Tak sekadar karya tiga dimensi yang menghiasi pelataran, patung menjadi pengejawantahan atas dedikasi dan nilai luhur yang diamanatkan dua tokoh pendiri Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Mgr Petrus Marimus Arntz OSC dan Mgr Nicolaus Johannes Cornelis Geise OFM bagi komunitas akademik Unpar.
Menggandeng pematung Sunaryo Soetono, Unpar mencetak patung yang menampilkan secara utuh (figure) dari kaki sampai kepala sosok Mgr Arntz yang ketika itu menjabat Vikaris Apostolik Bandung-kemudian menjadi-Uskup Keuskupan Bandung serta Mgr Geise, Prefek Apostolik Sukabumi dan menjadi Uskup Keuskupan Bogor.
Ditemui di Selasar Sunaryo Art Space, Dago Pakar, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu, Sunaryo menuturkan, patung yang melengkapi gedung baru Unpar, yakni Pusat Pembelajaran Arntz-Geise (PPAG) itu diharapkan membawa spirit tumbuh dan berkembang bagi semua kalangan. Tak hanya lebih dekat dengan komunitas akademiknya, tetapi juga menjadi pengingat agar tetap berkontribusi membangun pendidikan di Indonesia.
“Karya ini mewakili spirit yang dulu tetap ada, hari ini, dan masa mendatang. Parahyangan mempunyai langkah-langkah yang selalu saya rasakan. Ada langkah-langkah yang terus berkembang. Sekolah ini dibuat untuk tumbuh dan berkembang,” tutur Sunaryo, yang juga pembuat patung Soekarno-Hatta di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta itu.
Patung yang dibuat berdasarkan gambaran Arntz-Geise itu dibuat semirip mungkin. Sunaryo membuat tiap gurat secara detail dibantu Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unpar C Harimanto Suryanugraha OSC Drs SLL. Diresmikan bersamaan dengan Gedung PPAG Unpar pada 17 Januari 2022 oleh Presiden RI Joko Widodo saat perayaan hari jadi ke-67 Unpar, pembuatan patung dan mural menghabiskan waktu 6 bulan, Juli hingga Desember 2021. Mendampingi Arntz-Geise, mural sepanjang 12 meter ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Lukisan dinding tersebut diimajikan sebagai penyambut siapa pun yang datang ke Unpar.
Patung dan mural melukiskan Sesanti Unpar “Bakuning Hyang Mrih Guna Santyaya Bhakti”, artinya “Berdasarkan Ketuhanan Menuntut Ilmu untuk Dibaktikan kepada Masyarakat”. Bahan tembaga dipilih dalam pembuatan mural dan dicampur bahan kimia sehingga terjadi oksidasi lalu menghasilkan warna hijau yang mencerminkan karakteristik Unpar. Tiap lapisan mural membawa makna tersendiri sebagai manifestasi Sesanti Unpar.
Unpar mendidik orang muda agar bertumbuh dan berkembang menjadi manusia utuh (humanum). Mural tersebut ibarat pohon yang daunnya merebak ke atas menjangkau matahari. Manusia muda dibimbing hingga menemukan aspirasinya yang tertinggi melalui terang Ilahi. Namun, pencapaian tertinggi adalah ketika manusia mampu turun ke bawah lagi, kembali ke dunia nyata untuk mengabdikan diri. Pribadi utuh ini turun berbekal akal budi, kepekaan hati, dan semangat untuk berbakti.
“Warna hijau bukan dicat, ya, melainkan oksidasi alamiah. Image-nya saya bikin semacam pohon. Pohon yang tumbuh dan berkembang sehingga apa pun yang bisa berguna, diperlukan untuk bangsa ini, ada satu potensi yang bisa digali lewat sekolah ini,” ujar Sunaryo.
Baca juga:
Patung Arntz-Geise telah dipasang di tempat istimewa di halaman PPAG Unpar. Tak sekadar sebuah karya monumental, figure Arntz-Geise menjadi pengingat bagi komunitas akademik agar senantiasa tumbuh dan berkembang tak lepas dari Sesanti Unpar, sebagaimana ditanamkan Arntz-Geise, Sang Perintis.
Universitas Katolik Parahyangan adalah salah satu universitas swasta pertama di Indonesia berdiri sejak 1955 berkomitmen untuk menjadi komunitas akademik yang humanum untuk dibaktikan kepada masyarakat. Website: www.unpar.ac.id