Dalam berbagi sesuatu di ranah online, harus perhatikan bahwa kita tidak melakukan over exposure terhadap hal-hal yang seharusnya bersifat privat dan dapat merugikan kita. Perlu diingat bahwa media sosial bukan tempat untuk curhat dan bergunjing, sehingga baiknya kita membuat konten positif yang sifatnya informatif, edukatif, dan memperkaya bagi para pembacanya.
Apa yang harus kita lakukan untuk membuat konten positif? Tentunya harus mengikuti tata krama atau netiket, melindungi data pribadi, dan jangan mudah percaya dengan internet. Dalam membuat konten tersebut, informasi yang ditujukan harus benar, dan selalu mencantumkan sumbernya.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Konten Positif yang Siap Viral”. Webinar yang digelar pada Senin, 26 Juli 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Antonius Andy Pramana (Founder dan CEO Haho.co.id), Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Oetari Noor Permadi (praktisi pendidikan dan budaya), Muhammad Salahuddien Manggalany (CEO PT Karatech), dan Poppy Sovia (aktris dan lady biker) selaku narasumber.
Muhammad Salahuddien Manggalany menyampaikan, risiko jika melakukan over exposure di media sosial adalah menjadikan informasi pribadi kita terbuka dan tersebar sehingga bisa direkonstruksi, seperti menyusun puzzle, yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai jenis eksploitasi. Foto dan video kita dapat dengan mudah disalahgunakan orang lain, alamat kita menjadi target kejahatan, serta aktivitas online kita dapat dijadikan data mining yang ujung-ujungnya dijual sebagai informasi ke pihak lain.
“Over exposure ini merupakan perilaku yang harus kita ubah, dan semuanya membutuhkan sebuah proses dan keahlian. Buatlah konten-konten positif untuk mengurangi sampah internet, dan konten-konten positif ini harus kita viralkan, karena satu informasi bagus dapat menghapuskan seribu informasi yang bersifat negatif,” kata Salahuddien.
Poppy Sovia juga berpendapat, ia sangat menyayangkan konten yang diduplikasi tapi tidak dimodifikasi. Menurutnya, memang tidak ada salahnya kita cari informasi dari konten-konten lain, tetapi ada baiknya dimodifikasi agar tidak benar-benar sama, atau bahkan jadi lebih fresh. Ia juga menyadari bahwa saat ini orang-orang lebih tertarik dengan konten–konten yang sifatnya negatif.
“Kita harus pintar-pintar memilih konten untuk dikonsumsi, seperti untuk ibu-ibu misalnya, bisa bikin konten masak-masak atau membuat bisnis makanan dengan meminta bantuan anaknya yang cednerung lebih melek digital untuk dipromosikan. Buat saja konten-konten yang seru, tapi jangan menjiplak,” ujarnya.
Salah satu peserta bernama S Viani menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana mengedukasi generasi milenial dan masyarakat pada umumnya untuk dapat membuat konten digital yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga memiliki nilai positif, persaudaraan dan persatuan bangsa, serta tidak terbawa arus budaya asing yang kurang selaras dengan kebudayaan nasional?”
Muhammad Salahuddien Manggalany menjawab, anak-anak digital native ini memiliki kemampuan creative process. Kekurangannya, mereka hanya kurang mambaca. Hal ini cukup berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, sehingga perlu membiasakan anak-anak ini untuk membaca.
“Kalau dulu mungkin sulit untuk membaca jurnal, sekarang sudah lebih mudah karena ditampilkan menjadi lebih ringkas. Intinya adalah perbanyak membaca selain hanya menerima informasi dari audio-visual. Tentu saja juga harus memilah informasi yang dibaca dan pastikan datanya valid,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]