Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan tiga profesor baru pada Sabtu (20/3/2021). Pertama, Prof Dr Ir Nurul Isnaini MP sebagai profesor dalam bidang Ilmu Manajemen Reproduksi Ternak. Ia merupakan profesor aktif ke-17 dari Fakultas Peternakan dan profesor aktif ke-193 di UB, serta menjadi profesor ke-276 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Kedua, Prof Dr Ir Muhammad Halim Natsir SPt MP, sebagai profesor bidang Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pengolahan Pakan Unggas. Ia merupakan profesor aktif ke-18 dari Fakultas Peternakan dan profesor aktif ke-194 di UB, serta menjadi profesor ke-277 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB.

Terakhir, Prof Dr Ir Ludji Pantja Astuti MS sebagai profesor bidang Ilmu Hama Pasca Panen. Ia adalah profesor aktif ke-41 dari Fakultas Pertanian dan profesor aktif ke-195 di UB, serta menjadi profesor ke-278 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB.

Prof Dr Ir Nurul Isnaini

MP: Strategi Teknologi Reproduksi untuk Menghasilkan Kelahiran Kembar pada Kerbau

Prof Dr Ir Nurul Isnaini

Hingga saat ini, produksi daging sapi dan kerbau dalam negeri hanya dapat berkontribusi sebesar 50,6 persen terhadap pemenuhan ketersediaan nasional, sedangkan 49,4 persen kekurangannya harus dipenuhi melalui impor. Melihat hal tersebut, Prof Dr Ir Nurul Isnaini MP memaparkan hasil penelitiannya dalam pidato pengukuhan profesor yang berjudul “Strategi Teknologi Reproduksi untuk Menghasilkan Kelahiran Kembar pada Kerbau”.

Menurut Prof Nurul, pengembangan ternak kerbau sebenarnya memiliki prospek yang cukup baik untuk mendukung upaya pencapaian swasembada daging karena kerbau memiliki potensi produktivitas yang tak kalah bersaing dibandingkan dengan sapi. Kerbau dikenal memiliki kemampuan yang sangat baik untuk mencerna pakan dengan kualitas rendah. Selain itu, rumen kerbau juga dilaporkan memiliki populasi bakteri Ruminococcus albus dan Fibrobacter succinogenes yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi. Kedua bakteri tersebut bersifat selulolitik sehingga kerbau memiliki potensi untuk mencerna kandungan serat pada pakan secara lebih optimal. Selain sebagai ternak penghasil daging, kerbau dapat menghasilkan susu.

Akan tetapi, peran ternak kerbau yang sangat penting bagi masyarakat tersebut sayangnya belum didukung dengan pola pemeliharaan yang baik karena masih dilakukan secara tradisional. Sistem pemeliharaan yang masih tradisional ini kemudian menyebabkan tidak optimalnya performa produksi dan reproduksi pada kerbau.

Populasi kerbau di Indonesia cenderung mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2011 adalah 1,31 juta ekor, sedangkan tahun 2020 yaitu 1,18 ekor, maka terjadi penurunan sebesar 9,92 persen.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kerbau adalah dengan menghasilkan kelahiran kembar. Strategi kelahiran kembar diharapkan akan dapat mengakselerasi pertumbuhan populasi kerbau. Selain itu, penggunaan induk unggul diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas ternak kerbau.

Pada kondisi normal, sebenarnya kerbau hanya bisa menghasilkan 1 ekor anak pada setiap periode kebuntingan. Akan tetapi, kelahiran kembar memungkinkan untuk terjadi secara alami, tetapi dengan frekuensi yang sangat rendah (hanya 0,14 persen).

Strategi kelahiran kembar pada kerbau dapat dilakukan dengan tiga metode. Metode pertama, tahapan antara lain induksi superovulasi dan inseminasi buatan (IS-IB). Metode kedua dengan tahapan induksi superovulasi, inseminasi buatan, dan transfer embrio (IS-IB-TE). Sementara itu, metode ketiga dengan tahapan maturasi oosit in vitro, fertilisasi in vitro, dan transfer embrio (MOIV-FIV-TE).

