Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kesepakatan global ditargetkan tercapai pada 2030. Tujuannya secara umum adalah mewujudkan kesejahteraan dunia, termasuk Indonesia. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya partisipasi dan kolaborasi semua pihak untuk mendukung agenda besar ini.
SDGs diterjemahkan secara resmi ke dalam bahasa Indonesia sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). TPB memiliki 17 tujuan, 169 target, dan 244 indikator terukur. Tujuan-tujuan itu adalah tanpa kemiskinan; tanpa kelaparan; kehidupan sehat dan sejahtera; pendidikan berkualitas; kesetaraan gender; air bersih dan sanitasi layak; energi bersih dan terjangkau; pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; industri, inovasi, dan infrastruktur; berkurangnya kesenjangan; kota dan permukiman yang berkelanjutan; konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab; penanganan perubahan iklim; ekosistem lautan; ekosistem daratan; perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh; serta kemitraan untuk mencapai tujuan.
Tujuan-tujuan itu dikelompokkan ke dalam empat pilar, yaitu pembangunan sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola. Klasifikasi ini dibuat untuk mempermudah pengelolaan, meski dalam pelaksanaannya tetap saling terkait.
“SDGs menawarkan konsep keberlanjutan yang sudah mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, lingkungan hidup, dan tata kelola. Konsepnya, tidak ada pertumbuhan ekonomi yang akan berkelanjutan kalau tidak ada perlindungan lingkungan hidup dan tidak ada dukungan dari sosial atau masyarakat. Sebaliknya, tidak ada upaya menjaga lingkungan hidup yang berkelanjutan kalau tidak ada kegiatan ekonomi yang cukup maupun tidak menyejahterakan masyarakat. Adanya keterkaitan ini membuat SDGs menurut saya sangat tepat untuk Indonesia, yang memang punya tingkat kompleksitas sendiri,” ujar Bambang ketika ditemui di kantornya, Selasa (19/2/2019).
Dalam pelaksanaan TPB, Indonesia memegang prinsip pembangunan yang universal, terintegrasi, dan tidak ada satu pun yang tertinggal (no one left behind). Indonesia berupaya mengikuti konsep penerapan TPB yang ideal, yaitu menjadikan TPB bagian utama dalam perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, TPB tidak terpisahkan dari agenda nasional.
Pemerintah pun telah menyusun berbagai instrumen untuk mengawal rencana-rencana TPB. Target-target TPB diarusutamakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, dan akan diteruskan di RPJMN 2020–2024.
Presiden Republik Indonesia juga telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Perpres ini sekaligus memberikan mandat kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas sebagai Koordinator Pelaksana TPB di Indonesia.
Dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) TPB juga telah dirampungkan dan sebagian provinsi telah memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) SDGs yang dapat menjadi pegangan pelaksanaan SDGs. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas kini sedang menyusun Peta Jalan (Road Map) TPB yang ditargetkan selesai tahun ini. Peta Jalan TPB bermanfaat sebagai acuan target pembangunan Indonesia sampai 2030 nanti, yang akan dijabarkan dalam dokumen RPJMN semasa periode pelaksanaan TPB.
Dorong SDGs Center
Partisipasi aktif semua pemangku kepentingan adalah kunci pelaksanaan TPB. Pemerintah, akademisi, pelaku usaha, filantropi, serta organisasi-organisasi masyarakat perlu saling bekerja sama dan mengisi peran untuk tujuan tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
Saat ini telah ada 108 organisasi nonpemerintah yang mencantumkan Rencana Kerja SDGs di dalam RAN 2017–2019, baik di bidang sosial, ekonomi, lingkungan, dan tata kelola. Kalangan filantropi dan bisnis yang terdiri atas 15 asosiasi telah membentuk Forum Komunikasi dan Bisnis Indonesia untuk SDGs (FBI4SDGs). Pihak swasta juga telah mengarusutamakan SDGs dalam kegiatannya. Perusahaan Astra misalnya, mengembangkan energi terbarukan, bermitra dengan petani lokal, dan melakukan efisiensi energi.
