Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, curah hujan 377 mm/hari yang terjadi di Jakarta pada awal 2020 merupakan curah hujan tertinggi selama 150 tahun terakhir selama terdapat pencatatan hujan di Jakarta. Angka tersebut melebihi curah hujan yang menyebabkan banjir 2015, yakni 367 mm/hari.

Terjadinya perubahan tata ruang tidak sejalan dengan perubahan karakter cuaca dan iklim dapat dipastikan turut meningkatkan risiko bencana alam, sekarang dan akan datang.

Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menjelaskan, dari perhitungan periode ulang yang dikombinasikan dengan faktor perubahan suhu secara global maupun lokal, terdapat probabilitas terjadinya hujan ekstrem pada kondisi iklim periode sekarang meningkat 2–3 kali lebih tinggi dari kondisi 100 tahun lalu.

Desain struktur bidang hidrologi, jalan, dan lainnya diharapkan mampu menjadi solusi terhadap risiko perulangan kejadian ekstrem tersebut. Penaksiran periode berulang juga penting untuk menjawab pertanyaan apakah peluang kejadian hujan ekstrem turut meningkat seiring tren perubahan iklim.

Mengantisipasi curah hujan ekstrem akhir-akhir ini, sekaligus meminimalkan risiko terjadinya bencana banjir di Tanah Air, seluruh pihak diharapkan mampu berkolaborasi dan bergotong royong melakukan upaya-upaya penanggulangan. Pemerintah provinsi, para pemangku kepentingan, serta masyarakat, harus bahu-membahu menjalankan progam pencegahan banjir serta langkah lain agar cuaca ekstrem tidak menyebabkan banjir, baik di Ibu Kota maupun daerah lainnya.

Kolaborasi

Mengingat pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta melakukan pembangunan drainase vertikal. Hal ini dilakukan karena dataran-dataran tinggi seperti Puncak yang dulunya merupakan kawasan hutan yang mampu menyerap hujan dengan baik, kini sudah tidak mampu lagi menampung curah hujan yang amat besar.

Di Puncak juga semakin bermunculan penginapan-penginapan atau vila, serta tempat-tempat rekreasi. Begitu pula daerah-daerah yang menjadi kota satelit Ibu Kota, permukiman semakin masif dibangun. Begitu pula dengan di DKI Jakarta, semakin padat penduduk.

Hal tersebut menjadikan tanah yang seharusnya mampu menyerap 73–97 persen air hujan, kini menjadi terbalik, hanya menyerap 3–27 persen, sisanya sebanyak 73–97 persen mengalir ke tempat-tempat lebih rendah.

Sementara itu, dimensi drainase DKI Jakarta dirancang untuk menampung debit air hujan maksimal untuk curah hujan 120 mm/hari. Padahal, hujan ekstrem pernah terjadi beberapa kali di Ibu Kota ini.

Pengerukan saluran, pembuatan waduk/situ/embung, serta kesiapan operasional pompa, dan upaya lainnya dilakukan untuk penanggulangan banjir di pusat pemerintahan ini. Hal ini belumlah cukup, butuh kolaborasi semua pihak, termasuk masyarakat, di antaranya dengan membuat drainase vertikal atau sumur resapan.

Sumur resapan ini dapat dibuat di setiap rumah. Sumur yang dapat menampung air hujan ini juga bisa dihadirkan bersama-sama dengan warga setempat secara bergotong-royong. Dengan upaya ini, air hujan dapat semakin mudah terserap sehingga dapat membantu meminimalkan risiko genangan ataupun banjir.

 Gerebek lumpur

Selain dengan mengajak masyarakat membuat drainase vertikal. Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) mengadakan program Gerebek Lumpur. Kegiatan pengerukan lumpur ini dilakukan secara masif di waduk, danau, sungai/kali di lima wilayah kota administrasi Jakarta.

Program ini dilakukan guna membantu mengurangi proses pendangkalan sehingga meningkatkan kapasitas danau, waduk, dan sungai/kali, terutama di saat hujan. Upaya ini dilakukan mulai dari skala mikro oleh satuan tugas, maupun gotong-royong yang dilakukan warga.

Program berkelanjutan yang digelar hingga Desember 2020 ini, juga melibatkan seluruh Sudin/bidang unit terkait, program ini juga mengerahkan sekitar 8.000 personil pasukan biru, termasuk 4.336 PKLG dan 205 operator armada truk serta sejumlah alat berat.

Kamis (15/10/2020), Dinas SDA DKI Jakarta melakukan Gerebek Lumpur di aliran Kali Sekretaris, Jakarta Barat, sepanjang 2.300 meter. Kegiatan ini merupakan lanjutan kegiatan serupa yang dilakukan di wilayah Kelurahan Sukabumi Selatan.

Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, pihaknya berupaya maksimal agar pengerukan ini cepat selesai. “Adapun total yang sudah dikeruk tahap I yaitu segmen perbatasan Jakarta Barat sampai dengan Jalan Panjang adalah 1.600 meter. Rencana tahap II adalah 700 meter segmen Jalan Sasak III ke arah hilir. Kami upayakan semaksimal sehingga beberapa minggu ke depan bisa selesai,” ujarnya.

Juaini menjelaskan, tujuan pengerukan tersebut adalah untuk mengamankan daerah hulu agar aliran yang sampai ke hilir lancar atau mengalir sesuai kemiringannya. “Kali Sekretaris merupakan kali utama juga karena aliran air dari hulu lewat sini ke arah Cengkareng Drain. Di sini termasuk rawan banjir karena cekung. Makanya, kami lakukan pemeliharaan rutin dengan pengerukan supaya daya tampung di Kali Sekretaris ini lebih banyak,” tegasnya.