Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Informasi dapat dibedakan sifatnya berupa faktual, opini atau konsep, dan deskripsi. Dalam menerima informasi jangan sampai tertukar, karena terdapat risiko gangguan informasi melalui internet dan platform-platform digital.
Gangguan tersebut dapat berupa misinformasi, malinformasi, dan disinformasi. Sesuatu yang berbahaya ketika 26,1 persen masyarakat menganggap informasi yang terdapat di internet dapat dipercaya (berdasarkan Survei Kepercayaan Masyarakat terhadap Informasi di Internet pada 2019).
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks”. Webinar yang digelar pada Kamis, 21 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Benazir Komarudin (Content Manager Wellshared.co), Bambang Pujiyono (Dosen Fisip Universitas Budi Luhur Jakarta), Roza Nabila (Kaizen Room), Ari Ujianto (Penggiat Advokasi Sosial), dan Neshia Sylvia (TV Host) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Ari Ujianto menyampaikan bahwa hoaks sebagai salah satu bentuk informasi bermuatan konten negatif merupakan hal yang paling sering ditemui saat berselancar di ruang digital. Tidak hanya sebatas upaya disinformasi terhadap seseorang tapi dapat menimbulkan konflik antarkelompok hingga antarnegara.
Untuk mengenali ciri hoaks dan cara menghindarinya sering ditemui sebagai informasi yang memicu emosi pembaca, berbentuk pesan berantai yang berisi anjuran “Mohon Disebarkan”, tidak menyertakan link sumber atau bukti yang terkait, sumber yang disertakan merujuk pada situs abal-abal yang tidak memiliki kontak dan redaksi, dan disampaikan secara tidak logis, serta penyampaiannya penuh typo.
“Di Indonesia, terdapat UU yang mengatur mengenai penyebaran hoaks, yaitu UU ITE Pasal 28 Ayat (1) dan KUHP Pasal 390 yang memiliki pidana penjara masing-masing paling lama 6 tahun dan denda hingga RP 1 miliar dan pidana dua tahun delapan bulan. Literasi digital selain mengenai kemampuan pemakaian perangkat digital, juga mengenai pemikiran kritis dan bagaimana berinteraksi sosial seperti berkomunikasi dan berkolaborasi untuk hal-hal positif,” jelasnya.
Neshia Sylvia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dengan hadirnya media sosial, arus informasi membanjiri ruang digital. Kita harus cakap dan lebih lihai dalam memanfaatkan informasi untuk hal-hal positif bagi peningkatan pembangunan diri dan bangsa.
Namun, informasi tersebut dapat memiliki daya rusak untuk konten-konten negatif seperti hoaks dan disinformasi, sehingga diperlukan peningkatan diri melalui literasi digital. Kecakapan digital tersebut membuat kita mampu berpikir kritis, memecahkan masalah, membangun kreativitas, dan menciptakan inovasi-inovasi dalam menghadapi era digital, terutama dalam mengenali informasi apa yang baik disebarkan dan mana yang harus dihindari, seperti yang tidak memiliki kejelasan.
Dalam menjadi pejuang antihoaks, terutama masih tidak sedikit masyarakat yang masih terkecoh atas informasi-informasi yang disajikan sedemikian rupa sehingga dapat dipercaya, harus dikembangkan keahlian dalam mengenali informasi dan dapat mengajak orang terdekat untuk diajak ikut webinar program literasi digital.
Salah satu peserta bernama Niko Arya Permana menyampaikan, “Salah satu bentuk misinformasi dapat berasal dari clickbait. Apakah clickbait masuk pelanggaran UU ITE? Soalnya sekarang banyak sekali media media besar mulai menggunakan clickbait.”
Pertanyaan tersebut dijawab Benazir Komarudin. “Clickbait memang menjadi suatu teknik marketing untuk menarik perhatian pembaca. Namun, harus digunakan secara bijak untuk menghindari risiko terkena UU ITE. Sebagai pembaca, kita tidak hanya harus membaca judul berita atau informasi, tapi harus menerima, membaca, dan mengolah informasi secara menyeluruh.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]