Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan, kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama.
Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Dengan diluncurkannya Program Literasi Digital Nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri; saat jaringan internet sudah tersedia, harus diikuti kesiapan-kesiapan penggunanya agar manfaat positif internet dapat dioptimalkan untuk membuat masyarakat semakin cerdas dan produktif.”
Dalam rangka mendukung Program Literasi Digital Nasional, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk meluncurkan Seri Modul Literasi Digital yang memfokuskan pada empat tema besar; Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital. Diharapkan dengan adanya seri modul ini, masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Proses sosialisasi dan pendalaman Seri Modul Literasi Digital dilakukan dalam ranah media digital pun, dalam bentuk seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang menjangkau sebanyak 514 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Pada Rabu (23/6/2021), webinar dengan tema “Dampak Teknologi Terhadap Perkembangan Anak” diselenggarakan khusus bagi 14 Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Denisa N Salsabila – Kaizen Room (Digital Ethics), Sigit Widodo – Internet Development Institute (Digital Culture), Eka Y Saputra – Web Developer dan Konsultan Teknologi Informasi (Digital Safety), dan Dr Ida Ayu Putu Sri Widnyani SSos MAP – dosen Universitas Ngurah Rai, IAPA (Digital Skills).
Konten negatif
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Denisa N Salsabila, membuka webinar dengan memaparkan, konten negatif atau konten ilegal di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2016, dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.
“Sementara hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya, berbeda dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun april mop. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah,” tutur Denisa.
Saat ini hoaks tersebar juga melalui situs web (34,90 persen), Whatsapp, Line, Telegram (62,80 persen), Facebook, Twitter, Instagram, dan Path (92,40 persen). Menghindari hal tersebut Denisa mengatakan, diperlukan etika dalam komunikasi di ruang digital, dengan menggunakan kata kata yang layak dan sopan.
“Waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), pornogafi dan kekerasan. Menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber. Membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan. Mari bersama memperluas literasi digital!”
Sementara itu, Sigit Widodo menjelaskan, teknologi dan perkembangannya, bila digunakan dengan benar dapat memberikan efek yang sangat positif bagi perkembangan anak.
“Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan manusia untuk mengidentifikasi informasi kunci yang terkubur dalam sekelompok karakter dan rangsangan visual karena teknologi yang menyatu dalam kehidupan kita,” ungkapnya.
Untuk itu ia berpesan agar orang tua perlu mengenali anaknya. “Mulai dari lingkungan, teman, serta apa saja yang dikerjakan oleh anak,” jelasnya.
Pola didik anak
“Pada zaman digital seperti sekarang, orang tua mulai menjauhi pola mendidik anak dengan cara otoriter, namun lebih terbuka. Mendidik anak di era digital bisa dilakukan dengan dampingi anak saat bergawai, seleksi konten yang sesuai anak, memahami media, dan pahami hal-hal positif dan negatif sebuah media,” paparnya.
Eka Y Saputra memaparkan, terdapat risiko keamanan dari teknologi informasi bagi tumbuh kembang anak. Salah satu risiko negatifnya adalah cyberbullying atau perundungan di dunia maya. “Bentuk cyberbullying yaitu penghinaan, fitnah, umpatan, ancaman, impersonalisasi/curi identitas, pengucilan, hingga pelecehan seksual,” ujar Eka.
Bahkan, di internet sering berkeliaran predator siber yaitu perilaku eksploitasi/pelecehan, seksual, psikis, finansial, oleh psikopat/kriminal. Biasanya mereka mencari mangsa melalui medsos/ messaging/gim, dengan target underage (anak/remaja).
“Bentuk cyber predatory yaitu sexting percakapan mengarah hubungan seks, sextortion paksa dan mengancam untuk lakukan hubungan seks, setor konten porno, rampas uang/material berharga, hingga menyebarluaskan konten porno untuk mempermalukan,” katanya.
Sebagai bentuk mitigasi risiko kejahatan siber bagi anak, bisa dilakukan dengan perhatian dan komunikasi intensif, aktifkan fitur child protection, ajarkan etika siber, perbanyak aktivitas luring, dan kenalkan kanal pendampingan.
Dr Ida Ayu Putu sebagai pembicara terakhir mengatakan, meskipun aplikasi media digital mempunyai ketentuan usia penggunanya, namun dalam praktiknya saat ini anak-anak dari berbagai usia, pendidikan, latar belakang sosial maupun wilayah, juga lincah berselancar di media sosial dengan gawai yang mereka miliki.
“Penggunaan aplikasi media sosial pada anak-anak hingga saat ini masih menjadi perhatian tersendiri bagi para penggiat literasi digital. Karena kelompok anak-anak merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai kejahatan digital di dunia maya,” ucapnya.
Banyak kasus yang mengancam keselamatan terhadap anak di bawah umur yang terjadi, karena disebabkan oleh ketidaktahuan dan kemampuan menggunakan media sosial dengan baik dan benar.
Lantas, bagaimana cara mencegah dan mengatasi ancaman keselamatan pada anak saat menggunakan media digital? Definisi anak-anak dilekatkan pada seseorang yang berusia 0 hingga 18 tahun.
“Seorang anak dinilai belum memiliki kemampuan untuk mebentengi diri dari berbagai efek buruk termasuk dalam mengkonsumsi pesan yang disiarkan melalui berbagai media, sehingga masih diperlukan pengawasan orang tua,” ujarnya.
Penggunaan teknologi digital yang tepat tertentu saja akan membawa positif, sebaliknya jika digunakan dengan tidak tepat maka akan membawa negatif bagi penggunaannya. Di Indonesia, pengguna teknologi digital cukup tinggi terutama penggunaan gawai untuk mengakses internet khususnya mesia sosial. “Jika digunakan secara baik mesin digital adalah sumber pengetahuan tak terbatas.”
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta menanyakan, bagaimana cara memantau anak agar terhindar dampak buruk dari dunia digital, dan apa ada aplikasi khusus untuk memantau ponsel anak?
Menjawab hal tersebut, Ida Ayu memberi tips agar jangan membiarkan anak bisa mengakses semua menu dan fitur yang ada di aplikasi.
“Misal untuk media sosial, batasi penggunaannya aman untuk si kecil. Jika ingin bermain gim, pilihkan jenis gim yang aman dan edukatif. Batasi akses play store yang memungkinkan anak mengundung aplikasi apa saja, dan buat kesepakatan dengan anak.”
Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, Literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.
“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.
Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital, sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.