Namun, terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan pada penerapan strategi ini yaitu tingginya risiko distokia, bobot lahir dan pertambahan bobot badan anak yang rendah, serta terjadinya sindrom freemartin pada anak betina.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko tersebut di antaranya adalah dengan menempatkan kerbau pada kandang isolasi dengan pengawasan rutin pada saat menjelang beranak, memberikan pakan dengan densitas nutrien tinggi selama bunting dan laktasi, serta menggunakan spermatozoa hasil sexing untuk inseminasi buatan atau fertilisasi in vitro.

Ke depannya, Ia berharap adanya pengembangan teknologi deteksi birahi dan kebuntingan dini. “Lebih lanjut, pengembangan teknologi kloning pada jenis ternak kerbau yang memiliki nilai sosial budaya dan ekonomi tinggi seperti Tedong Saleko di Toraja juga perlu untuk dieksplorasi pada masa-masa mendatang,” pungkasnya.

Prof Dr Nurul Isnaini, MP menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Peternakan UB, S-2 Ilmu Ternak Universitas Gadjah Mada, serta S-3 Ilmu Ternak UB. Selain aktif menjadi dosen sejak tahun 1990, saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Lab Reproduksi dan Pemuliaan Ternak di Fakultas Peternakan UB.

Prof Dr Muhammad Halim Natsir, SPt

MP: Teknologi Produksi Natural Growth Promoter dan Konsep Formulasi Pakan Di Era Industri 4.0 sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Ayam

Prof Dr Muhammad Halim Natsir, SPt

Ayam pedaging dan ayam petelur merupakan salah satu komoditas unggas yang berkontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Produk ayam yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) menjadi persyaratan utama yang harus dimiliki oleh daging dan telur ayam yang dipasarkan.

Produktivitas dan keamanan produk ayam sangat ditentukan oleh pakan dan imbuhan pakan yang berkualitas. Pakan dan imbuhan pakan dua hal yang saling melengkapi. Pakan yang berkualitas tanpa diimbangi imbuhan pakan berkualitas memberikan produktivitas yang tidak optimal, demikian sebaliknya imbuhan pakan yang berkualitas tetapi pakan yang jelek memberikan produktivitas yang rendah pula.

Imbuhan pakan berupa antibiotik sintetik yaitu Antibiotic Growth Promoter (AGP) menjadi idola peternak dalam meningkatkan produktivitas dan kesehatan ayam. Namun, penggunaan AGP sebagai imbuhan pakan yang tidak tepat, baik karena dosis maupun lama waktu penggunaan, akan menimbulkan efek negatif. Risiko negatif yang ditimbulkan berupa adanya residu dalam produk daging dan telur dan masalah resistensi antibiotik tertentu yang membahayakan kesehatan ayam serta manusia yang mengonsumsi produk ayam.

Prof Dr Muhammad Halim Natsir SPt MP dalam pidato pengukuhannya menyampaikan, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu kembali ke alam. Natural Growth Promoter (NGP) merupakan imbuhan pakan alami yang dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan ayam dan menghasilkan produk yang ASUH. NGP antara lain dapat berupa acidifier, fitobiotik, probiotik, prebiotik, enzim, dan kombinasi di antara jenis tersebut.

NGP sejak 2019 telah banyak beredar di pasaran dalam rangka untuk menggantikan AGP. Namun, banyak produk NGP yang ada dipasaran tidak mampu meningkatkan produktivitas dan kesehatan ayam yang dipelihara oleh peternak. Salah satu penyebabnya dikarenakan pemilihan teknologi produksi yang tidak tepat.

Oleh karena itu, penting memilih teknologi produksi imbuhan pakan yang tepat dan konsep formulasi pakan pada era industri 4.0 dalam rangka mendukung produktivitas ayam. NGP dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi nano enkapsulasi double coating karena terbukti efektif untuk mengganti AGP.

