Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Tips & Trik Menghindari Kejahatan di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Senin, 22 November 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Novita Sari (Aktivis Kepemudaan Lintas Iman), Aidil Wicaksono (CEO Pena Enterprise), dan Andrea Abdul Rahman Azzqy (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta).
Pradna Paramita membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa cara menghindari kejahatan digital. “Langkah-langkah mencegah penipuan online yakni jangan tergoda dengan barang sangat murah di internet, cek rekam jejak si penjual, cek nomor telepon penjual, pilih e–commerce tepercaya untuk berbelanja online dan simpan bukti transaksi.”
Novita Sari menambahkan, waspadai kejahatan siber yang sering terjadi di Internet, diantaranya pelanggaran privasi, pelanggaran kekayaan intelektual, sabotase dan pemerasan siber, akses tanpa izin ke sistem dan layanan komputer, dan konten ilegal.
“Salah satu penyebab tingginya angka kejahatan siber lantaran tinggi pula aktivitas masyarakat di media sosial selama pandemic Covid-19,” ujarnya. Mencegah hal tersebut, maka diperlukan etika internet (netiquette).
Netiquette adalah kode perilaku yang baik dan sebaiknya ada di internet. Sebab, memperhatikan dan melakukan perilaku yang baik di dunia digital bukan hanya wajib. Hal ini adalah tanggung jawab kita semua.
Perbedaan etiket dalam masyarakat dengan etiket dalam teknologi adalah etiket dalam masyarakat merupakan sebuah kode perilaku sopan, yang kita perlu untuk perhatikan dan lakukan sebagai warga yang baik.
Sedangkan etiket dalam teknologi merupakan sebuah kode perilaku yang kita perlu untuk perhatikan dan lakukan saat berinteraksi dengan orang lain secara online. Kita semua manusia walaupun berada dalam dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata.
Aidil Wicaksono turut menjelaskan, hambatan dalam transformasi digital paling tinggi adalah mengenai cultural and behavioural challenges. Sebab, Indonesia merupakan negara multilingualisme, dan tidak dapat dipisahkan dari multikulturalisme.
“Berpikir kritis penting ketika kita mengakses maupun memanfaatkan media digital yang ditujukan untuk hal positif, khususnya sebagai masyarakat yang berbudaya,” ujarnya.
Digital culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Digital Culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. Orang yang bertahan adalah yang mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungan.
Menurutnya, seseorang yang tidak memiliki karakter mindful communication pada diri mereka, berpotensi untuk mengalami kesulitan komunikasi dan menyinggung perasaan orang lain, bahkan juga menyakiti lingkungan sosialnya secara umum.
Sebagai pembicara terakhir, Andrea Abdul mengatakan, cybercrime adalah nama lain dari kejahatan di dunia maya. Kejahatan di dunia maya secara umum didefinisikan sebagai aktivitas ilegal apapun yang melibatkan komputer, perangkat digital lain, atau jaringan komputer.
Contoh cybercrime di antaranya yaitu ancaman keamanan siber seperti rekayasa sosial, eksploitasi kerentanan perangkat lunak, dan serangan jaringan. Lalu digital scamming yang merupakan segala bentuk tindakan yang sudah direncanakan yang bertujuan untuk mendapatkan material berupa uang, data dan informasi dengan cara menipu.
Salah satu peserta bernama Helwi Wulandari menanyakan, bagaimana menyikapi antara kebebasan dan toleransi digital?
“Sesuai dengan etika digital dan lain sebagainya itu kita sendiri yang perlu menahan diri untuk tidak membagikan data-data sensitif kita kepada orang lain terutama ini terkait dengan keamanan digital adalah nama ibu kandung kita. Jadi, intinya kita sendiri yang memang perlu untuk memagari diri kita sendiri,” jawab Pradna.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]