Pada pertengahan 2018, WHO (World Health Organization) resmi menetapkan kecanduan game atau game disorder dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases sebagai penyakit gangguan mental. WHO menyebut kecanduan game merupakan gangguan yang disebabkam oleh kebiasaan.

Beberapa kasus yang melibatkan gamer yang berujung pada kematian, seperti pembunuhan, penembakan, terkena serangan jantung, dan melantarkan anak. Oleh karena itu, penting untuk mewaspadai dan menhindari terjadinya kecanduan game, termasuk game online.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Atasi Kecanduan Game Online”. Webinar yang digelar pada Kamis, 22 Juli 2021, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Septyanto Galan Prakoso SIP MSc (Dosen Hubungan Internasional UNS dan IAPA), Bondan Wicaksono (akademisi dan penggiat masyarakat digital), Krisna Murti SIKom MA (Dosen FISIP Universitas Sriwijaya dan IAPA), Maryam Fithriati (Co-Founder Pitakonan Studio dan Management Pegiat Literasi Komunitas), dan Ken Fahriza (data analyst dan influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Septyanto Galan Prakoso menyampaikan bahwa sebenarnya manfaat teknologi buat anak itu bersifat baik, tetapi kalau tidak ada pengawasan akan berbahaya. Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi keberadaan game online? Langkah awal, kenali jenis game serta batas dan kemampuan diri, kemudian menjadi konsumen yang berprinsip, serta mampu menyeimbangkan hak dan tanggung jawab dalam bermain game online.

“Tanamkan sikap tegas dan rasional, misalnya ajarkan anak bahwa ia boleh main kalau sudah mengerjakan PR, atau boleh main game online tapi hanya sejam, dan jangan lupa untuk selalu jaga dan perbanyak komunikasi, serta imbangi dengan hobi lain agar ia memperlakukan game sebagai komoditas tersier,” imbuh Septyanto.

Ken Fahriza juga berpendapat bahwa ia berasal dari keluarga gamer. Walau begitu, ia tetap memiliki batas screen time. Ia merasa bahwa bermain game penting juga untuk mencari ide, dan menjadi selingan di sela-sela sibuknya pekerjaan. Ia juga akan mengingatkan temannya yang cenderung kecanduan bermain game dengan cara mengajak mereka berdiskusi atau main keluar, seperti main sepak bola dan makan bareng.

Salah satu peserta bernama Edho menyampaikan, “Kemarin saya melihat berita hoaks tentang anak yang kecanduan bermain game online dan berdampak negatif pada kesehatan. Contohnya video laki-laki yang mengalami gangguan jiwa akibat game online, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Namun, dampaknya efektif bagi anak karena bisa mengurangi kecanduannya akan bermain game online. Apakah boleh berita hoaks tersebut digunakan untuk menakuti anak agar tidak kecanduan game online?”

Krisna Murti menjawab, sebaiknya anak jangan ditakut-takuti karena berdampak negatif terhadap mentalnya. Sampai dewasa, anak itu bisa terus-menerus merasa ketakutan. Cara yang lebih baik adalah dengan menjelaskan secara baik-baik mengenai dampak negatifnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]