“Formulasi pakan dalam konsep smart farming akan menggunakan platform yang dikoneksikan dengan penggunaan teknologi maju mengabungkan data sistem sensor, ketersediaan dan sebaran bahan pakan, imbuhan pakan, data ayam dan kandang serta didukung oleh nutrigenomik dapat meningkatkan kualitas pakan yang sesuai dengan kondisi ayam di peternakan sehingga produktivitas dan kesehatan ayam meningkat,” paparnya.

Prof Dr Muhammad Halim Natsir SPt MP menamatkan pendidikan S-1 di Fakultas Peternakan UB, S-2 Ilmu Ternak di Universitas Gadjah Mada, serta S-3 Ilmu Ternak UB. Selain aktif sebagai tenaga pengajar, saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Peternakan UB.

Prof Dr Ludji Pantja Astuti

MS: Improvisasi Pengelolaan Hama Gudang Terpadu pada Beras dalam Simpanan

Prof Ludji Pantja Astuti

Sebagai bahan makanan pokok, sudah sepatutnya penyimpanan beras menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan dengan serius. Setidaknya, selama berada dalam gudang penyimpanan, beras mengalami kerusakan sebanyak 40 persen dari berat awal.

Lingkungan gudang, kualitas beras, hama dan penyakit, serta durasi penyimpanan adalah hal yang memengaruhi kualitas beras. Namun, ternyata, yang menjadi masalah dominan dalam penyimpanan beras adalah serangan klas serangga dalam ordo Coleoptera dan Lepidoptera.

Hal ini menjadi latar belakang pidato pengukuhan Dr Ir Ludji Pantja Astuti MS, profesor baru dari Fakultas Pertanian. Ludji merupakan profesor ke-14 di Fakultas Pertanian serta profesor aktif ke-195 dan ke-278 di Universitas Brawijaya.

Menurut Ludji, suhu gudang berpengaruh dalam pertumbuhan hama. “Kondisi gudang dengan suhu lebih rendah dari 20 derajat celsius atau lebih tinggi dari 35 derajat celsius dengan kelembaban kurang dari 60 persen dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama gudang,” ujarnya.

Beras yang semakin padat dan keras akan semakin menghambat pertumbuhan hama. Kandungan fenol dan mineral yang rendah akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan hama. “Pemahaman terhadap implementasi Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT) masih belum memadai. Hasil penelitian masih berskala peneliti, fumigasi berjadwal, dan belum mengikuti perkembangan ilmu yang lain,” imbuhnya.

Improvisasi PHGT, menurut Ludji, dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi wilayah, waktu, serta kearifan lokal. “Kehadiran serangga hama dapat dideteksi lebih dulu dengan berbagai teknik pengamatan, mempertahankan kondisi gudang pada suhu dan kelembaban udara tertentu, pengemasan dengan bahan yang kuat dan menyimpan beras berkualitas baik dengan kadar air 12 persen dapat dilakukan untuk menghambat pertumbuhan serangga hama yang menyerang beras,” ujarnya.

Selain itu, penguasaan terhadap hama gudang menjadi penting bagi seorang manajer gudang beras untuk mengamankan persediaan dari serangan hama. “Dibutuhkan juga sosialisasi informasi yang benar dan peningkatan kerja sama ilmuwan dalam penelitian hama gudang, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan perkembangan ilmu serta perilaku masyarakat untuk improvisasi PHGT dan mempertahankan kualitas beras, dengan meminimalkan aplikasi insektisida sintetis menuju lingkungan yang sehat dan aman serta berperan aktif mewujudkan ketahanan pangan dalam kehidupan berkelanjutan,” pungkasnya.

Dr Ludji Pantja Astuti, MS merupakan profesor dalam bidang Ilmu Hama Pasca Panen yang akan dikukuhkan pada Sabtu, 20 Maret 2021 di Gedung Samanta Krida, Universitas Brawijaya. (*)