Selama masa pandemi Covid-19, berbagai macam aktivitas mulai dibatasi. Salah satunya, kegiatan berwisata. Akibatnya, berbagai event pariwisata di Indonesia selama 2020 terpaksa ditiadakan. Sebagai gantinya, muncullah tren baru yang disebut tur virtual dengan memanfaatkan aplikasi dan berbagai macam teknologi canggih. Kini, kita bisa menyaksikan sebuah tempat baru secara daring melalui gadget pribadi kita. Tur virtual ini ada yang berbayar dan ada juga yang gratis. Walaupun tur virtual tidak bisa menggantikan perjalanan wisata sungguhan, tentu saja hal ini yang cukup memberikan solusi bagi kita yang masih ingin menuntaskan hasrat berwisata walau saat pandemi.
Dalam sebuah tur virtual, penonton bisa menyaksikan tayangan video yang direkam dengan pengambilan gambar dari sudut yang mencapai 360 derajat serta mengandalkan Google Maps, Google Augmented Reality (AR), dan virtual reality (VR). Selain itu, biasanya tur virtual ini diisi dengan narasi cerita yang menarik dan interaktif mengenai historis tempat tersebut. Hal ini yang terkadang jarang kita nikmati saat berwisata langsung di kondisi normal karena biasanya ketika berwisata kita hanya akan sibuk melakukan swafoto dan tidak sempat mencari tahu mengenai sejarah, tradisi, dan keunikan dari obyek wisata yang sedang kita datangi.
Banyak macam tur virtual yang populer saat ini, seperti tur museum, tur kebudayaan, dan tur pameran, tur virtual yang berbayar harga yang dipatok biasanya sekitar Rp 25.000 sampai Rp 150.000 per paketnya, tergantung dari obyek wisata yang dipilih. Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif Republik Indonesia juga menggunakan tren ini untuk mengenalkan desa wisata melalui sebuah program “Virtual Indonesia: Surga yang Tersembunyi”. Nantinya ada 10 desa wisata terpilih yang di promosikan secara virtual yang bisa disaksikan secara gratis melalui YouTube. Sebagai sektor prioritas unggulan di Indonesia, kegiatan tur virtual seperti ini bisa dijadikan strategi untuk program branding di tengah pandemi, salah satu pendekatan yang bisa dimanfaatkan pada saat branding ialah strategi ‘storynomics tourism’, yang merupakan sebuah pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan living culture.
Dalam buku Storynomics – Story-Driven Marketing in the Post-Advertising World milik Robert McKee dijelaskan bahwa pada era digital saat ini, content is king. Oleh karena itu, akselerasi digital pada sektor pariwisata di tengah pandemi ini bisa menjadi momentum dan peluang untuk menciptakan strategi baru dalam komunikasi pariwisata yang sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan segmen pasar konsumen digital seperti saat ini. Penggunaan strategi storynomics pada tur virtual tidak hanya akan menampilkan audio visual, tetapi juga ada semacam narasi berbentuk “storytelling” yang menarik sehingga bisa memikat perhatian publik.
Era disrupsi ini memang membawa tatanan kehidupan baru. Berbagai macam inovasi hadir bermunculan menggantikan cara-cara lama yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan kondisi dan hadirnya tur virtual ini termasuk ke dalam terobosan yang out of the box di tengah pandemi Covid-19. Kehadiran tur virtual juga telah menciptakan sebuah konsep baru dalam berwisata, memunculkan khalayak unik dan yang mungkin bisa kita sebut dengan wisatawan virtual. Inovasi memang seharusnya seperti itu menghadirkan hal yang baru sekaligus kreatif, apalagi di tengah kondisi Covid-19 yang penuh dengan ketidakpastian yang tidak dapat kita hindari.
Tren tur virtual sepertinya akan tetap berlanjut pada tahun 2021 karena saat ini sudah semakin banyak biro perjalanan, e-commerce, dan berbagai platform digital yang ikut andil dalam memproduksi tur secara virtual. Mereka semua berkolaborasi dan berinovasi sekaligus membantu meningkatkan gairah pariwisata yang selama ini terkena dampak pandemi, juga sebagai upaya perlahan untuk memulihkan pariwisata di Indonesia. (Sophia Novita SIKom MIKom, Dosen Fikom Unisba).
Unisba 3M: Mujahid, Mujtahid, Mujaddid. Situs web: https://www.unisba.ac.id