Dalam 20 tahun terakhir telah terjadi perubahan dari manual menjadi digital. Untuk itu, diperlukan etika digital sebab setiap tahun pengguna internet meningkat, dan netizen memiliki latar belakang berbeda, sehingga harus ada batasan tertentu agar dapat memberikan serta menerima konten kreatif dan positif di internet. Kita juga harus menyadari bahwa kini sedang berada di pola pencampuran berkomunikasi, sehingga harus sadar akan kemungkinan tersebarnya pesan yang kita sampaikan dengan sangat cepat. Terkait dengan itu, kita juga perlu mendalami mengenai rekam jejak digital pribadi masing-masing, yang tentunya termasuk dalam kompetensi literasi digital.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Positif, Kreatif, dan Aman di Internet”. Webinar yang digelar pada Selasa, 14 September 2021, pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Yudha Wirawanda, SIKom, MA (Staf Pengajar Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta & Japelidi), Achmad Uzair (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Erwan Widyarto (Mekar Pribadi, Penulis & Jurnalis), Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, ST (Digital Designer & Photographer), dan Fajar Gomez (Aktor, Host TV & Komedian) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Yudha Wirawanda, SIKom, MA menyampaikan informasi penting bahwa “Tidak semua informasi yang diterima benar dan positif. Sama hal dengan hal-hal yang ditemui di ruang digital tidak selalu baik, seperti kejahatan di ruang siber yang dapat berimplikasi di ruang nyata, sehingga pentingnya pemahaman akan kecakapan teknologi. Dalam mengetahui dan memahami internet, kenali perangkat beserta jaringan dan koneksi internet yang tersedia. Penyalahgunaan data sudah lazim dilakukan untuk merugikan di bidang material dan non-material. Generasi muda sebagai digital native perlu pengembangan pemahaman digital terutama mengenai keamanan digital. Bagi pengguna lansia diperlukan pemahaman untuk menjembatani celah atau gap pemahaman teknologi dan bisa mengejar ketinggalan mereka dalam kecakapan digital. Para pengguna perempuan bisa dikembangkan kompetensi diri dan dikaitkan pada perilaku positif dan produktif. Untuk pengguna difabel pelatihan penggunaan fitur-fitur khusus di media sosial dan aplikasi percakapan yang ramah difabel.”
Fajar Gomez selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa bagi masyarakat yang tidak memiliki usaha, harus tetap berusaha untuk produktif dengan membuat konten yang positif atau setidaknya tetap bergerak dengan berolahraga. Konten yang ingin ditampilkan pastinya untuk menghibur dan beredukasi, karena menciptakan konten harus kreatif untuk bisa langsung menggaet perhatian netizen. Kita harus berliterasi digital terlebih dahulu untuk mampu menyaring informasi sebelum membagikannya ke audiens. Ia katakan bahwa semua manusia memiliki hak untuk melakukan sesuatu, tetapi sebaiknya jangan menyalahgunakan hak tersebut untuk mengujarkan hal-hal negatif seperti hoaks dan hate speech, karena itu menunjukkan kurangnya literasi digital mereka. Bagi content creator, harus pandai dalam hal menciptakan konten yang positif, pun yang sama dengan kebanyakan netizen sebagai penikmat konten untuk lebih bisa lebih bijak dalam menelaah konten yang ada. Hindari hal-hal yang tidak bermanfaat dan memblokir atau melaporkan akun-akun yang terus menyebarkan hal-hal tersebut.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Maghfur Al Mubarok menyampaikan pertanyaan “Maraknya aplikasi sosial media mulai terkenal di kalangan rakyat seperti halnya Shopee, Tokped, dan lainnya. Namun di lain pihak, ada juga yang memanfaatkan platform tersebut untuk hal penipuan. Dari hal tersebut, kemungkinan besar masyarakat yang masih awam teknologi mulai tertarik dan terjebak di penipuan tersebut. Jadi, bagaimana pencegahan dan mindset yang perlu ditanamkan, baik bagi yang masih awam teknologi maupun tidak?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Yudha Wirawanda, SIKom, MA, bahwa “Kejadian tersebut memang tidak bisa selalu dihindari, karena kejahatan di lokapasar bisa dilakukan berasal dari penjual dan juga pembeli. Harus terdapat regulasi yang dapat menyikapi kejahatan tersebut oleh tiap lokapasar yang digunakan. Platform penyedia lokapasar dapat menyaring identitas penjual dan pembeli, sehingga tidak langsung lepas tangan ketika ada masalah yang terjadi. Harus terjamin juga identitas penjual dan pembeli tersebut, terutama dalam mengusut pelaporan kejahatan atau penipuan. Bagi penjual dan pembeli bisa dilihat dari akun masing-masing, misal apakah sudah terverifikasi di platform tersebut, serta riwayat dan rating akun, dan lain sebagainya. Walaupun begitu, riwayat tersebut dapat dimanipulasi juga. Perlu adanya sosialisasi atas kesadaran untuk bisa menghentikan kejahatan tersebut.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.