Berlangsung sejak 1987 di Austin, Texas, Amerika Serikat, ajang tahunan South by Southwest (SXSW) menjadi salah satu festival paling berpengaruh di bidang industri teknologi dan hiburan. Tahun ini, karya-karya inovatif dari Tanah Air kembali hadir di SXSW. Mengabarkan perkembangan terbaru industri kreatif Indonesia sekaligus memberi sumbangsih secara global.

SXSW adalah pesta untuk industri kreatif dengan cakupan yang luas: teknologi, hiburan, musik, dan film. Setiap tahunnya, para inovator dari seluruh dunia berkumpul di Texas untuk mendapatkan kesempatan membangun koneksi, memperluas pasar ke industri lain, dan mengembangkan kerja sama dalam berbagai bentuk.

Pada SXSW 2018 yang berlangsung pada 10–19 Maret, beberapa perusahaan rintisan, penyelenggara festival film, dan tiga musisi berpartisipasi mewakili Indonesia. Enam di antara peserta SXSW 2018 hadir di paviliun Archipelageek yang didukung Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Mereka adalah Kata.ai yang mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence), Minikino yang membawa proyek festival film pendek, Mycotech yang memproduksi material ramah lingkungan dari limbah pertanian, Saft7robotics yang berfokus pada produksi robot edukasi dan layanan proyek robotik manasuka, Seruniaudio yang mengembangkan perangkat mikrofon untuk alat musik akustik, dan Squline dengan layanan daring belajar bahasa asingnya.

Andi Sadha, kurator paviliun Archipelageek untuk SXSW mengatakan, dalam memilih perusahaan rintisan untuk mewakili Indonesia pertimbangan utamanya adalah potensi jangkauan pasar produk atau jasa perusahaan rintisan serta peluang perusahaan ini menarik kerja sama untuk perluasan pasar di Indonesia. SXSW mengadakan beragam kegiatan, mulai dari pameran dagang (trade show), sesi pitch, sesi pertemuan dengan pemilik modal ventura, dan kompetisi perusahaan rintisan.

“Secara garis besar, peluang yang didapatkan perusahaan rintisan yang hadir di SXSW meliputi penawaran kerja sama, permintaan pembelian barang, peluang distribusi produk di Amerika Serikat, dan kesempatan bertemu investor,” ujar Andi, Kamis (5/4).

Jajaki potensi kolaborasi

Perusahaan-perusahaan rintisan dari Indonesia mendapat perhatian cukup besar di SXSW 2018. Pelaku bisnis dan pengunjung dari berbagai negara terkesan karena tidak menyangka perkembangan teknologi atau inovasi di Indonesia sudah begitu baik.

Mohamad Arekha, co-founder dan Chief Technology Officer (CTO) PT Miko Bahtera Nusantara yang memproduksi papan komposit Mycotech, mengatakan, orang-orang Amerika atau Eropa yang berkunjung ke gerai mereka di SXSW terkejut bahwa limbah pertanian bisa dijadikan bahan bangunan dengan memanfaatkan miselia jamur sebagai pengikat. Miselia itu menggantikan resin atau bahan kimia sintetis yang biasanya dipakai papan komposit particle board atau MDF.

Mycotech amat potensial sebagai material terbarukan yang berkelanjutan—hal yang menjadi perhatian AS atau sejumlah negara di Eropa. Arekha bercerita, lewat SXSW Mycotech menemukan beberapa calon partner yang akan berkolaborasi untuk produksi dan distribusi.

Nada positif juga diungkapkan co-founder dan CEO Kata.ai Irzan Raditya dan CEO Saft7Robotics Firmansyah Saftari. Produk-produk chatbot, seperti yang dikembangkan Kata.ai, belum banyak dimanfaatkan di Amerika Serikat.

“Yang menarik adalah bahkan pengunjung-pengunjung yang merupakan musisi juga tertarik dengan teknologi ini. Mungkin mereka melihat ini bisa menjadi strategi yang baik untuk terhubung dengan fans mereka. Untuk mereka yang sudah mengetahui tentang chatbot juga cukup kagum melihat platform AI (artificial intelligence) yang kami miliki karena tidak menyangka teknologi seperti ini bisa hadir di Indonesia,” tutur Irzan.

Pengalaman serupa dirasakan tim Saft7Robotics. Perusahaan rintisan ini mengembangkan robot edukasi dan memiliki layanan memproduksi proyek robotik manasuka (customize). Banyak yang terkesan karena baru mengetahui bahwa teknologi robotik sudah dikembangkan di Indonesia.

