Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. 

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Lindungi Diri dari Bahaya Pornografi di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 17 November 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring. 

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Sigit Widodo (Internet Development Institute), Rhesa Radyan Pranastiko (Pena Enterprise), Eva Yayu Rahayu (Konsultan SDM dan Praktisi Keuangan, IAPA), dan Andrea Abdul Rahman Azzqy (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta).

Sigit Widodo membuka webinar dengan mengatakan, pengguna internet harus waspada bahaya pornografi.

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. 

“Bahaya pornografi yakni merusak pemahaman seksual yang benar pada anak-anak di bawah umur, komodifikasi tubuh manusia bahkan dapat menjurus human trafficking (perdagangan manusia),” tuturnya.

Rhesa Radyan Pranastiko menambahkan, etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari. 

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” tuturnya.

Menurutnya, etika dalam komunikasi di ruang digital yakni menggunakan kata-kata yang layak dan sopan. Waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA, pornogafi dan kekerasan, menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber, membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan.

Eva Yayu Rahayu turut menjelaskan, pornoaksi adalah penampilan seseorang yang sedikit banyak menonjolkan hal-hal seksual, misalnya gerakan-gerakan yang merangsang atau cara berpakaian minim yang menyingkap sedikit atau sejak bagian-bagian yang terkait dengan alat kelamin. 

“Cara menghindari pelecehan seksual di media sosial yakni blok konten online yang menggambarkan perempuan sebagai obyek seksual. Pikirkan baik-baik apabila mengirimkan foto kepada siapapun terutama orang asing di media sosial,” jelasnya.

Selain itu, blok akun yang kirim pesan mengganggu seperti ancaman, hate speech, dan pesan lainnya yang berisi pelecehan. Beritahu teman jika ada yang menyalahgunakan foto atau video mereka di sosial media tanpa persetujuan yang bersangkutan. Selalu berikan support pada para penyintas kekerasan seksual di dunia maya.

Tips untuk orangtua agar anak cegah terpapar pornografi yakni dengan memberikan perhatian, kasih sayang, dan penghargaan kepada anak. Menyepakati aturan bersama mengenai penggunaan gawai. Dampingi anak ketika mengakses internet. Menempatkan komputer di ruangan keluarga. Memberi anak pemahaman tentang internet sehat.

Sebagai pembicara terakhir, Andrea Abdul menjelaskan, pelecehan seksual di ranah online bahkan bukan hanya terjadi pada perempuan, tapi juga ada sejumlah laki-laki yang mengalaminya, salah satunya akibat kecanduan porno.

Kecanduan pornografi juga dijelaskan dapat membuat otak bagian tengah depan (ventral tegmental area) mengecil atau menyusut. Penyusutan sel otak yang memproduksi dopamine atau zat kimia pemicu rasa senang itu dapat mengacaukan kerja neurotransmitter atau pengirim pesan. 

“Cara melawannya, amankan data diri. Jangan pernah asal instal software maupun apps. Ganti password akun berkala. Amankan gawai pribadi. Gunakan link yang aman (HTTPS). Diproses dahulu dengan akal serta nurani sebelum menyebarkan atau meneruskan informasi,” katanya.

Dalam sesi KOL, Astari Vern mengatakan, saat ini internet itu telah menjadi bagian dari keseharian dan kebutuhan. Dampak positifnya dengan adanya perkembangan zaman juga kita semuanya memiliki sosial media. Tapi dengan penggunaan internet kita bisa lakukan apa yang harus kita lakukan yang pastinya ada hal positif. 

“Tetapi ada juga negatifnya, di mana kita bisa menjadi kecanduan tetapi hal itu bisa diatasi dengan bagaimana diri kita sendiri, memanfaatkan sosial media itu dengan bijak dan dapat memfilternya,” tuturnya.

Salah satu peserta bernama Danton Fikri menanyakan, bagaimana cara menanamkan edukasi beretika yang baik dunia digital untuk remaja dalam mengenal media sosial untuk masa pertumbuhan yang baik dan tidak asal membagikan konten-konten pornografi?

“Bisa menyarankan konten-konten positif yang ngasih himbauan-himbauan yang seru. Lalu mengambil konten-konten dan membikin konten-konten positif lainnya. Sehingga hal-hal negatif seperti itu bisa hilang dengan sendirinya. Kita juga bisa membantu menghapus konten- konten negatif adalah dengan cara ngereport akun tersebut,” jawab Rhesa.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]