Implementasi sistem zonasi pendidikan menjadi isu hangat sehubungan dengan akan diselenggarakannya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akan dimulai Mei mendatang. Dalam PPDB, penerapan sistem zonasi mengatur tentang calon peserta didik untuk bersekolah di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing. Kebijakan ini pun menjadi salah satu dari enam isu penting yang didiskusikan dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 (RNPK) yang berlangsung pada 11–13 Februari 2019 di Bojongsari, Depok.

Kebijakan sistem zonasi pendidikan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun ajaran 2019/2020 yang memperbarui peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur PPDB pada tahun ajaran 2018/2019.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa PPDB 2019 merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang sudah dikembangkan. Zonasi pendidikan ini dimaksudkan untuk percepatan pemerataan akses dan kualitas pendidikan nasional.

“Sistem zonasi ini akan menjadi cetak biru yang digunakan oleh Kemdikbud dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di pendidikan, khususnya di sektor pendidikan formal dan nonformal. Kemudian juga untuk mencari formula penyelesaiannya. Sekaligus juga mencari jalan penyelesaian masalah-masalah itu secara terintegrasi, secara menyeluruh,” terang Mendikbud.

Selain itu, dengan adanya sistem zonasi pendidikan ini, Kemdikbud berupaya menghapus adanya sekolah favorit dengan menerapkan sistem zonasi agar masyarakat tidak lagi sibuk ingin memasukkan anaknya ke sekolah favorit.

“Selama 50 tahun ini, masalah pemilihan sekolah di Indonesia kuat dengan stigma sekolah favorit. Dengan adanya sistem zonasi pendidikan ini, kami harapkan hal itu dapat dihapuskan,” ujar Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang saat RNPK 2019 di Bojongsari, Depok, Selasa (12/2/2019).

Zonasi tidak hanya digunakan untuk mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, tetapi juga mencegah penumpukan guru berkualitas di suatu sekolah, menghilangkan eksklusivitas, dan mengintegrasikan pendidikan formal dan nonformal.

Untuk memberikan bantuan nantinya juga akan berdasarkan sistem zonasi, sehingga bantuan bisa terpetakan dan terarah. Dengan sistem zonasi itu, anggaran bisa difokuskan untuk kesejahteraan guru, peningkatan pelatihan guru, dan anggaran untuk afirmasi.

Kuota

Penerapan kuota berperan penting dalam melaksanakan kebijakan sistem zonasi. Pada tahun ajaran tahun ini, PPDB dilaksanakan melalui tiga jalur, yakni zonasi (kuota minimal 90 persen), prestasi (kuota maksimal 5 persen), dan perpindahan orangtua peserta didik (kuota maksimal 5 persen).

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menyatakan, Dinas Pendidikan baik Kabupaten/Kota dan Provinsi dapat berembuk bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk menyusun prakiraan jumlah siswa yang masuk ke sekolah/madrasah, ataupun kejar paket di suatu zona. Dengan demikian, target wajib belajar 12 tahun dapat lebih mudah dicapai.

Kuota paling sedikit 90 persen dalam jalur zonasi termasuk kuota bagi peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu dan/atau anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Adapun peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan bukti keikutsertaan Peserta Didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Sesuai pasal 23 Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, sistem zonasi diterapkan di semua wilayah, kecuali di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) karena faktor geografis yang sukar. Selain itu, tidak diterapkan pada sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah swasta, sekolah berasrama dan satuan pendidikan kerja sama yang mengombinasikan kurikulum nasional dengan internasional.

Regulasi PPDB untuk tahun ajaran 2019/2020 ini terbit lima bulan sebelum pelak­sanaan PPDB. Dengan demikian, dikatakan Mendikbud, pemerintah daerah dapat me­nyiapkan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) dengan lebih baik, dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi kepada sekolah dan masyarakat.

Saat Taklimat Media RNPK 2019 (12/2), Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah menyampaikan, untuk tahun lalu kota Malang menentukan kuota zonasi pendidikan dengan jumlah, yaitu total zona wilayah 100 persen dengan pembagian siswa prasejahtera 30 persen, wilayah domisili 30 persen, luar kota Malang 5 persen, dan jalur reguler 35 persen.

“Sementara untuk tahun ini jika mengikuti pembagian kuota baru, yaitu 90 persen, maka setelah RNPK ini, kami akan menghadap wali kota untuk membuat laporannya sehingga juknis dan juklak zonasi pendidikan Kota Malang tahun ini masih dalam proses penyesuaian. Tapi, tentu sebenarnya kami mengharapkan kuota zonasi pendidikan ini dapat disesuaikan dengan kondisi daerah yang ada. Masing-masing daerah kan berbeda kondisinya, maksudnya kondisi persebaran sekolah per zonasinya,” terang Zubaidah.

Melansir Kemdikbud.go.id, dalam proses PPDB, Kemdikbud kembali mengingatkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik. Sekolah juga dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB.

Pada pasal 38, Dinas Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/Kota wajib memiliki dan mengumumkan kanal pelaporan untuk menerima laporan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB. Masyarakat pun dapat mengawasi dan melaporkan pelanggaran dalam pelaksanaan PPDB melalui laman http://ult.kemdikbud.go.id.

Rembuk Nasional

Staf Ahli bidang Inovasi dan Daya Saing Kemdikbud Ananto Kusuma Seta menyampaikan tema RNPK 2019 sama dengan tahun lalu, yaitu “Meningkatkan Pendidikan, Memajukan Ke­budayaan”. Diharapkan dengan tema ini, seluruh peserta yang terdiri atas semua pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan dapat bersinergi dalam membuat strategi ke depan dalam menyukseskan program-program yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan dan kebudayaan.

“Dengan tema tersebut, beberapa isu strategis terkait pendidikan dan kebudayaan menjadi pokok bahasan dalam RNPK. Selain itu, berbagai rekomendasi yang akan dihasilkan dari RNPK 2019 akan menjadi dasar dari platform Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJMN) 2020–2045,” ujar Ananto yang juga bertindak sebagai Ketua Steering Committee RNPK 2019. [ACH]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 Februari 2019.