Kata.ai dan Saft7Robotics kini menjajaki beberapa rencana kolaborasi dengan partner yang ditemui di SXSW. Seperti keterangan Irzan, ada beberapa potensi kemitraan dengan para pemilik software house dan agensi kreatif digital. Saft7Robotics saat ini sedang menindaklanjuti kerja sama bisnis dengan sejumlah partner dari beberapa negara.

Potensi dan kualitas produk ekonomi kreatif dari perusahaan Indonesia sebenarnya sudah sangat kompetitif. Cerita-cerita para pelaku ekonomi kreatif ini diharapkan memompa semangat generasi muda untuk berani berkarya. [NOV]

Quote

“Saat ini, SXSW sudah menjadi barometer global untuk perkembangan tren dalam bidang teknologi, musik, film, dan segala hal yang berkaitan dengan budaya populer. Kesempatan untuk menunjukkan produk kami di SXSW bisa membuka pintu untuk membangun jejaring yang dapat membantu produk kami diluncurkan secara global maupun bertemu calon investor.”

Irzan Raditya, CEO Kata.ai

 “Bagi kami, mengikuti SXSW ini penting karena beberapa hal. Pertama, meningkatkan brand awareness bahwa di Indonesia sudah ada robot edukasi. Kedua, mengetes standar kami sendiri, sudah dianggap cukup baik atau belum. Ketiga, validasi harga pasar.”

 Firmansyah Saftari, CEO Saft7Robotics

“Sebagian pengunjung dari Amerika dan Eropa terkejut dan tertarik karena tidak menyangka jamur bisa menjadi alternatif pengembangan material berkelanjutan. SXSW menjadi ajang bagi kami bertemu calon partner untuk kolaborasi dalam produksi dan distribusi.”

Mohamad Arekha, co-founder dan Chief Technology Officer (CTO) PT Miko Bahtera Nusantara

Menjadi Raja di Asia Tenggara

Suri, anak sekolah dasar, tersesat saat pulang dari sekolah. Dalam usahanya mencari jalan, dia bertemu lelembut misterius nan lucu yang mau membantunya. Namun, lelembut itu mengajukan syarat, yaitu Suri mau membantu mereka menyelamatkan Hutan Svaka dari penebang liar dan manusia jahat yang berniat merusak hutan. Dari situ, mulailah petualangan Suri.

Itulah cerita dari gim 2D slide scrolling metroidvania berjudul Ghost Parade besutan pengembang gim Lentera Nusantara yang ditampilkan di Game Connection America (GCA) 2018 di San Francisco, Amerika Serikat pada 19–21 Maret lalu. Lentera Nusantara tergabung bersama 7 pelaku industri gim Indonesia lainnya dalam paviliun Indonesia bernama Archipelageek yang didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Melalui Ghost Parade, Lentera Nusantara ingin mengedukasi bahwa hantu tidaklah seram. Justru manusialah yang lebih menakutkan karena bisa menghancurkan alam. Pihak pengembang mendukung gim ini dengan membuat Ensiklopedia Bausastra Lelembut yang menyajikan gambar imut lengkap dengan informasi tentang hantu di Indonesia dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang.

“Dari hanya 5 jenis hantu, kami sekarang sudah punya ratusan hantu di dalam ensiklopedia. Awalnya, proyek ini untuk mobile game, tetapi kami buang ide itu dan kami ubah menjadi gim PC 2D. Perjuangan sudah banyak kami lalui, dari pencurian data, hingga ganti konsep dan desain sampai tak terhitung berapa kali,” ujar Creative Director sekaligus founder Lentera Nusantara Azizah Assattari, melalui surel, Jumat (6/4).

Pemilihan gim bertema hantu ini menjadi cara Lentera Nusantara untuk menarik perhatian pasar luar negeri dengan membuat hal unik dan berbeda dibandingkan studio gim lainnya di GCA. Azizah melihat, publisher dan pengembang internasional sekarang ini memiliki ketertarikan terhadap hal berbau budaya dan tradisi. Budaya negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, belum banyak dieksplor.

“Misi yang kami bawa ke GCA adalah mengenalkan hantu-hantu yang dikenal orang Indonesia kepada negara lain. Sebab, kepercayaan akan hantu yang dimiliki oleh bangsa kita ini telah menjadi aset budaya yang sebenarnya luar biasa. Selain itu, dari gim ini, kami ingin menunjukkan, Indonesia mampu membuat gim yang tidak kalah dari gim asing,” ujarnya.

Berbeda dengan Lentera Nusantara, Agate Studio punya tujuan yang sedikit berbeda. Bagi Agate, GCA menjadi ajang untuk mencari rekan publisher untuk berkolaborasi dan memasarkan gim lokal di pasar luar negeri.

