Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Tantangan Pendidikan Agama Membuat Kurikulum Berbasis Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 14 September 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Btari Kinayungan – Inisiator Kampung Aridatu, Ridwan Muzir – Peneliti & Pengasuh Tarbiyahislamiyah.id, Yanti Dwi Astuti, MA – Dosen Fishum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan Dr Rino Ardhian Nugroho, SSos, MTI – Kepala Kantor Urusan Internasional Universitas Sebelas Maret.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Btari Kinayungan membuka webinar dengan mengatakan, hak digital adalah Hak Asasi Manusia (HAM) daring yang memungkinkan akses terhadap informasi dan kebebasan berekspresi di tempat yang aman, yang menghormati privasi dan keamanan.
“Hak digital adalah Hak Asasi Manusia yang melekat pada pengguna maupun bukan pengguna TIK (teknologi informasi dan komunikasi),” tuturnya. Adapun hak-hak yang termasuk dalam hak digital adalah hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa aman.
Di mana ada hak,pasti ada tanggung jawab. Kebebasan berekspresi pun, ada batasnya. Jenis Informasi yang dilarang yakni pornografi, terutama pornografi anak. Ujaran kebencian, hasutan kebecian atau advokasi akan diskriminasi berdasarkan SARA.
Ridwan Muzir menambahkan, kurikulum adalah rencana serta pengaturan mengenai tujuan, isi bahan pelajaran serta metode pelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar. “Karena tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, maka kurikulum haruslah berisi bekal yang akan diberikan kepada pelajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut,” katanya.
Menurutnya, agama sebagai sebuah mata pelajaran/mata kuliah di lembaga pendidikan adalah pelajaran yang berisi bagaimana meningkatkan kualitas manusia dari segi ketakwaan, akhlak (etika) dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
“Kurikulum pendidikan agama berbasis digital tidak bisa berhenti pada agama sebagai mata pelajaran, sebagai business as usual dalam administrasi pendidikan. Pendidikan harus bermuara pada amal yang berlandaskan iman dan ilmu,” katanya.
Dunia pendidikan, termasuk pendidikan Islam, harus selalu sadar bahwa teknologi digital (internet, hp, komputer, laptop, wifi, dsb) hanyalah alat atau sarana. Hal yang lebih penting dalam pendidikan Islam adalah manusia yang memakai alat itu sendiri, baik guru maupun murid.
Dunia pendidikan harus hati-hati agar tidak terobsesi dengan teknologi karena menjadikannya tujuan, bukan sebagai alat. Jika teknologi dijadikan tujuan, yang tercipta hanyalah ketergantungan.
Yanti Dwi Astuti turut menjelaskan, peluang pendidikan agama di era digital yakni pendidik agama dapat mengoptimalkan sumber dayanya dalam melahirkan generasi unggul di berbagai bidang kehidupan. Menggunakan teknologi digital untuk menebar konten-konten positif.
“Selain itu, dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi knowledge, skill dan personality. Menggeser paradigma Mempersiapkan SDM di era 4.0 yang berpikir dan bersikap moderat, inklusif, berbudaya, religius serta memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi yang beriman,” jelasnya.
Sebagai pembicara terakhir, Dr Rino Ardhian Nugroho mengatakan, keamanan digital adalah sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman.
“Keamanan digital terdiri atas pengamanan perangkat digital, pengamanan identitas digital, mewaspadai penipuan digital, memahami rekam jejak digital dan memahami keamanan digital bagi anak,” paparnya.
Dalam sesi KOL, Fadhil Achyari mengatakan, gunakanlah media digital dengan baik yang bisa membuat hidup dan kegiatan kita lebih produktif, seperti yang kita ketahui media digital memberikan banyak dampak positif kepada kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
“Untuk mendukung hal ini tentunya lah kita harus mempunyai kecakapan digital yang baik, dan juga memahami yang namanya keamanan, etika dan budaya digital. Sehingga nantinya dapat meminimalisir kita untuk dapat terhindari dari berita hoaks atau informasi hoaks,” jelasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ayu Nabila menanyakan, bagaimana mengenai konten agama yang tidak lengkap karena mengupload video dipotong karena ini rentan akan adanya kesalahan informasi?
“Sanksi hukum sudah termuat dalam UU ITE, kita mempunyai dua rekam jejak digital yaitu yang aktif dan pasif. Untuk kita haruslah berhati-hati akan mengerjakan sesuatu hal, karena rekam digital susah untuk dihilangkan,” jawab Yanti.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.