricing yang dikaitkan pada pengendalian kualitas udara pada 2021.
  3. Memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi dan memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun yang beroperasi di wilayah Jakarta pada 2025.
  4. Mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki dan penghubung ke angkutan umum massal pada 2020.
  5. Memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif mulai pada 2019.
  6. Mengoptimalisasikan penghijauan pada sarana dan prasarana publik dengan mengadakan tanaman berdaya serap polutan tinggi mulai 2019, serta mendorong adopsi prinsip greenbuilding oleh seluruh gedung.
  7. Merintis peralihan ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan menginstalasi solar panel rooftop pada seluruh gedung sekolah, gedung pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.

Kebijakan dan kerja sama tersebut akhirnya menjadi penting. Pendiri Bloomberg Philanthropies dan Bloomberg LP, Michael R Bloomberg, mengatakan, kualitas udara berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi.

“Ketika saya menjadi Wali Kota New York, kami melihat bahwa udara bersih tidak hanya meningkatkan kesehatan publik, hal ini juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Dan mengelola tantangan seperti polusi udara, membutuhkan kemampuan untuk mengetahui sumbernya,” ucap Michael.

Ia juga mengatakan, kemitraannya dengan Pemprov DKI Jakarta akan membantu Jakarta melacak polusi dan mengembangkan kebijakan untuk mengurangi polusi udara.

Dalam kesempatan itu, Vice President of the Environmental Health Division Vital Strategies Daniel Kass mengatakan, tidak ada perbaikan instan untuk meningkatkan kualitas udara.

“Kita memulainya dari mengetahui lebih dalam tentang sumber pencemar, dampak kesehatan dan sosial pada masyarakat, juga potensi manfaat dari pengurangan emisi suatu sektor sangat penting untuk mencari solusi yang lebih baik dan hemat biaya. Kami senang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk merancang strategi peningkatan kualitas udara Ibu Kota melalui ilmu pengetahuan yang solid, kebijakan, dan komunikasi strategis yang berkelanjutan dan efektif,” kata Daniel.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Andono Warih mengungkapkan, kerja sama dan kolaborasi antara pemerintah dan publik diperlukan untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Kemitraan ini dibangun berdasarkan berbagai lokakarya dengan pemangku kepentingan yang sudah dilakukan sejak 2019 untuk meningkatkan kesadaran pemerintah dan publik atas polusi udara sebagai masalah kesehatan masyarakat yang kritis. Sebagai bagian dari tujuan untuk mengurangi polusi PM 2.5 dan meningkatkan transparansi tentang masalah polusi udara.

“Pengelolaan kualitas udara akan lebih optimal bila dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan regulasi, kesadaran serta peningkatan kapasitas dan kemitraan dari pemangku kepentingan termasuk akademisi, masyarakat maupun NGO untuk sama-sama berkontribusi meningkatkan kualitas udara. Ini bukti komitmen kita untuk udara Jakarta yang lebih bersih,” pungkas Andono.