Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Masyarakat Digital Menurut Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 24 November 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yudha Wirawanda, S.I.Kom., M.A – Staf Pengajar Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Japelidi, Dr. Ni Made Ras Amanda, S.Sos, M.Si – Japelidi, Univ. Udayana, Reza Sukma Nugraha, M.Hum – Dosen/Pengajar Univ. Sebelas Maret dan Dr. Putu Eka Trisna Dewi, SH., MH – Dosen Universitas Ngurah Rai, IAPA.
Waspada membagi informasi
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yudha Wirawanda membuka webinar dengan mengatakan, perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi mengakibatkan banyak perubahan yang memaksa kita harus menyesuaikan diri.
“Dengan memperhatikan kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan berbagai platform digital diperlukan dalam kehidupan masyarakat digital di masa ini. Tidak semua hasil penelusuran mesin pencarian informasi benar. Diperlukan kompetensi kritis pengguna untuk dapat menyaring informasi yang diperoleh,” jelasnya.
Menurutnya, kita juga harus waspada untuk tidak mudah membagi informasi diri kita kemudian memastikan akses keamanan terutama terkait dengan ekonomi dengan finansial dengan perbankan.
Dr. Ni Made Ras menambahkan, perkembangan pengguna internet dan terpaan internet, lebih cepat dibandingkan jumlah penduduk. Bahkan, dari 7,8 miliar penduduk dunia, ternyata lebih dari setengahnya juga sudah menggunakan dan memiliki akun sosial.
Reza Sukma Nugraha turut menjelaskan, berbicara tentang literasi digital dari sudut pandang digital culture atau budaya digital, akan berfokus pada bagaimana kita bisa menciptakan kebiasan-kebiasan yang baik agar budaya Indonesia tidak dipandang buruk.
Sumber daya digital Indonesia begitu besar dan tinggi, namun kita kurang memanfaatkannya padahal segala interaksi sosial kita yang kita lakukan dalam perangkat digital.
Oleh karena itu, kita manfaatkan agar hidup kita di dunia digital ini memiliki perjalanan yang baik dan tidak merugikan diri kita atau malah menimbulkan hal-hal yang tidak dikehendaki.
Hoaks
Sebagai pembicara terakhir, Dr. Putu Eka mengatakan, hoaks adalah kabar, informasi, berita palsu atau bohong. Dalam KBBI disebutkan bahwa arti hoaks adalah berita bohong. Hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya.
Dengan kata lain, arti hoaks juga bisa didefinisikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Tujuan hoaks yakni membuat opini publik, menggiring opini, membentuk persepsi, untuk bersenang-senang yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial.
“Jejak digital itu kejam, bijaklah dalam menggunakan Internet. Semakin lama anda berkutat di media sosial, maka jejak digital anda akan semakin besar jadi tinggalkan jejak digital anda dengan berbagai konten positif, no hoaks & no hate speech,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Decky Tri mengatakan, internet sebagai media perpanjangan dari dunia realitas kita atau dunia offline ke dunia digital. Literasi digital penting sekali untuk dikuasai oleh masyarakat digital.
“Kita sebagai generasi milenial mudah terekspos dengan internet untuk mencari ilmu dan referensi bahkan cari teman secara online. Dengan adanya kemampuan literasi digital, masyarakat cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang sudah dicapai, karena tiap manusia memiliki pola pemikiran yang berbeda karena tidak adanya keterbatasan dalam mendapatkan pengetahuan,” paparnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Aysha Berlian menanyakan, bagaimana caranya kita mengatasi rasa kecanduan terhadap dunia digital?
“Jadi sekarang kalau saya pribadi lebih menekankan pada aturan di rumah, seperti mungkin membatasi waktu-waktu bermain internet. Jadi kita yang harus memberikan contoh kapan boleh menggunakan Gadget atau tidak kecuali ada hal urgent kadang-kadang yang menjadi dilema adalah kita sebagai orang dewasa yang bekerja dengan gadget itu sudah menjadi bagian dari hidup,” jawab Putu.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.