Keterlibatan akademisi dan universitas juga vital. Peran penting dari universitas dalam TPB antara lain menjadi pusat unggulan (center of excellence) di bidang keilmuan sesuai dengan kompetensi intinya, mengarusutamakan SDGs dalam proses pendidikan/pengajaran, menjadi mitra pemerintah pusat dan daerah serta pemangku kepentingan lain dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan TPB, serta membantu menyusun RAD TPB.
Konferensi Tahunan SDGs Desember tahun lalu, Menteri PPN juga menyebutkan, pemerintah ke depannya akan terus mendorong SDGs Center di berbagai perguruan tinggi. Kontribusi SDGs Center ini dikaitkan langsung dengan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam hal pendidikan, peran SDGs Center antara lain pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, peningkatan kapasitas, dan mobilisasi generasi muda. Pada darma yang berhubungan dengan penelitian, SDGs Center dapat menjadi wadah yang kompeten untuk penelitian terkait SDGs, baik yang interdisipliner maupun transdisipliner; serta riset untuk menghasilkan inovasi dan solusi terkait masalah tertentu.
“Dalam hal pengabdian kepada masyarakat, kita harapkan SDGs Center di universitas paling tidak membantu pemerintah setempat untuk bisa menerjemahkan SDGs ke dalam kebijakan secara lokal sehingga nantinya SDGs menjadi mainstream di semua RPJMP. Tentunya, harus ada yang mengawal dan membimbing. Kami harapkan SDGs Center ini dapat menjadi perpanjangan tangan untuk berinteraksi lebih dalam dengan pemerintah daerah,” jelas Bambang.
Saat ini, SDGs Center sudah terbentuk di beberapa universitas, seperti Universitas Padjajaran, Universitas Bengkulu, Universitas Jember, Universitas Mataram, IPB, ITB, dan Universitas Hasanuddin. Melalui peran, kontribusi, dan kolaborasi SDGs Center dengan mitra maupun konsorsium lembaga penelitian, diharapkan perguruan tinggi dapat memperkuat proses penyusunan kebijakan dan melakukan advokasi dalam pelaksanaan TPB.
“SDGs Center mestinya menjadi suatu wadah yang sengaja dibentuk universitas untuk bisa menciptakan keterkaitan ilmu. Setiap kali mempromosikan SDGs Center, saya selalu bilang, ini kesempatan emas bagi universitas untuk menyatukan ego-ego fakultas atau jurusan ke dalam satu tujuan, yaitu SDGs,” tambah Bambang.
Inovasi pembiayaan
Pelaksanaan rencana-rencana SDGs membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Mengutip opini bertajuk “Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan” yang ditulis Menteri PPN di koran ini (20 Desember 2018), UNCTAD (2014) memperkirakan kebutuhan pembiayaan oleh semua negara di dunia ini untuk mencapai target-target SDGs adalah 3,8 triliun dollar AS per tahun. Namun, pembiayaan yang tersedia rata-rata setiap tahun untuk pembangunan saat ini adalah 1,4 triliun dollar AS, sehingga ada kesenjangan pembiayaan 2,5 triliun dollar AS per tahun.
Oleh karena itu, dibutuhkan sumber lain dan cara-cara baru untuk mendukung pencapaian pelaksanaan TPB. Ini dapat diisi dengan kontribusi swasta dan masyarakat.
“Cara pembiayaan yang sekarang sedang menjadi pembicaraan secara global adalah blended finance. Jadi, pembiayaan ini sifatnya campuran, bisa multiple sources dan multiple instrument,” tutur Menteri PPN.
Multiple sources berarti sumbernya bisa dari berbagai pihak. Sementara multiple instrument menggabungkan berbagai instrumen, seperti hibah, investasi, atau pinjaman. Lewat cara ini, kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembiayaan SDGs juga semakin besar.
“Konsep blended financing kami yakini akan menjadi arus utama dalam pembiayaan SDGs ke depan sampai 2030. Konsep ini termasuk baru dan tentunya kita merasa beruntung karena dengan adanya SDGs, kita tahu bahwa masyarakat juga ternyata memiliki keinginan sangat besar untuk ikut terlibat menangani masalah pembangunan karena mereka sadar itu permasalahan mereka juga,” kata Bambang.