“Ajang ini juga jadi kesempatan menawarkan jasa gim outsourcing berskala AAA. Tujuannya, kapabilitas kami sebagai pengembang meningkat. Harapannya, dengan makin banyaknya perusahaan asing menggunakan jasa Agate, kami dapat memasukkan Indonesia ke industri gim global, tidak hanya dari segi market, tetapi juga produksi,” ujar VP of Consumer Business Agate Dave Fabrian.

Merebut pasar lokal

Menurut riset Newszoo, pada 2017, nilai industri gim di Indonesia sekitar 880 juta dollar AS atau sekitar Rp 12 triliun. Namun, diperkirakan kurang dari 1 persen yang bisa diserap developer lokal. Padahal, potensi Indonesia untuk menjadi raja dan sukses di pasar luar negeri, setidaknya di Asia Tenggara sangat besar. Direktur Akses Jaringan dan Permodalan Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno melihat sendiri hal tersebut saat datang ke GCA 2018.

“Jadwal meeting peserta Indonesia sangat padat setiap harinya. Pengunjung tertarik karena pertama kali melihat potensi Indonesia. Kualitas produk kita tidak kalah dengan karya negara lain dan biaya produksinya sangat kompetitif. Tiga top performer dinilai dari jumlah perusahaan yang mengantri adalah Assemblr, Agate, dan Lentera Nusantara,” ujarnya.

Salah satu kurator peserta GCA 2018 dari Bekraf, Direktur Fasilitasi Infrastruktur TIK Bekraf Muhammad Neil El Himam menjelaskan, kurasi ketat dilakukan untuk peserta GCA. Ada 18 developer yang mendaftar dan terpilih 8 perusahaan. Syarat yang diterapkan adalah berbadan hukum, kepemilikan 50 persen lebih harus lokal, kualitas produk, tujuan ke GCA, potensi deal businessnya, dan bersedia melaporkan hasil business to business ke Bekraf.

“Syarat agak berat adalah kesanggupan perusahaan tersebut untuk mencari sendiri biaya keberangkatan dan akomodasinya di sana. Karena Bekraf sudah membantu menyediakan tempat di acara tersebut,” ujarnya.

Para peserta mengapresiasi upaya Bekraf itu. Dave berharap upaya itu bisa membantu industri gim lokal semakin kuat. Dia berharap dalam 3–5 tahun pasar gim di Indonesia bisa makin bersahabat bagi developer lokal. Sebab, jika angka pertumbuhan gim lokal mandek, supply talent profesional gim di Indonesia terhambat. Akibatnya, para talent itu bisa memilih bekerja di industri lain atau, hijrah ke perusahaan luar yang lebih stabil. Industri gim di Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi perusahaan luar.

“Sekarang, Agate bersama perusahaan gim lokal lainnya sedang mempersiapkan beberapa inisiatif untuk memastikan angka pertumbuhan tersebut semakin meningkat. Misalnya, meningkatkan jumlah investasi per proyek dengan tujuan produksi semakin besar dan kualitas meningkat atau memperbanyak studio lokal untuk menghimpun lebih banyak lagi developer berkualitas dalam negeri,” ujarnya. [VTO]

Peserta Game Connection America 2018

Lentera Nusantara

Membawa gim Ghost Parade ke Game Connection America 2018. Gim ini dimaksudkan untuk mengedukasi anak-anak untuk tidak takut terhadap hantu. Berdiri pada 2016.

Assemblr

Sebuah platform content creation berbasis augmented reality (AR) dan geolocation.

Semisoft

Perusahaan game developer yang dikenal dengan gim Legrand Legacy-nya. Punya visi, membuat video game dengan ide yang orisinal dikemas dalam konsep pop culture.

Megaxus

PT Megaxus Infotech adalah perusahaan publisher dan game developer yang sudah berdiri sejak 2006. Gim yang terkenal dari Megaxus dalah AyoDance.

Agate Studio

Developer yang sudah malang melintang di industri gim sejak 2007. Resmi berdiri pada 2009. Sudah banyak melahirkan banyak gim.

 

Lyto

Disebut sebagai pionir penerbit gim daring Indonesia. Gim rilisan mereka yang paling fenomenal adalah Ragnarok Online. Perusahaan ini berdiri pada 2003.

Tinker Games

Gim Cookies Café dan Pale Blue menjadi sedikit dari banyak gim yang sudah diproduksi studio asal Bandung, Jawa Barat ini. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 2011.

Gudang Voucher

Pionir penyedia jasa voucer gim daring yang berdiri sejak tahun 2003. Situs ini membantu memudahkan gamers membeli voucer berbagai gim terkenal.

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 7 April 2018