Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Hati-Hati ada Mata-Mata Dunia Maya”. Webinar yang digelar pada Jumat, 1 Oktober 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dewi Rahmawati, MKom, – Product Manager at Localin, Anggun Puspitasari, SIP, MSi – Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta, Puji F Susanti – Founder Rempah Karsa dan Rusman Nurjaman – Peneliti Lembaga Administrasi Negara.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dewi Rahmawati membuka webinar dengan mengatakan, digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.

“Lindungi dan konsolidasikan identitas digital dalam berbagai platform digital yang dimiliki. Tingkatkan kompetensi kritis untuk dapat menyaring informasi, gunakan aplikasi yang resmi/legal, unduh file dan dokumen dari situs yang terpercaya dan proteksi dengan antivirus, tingkatkan privasi pada setiap platform media social/percakapan, Lakukan transaksi digital didalam ekosistem, hindari akses Wifi public,” katanya.

Anggun Puspitasari menambahkan, bentuk dari mata-mata yaitu hacking dan cracking, phishing, stalking, marketing intelligence. Tujuannya dari mata-mata yaitu pemasaran, informasi personal, penipuan, memanipulasi tren.

“Jaga citra diri dan rekam jejak digital kita dengan cara posting dan sharing konten-konten positif, tidak menyebarkan/posting privasi dan data pribadi, tidak sebar kegiatan dan dokumentasi pribadi secara berlebihan. Menahan diri untuk tidak kepo dan fomo (fear of missing out) dengan stalking,” ujarnya.

Puji F Susanti menjelaskan, dampak rendahnya pemahaman atas nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yakni tidak mampu memahami bahwa kebebasan berekspresi juga memiliki batasan.

“Sehingga rawan melakukan perundungan siber, provokasi, pencemaran nama baik, dan memicu polarisasi di ruang digital. Tidak bisa membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformation, dan malformasi,” tuturnya.

Saatnya menjadikan media digital sebagai sarana bagi kita melestarikan dan mempraktikkan budaya masyarakat yang baik sesuai jati diri bangsa, membuat dan menyebarkan konten yang positif, praktikkan cinta tanah air dalam ruang digital, promosikan gaya hidup berkualitas, saling menghargai Santun dan bermartabat.

Sebagai pembicara terakhir, Rusman Nurjaman mengatakan, tantangan keamanan digital yakni ancaman digital terus berkembang. “Pembaruan proteksi harus terus dilakukan, kompleksitas data pribadi makin sulit dilindungi,” paparnya.

Menurutnya, kesadaran akan pentingnya data makin mendesak, strategi penipuan semakin beragam. Kejelian mendeteksi upaya penipuan harus diasah, rekam jejak sulit dihapus dan selalu menjadi incaran, konten digital yang semakin menarik, meningkatkan risiko kecanduan.

Dalam sesi KOL, Tyra Lundy mengatakan, berkat kemajuan teknologi, semua harus pakai platform digital. “Sehingga banyak orang yang dikenal dari Tiktok dari Twitter kemudian dari Instagram, jadi penting banget nih yang namanya akun sosial media yang bisa menunjang karir aku untuk saat ini,” katanya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dhikri Rain menanyakan, bagaimana cara menerapkan semangat Pancasila di ruang digital agar warganet lebih beretika di dunia digital ini?

“Sebenarnya memberi nasihat pun itu kita tidak boleh sembarangan. Untuk nasihat tidak semua orang yang dinasehati di ruang publik itu merasa dinasehati karena di ruang publik menganggap itu sebuah bentuk mempermalukan atau mungkin suatu bentuk menghina atau merendahkan, kalau ingin menasehati itu melalui chat private,” jawab Puji.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.