Terkait pembiayaan ini, Bappenas juga berperan sebagai SDGs Financing Hub. Tugasnya, menyinergikan pembiayaan TPB oleh para pihak, kemudian mengarahkan sumber dan instrumen-instrumen pembiayaan ini ke kegiatan yang terkait langsung dengan tujuan-tujuan dalam TPB.
SDGs Financing Hub juga terhubung dengan Innovative Financing Lab yang diinisiasi United Nations Development Program (UNDP). Innovative Financing Lab akan lebih dititikberatkan untuk mengembangkan dan menemukan model-model pembiayaan baru nonkonvensional melalui serangkaian uji coba yang dilakukan bersama-sama dengan para pihak yang terlibat.
“Kami upayakan supaya Innovative Financing Lab bisa membantu Bappenas, terutama sebagai SDGs Financing Hub, untuk bisa memberi pertimbangan kira-kira instrumen apa yang paling cocok jika ingin menggalang dana terkait isu tertentu. Kami harapkan inovasi dalam pembiayaan ini bisa muncul melalui Innovative Financing Lab,” jelas Bambang.
Innovative Financing Lab telah menghasilkan beberapa inisiatif yang efektif dan mampu menjaring keterlibatan masyarakat secara lebih luas. Contohnya, UNDP mengombinasikan zakat dan dana CSR dari Bank Jambi untuk mengembangkan fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) pada dua kabupaten di Provinsi Jambi. PLTH ini akan menyediakan energi bersih dan terjangkau untuk lebih dari 8.000 penduduk. Ini juga membantu mereka memiliki upah yang berkelanjutan.
Bentuk inovasi lain misalnya penandatanganan kerja sama antara UNDP dan Kabupaten Musi Banyuasin untuk mengembangkan dana abadi (sovereign wealth fund) dan memanfaatkan pembiayaannya dari industri ekstraktif untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dua hal tersebut hanyalah sedikit contoh dari bagaimana Innovative Financing Lab dan Bappenas sebagai Financing Hub bekerja untuk mencari model pembiayaan paling cocok untuk TPB.
Pentingnya kontinuitas
Bappenas sedang menyusun peta jalan menuju target tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan pada 2030. Dibutuhkan langkah strategis dan tahapan-tahapan untuk mewujudkan hal itu, termasuk prioritas jangka pendek.
“Road map sampai sekarang masih dalam penyelesaian. Tetapi bayangan saya begini, mungkin boleh saya katakan goal untuk penurunan kesenjangan, yaitu goal nomor 10, menjadi tujuan akhirnya. Karena saling berkaitan satu sama lain, kita ingin goal dalam SDGs itu hasil akhirnya adalah pemerataan yang lebih baik. Untuk mencapai pemerataan yang lebih baik, tentunya harus didukung dengan, misalnya upaya untuk menuntaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjaga lingkungan hidup. Jadi, kalau dalam jangka pendek seperti itu. Jangka panjangnya, tentu kita berharap SDGs 2030 bisa kita capai untuk seluruh tujuan, target, dan indikator yang mendukung,” jelas Menteri PPN.
Menurut Bambang, tantangan utama pencapaian SDGs adalah kontinuitas pelaksanaan pembangunan. Dengan sistem demokrasi, masa pemerintahan adalah 5 tahun, paling lama 10 tahun.
Padahal, target SDGs sudah mulai pendek, tinggal 11 tahun. Secara praktis, waktu Indonesia tinggal 2 pemerintahan. Dalam sisa waktu ini, tidak boleh lagi ada semacam jeda menghambat kita mendekati SDGs.
“Yang paling penting adalah meyakinkan pemimpin-pemimpin berikutnya, supaya mereka melihat ujungnya adalah pada pencapaian SDGs-nya dan fokus pada bagaimana mencapainya. Roadmap menjadi sangat urgen karena SDGs tidak bisa dilakukan tanpa kontinuitas. Dan, jangan lupa “S” di situ adalah sustainability. Jadi, tanpa ada keberlanjutan, sulit mencapai tujuan pembangunan yang ideal,” tutur Kepala Bappenas ini.
Peta Jalan TPB direncanakan selesai tahun ini. Itu akan menjadi panduan untuk RPJMN berikutnya, serta seluruh langkah strategis untuk mewujudkan cita-cita pembangunan berkelanjutan.
Foto: Iklan Kompas/ Iwan Andryanto.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 Maret 2019.