Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Generasi yang Makin Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 3 September 2021 di Kota Cilegon, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Ida Ayu Putu Sri Widnyani SSos MAP (Dosen Universitas Ngurah Rai), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jendral Soedirman), Dr Santo Dewatmoko ST MM MA (pebisnis, akademisi, investor, pemerhati kebijakan publik), dan Rhesa Radyan P (Kaizen Room).
Ida Ayu Putu membuka webinar dengan mengatakan, saat ini semua serba digital aktivitas yang kita lakukan banyak menggunakan media digital. “Semua seakan dalam genggaman. Saat ini memperoleh informasi sangat mudah. Media digital wajib ada di sekolah, akan menambah pengetahuan. Media sosial hadir sebagai bagian dari perkembangan internet.”
Menurutnya, kehadirannya media digital menawarkan cara berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan mudah dan baru, dengan dukungan fitur yang menarik. Saat ini, jumlah pengguna internet di Indonesia didominasi oleh kalangan remaja sehingga dampaknya sangat banyak dirasakan remaja.
“Untuk itu diperlukan literasi digital, yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab,” ujarnya.
Santo Dewatmoko menambahkan, perkembangan era digital saat ini ditandai dengan semakin masifnya penetrasi media sosial dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, politik, budaya, dan pertahanan keamanan.
“Selain literasi digital, juga diperlukan digital ethic, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Beberapa etika yang harus diperhatikan generasi muda dalam bermedia digital, yakni ingatlah keberadaan orang lain, berpikir terlebih dulu sebelum berkomentar, gunakan bahasa yang sopan dan santun, menjadi pembawa dalam diskusi yang sehat, bagilah ilmu dan keahlian, serta hormati privasi orang lain.
Dwiyanto Indiahono turut menjelaskan, Indonesia termasuk negara yang paling ramah dalam dunia nyata, tetapi dalam dunia maya sebaliknya Indonesia termasuk negara yang paling tidak sopan.
“Maka hal tersebut menjadi pelajaran untuk kita supaya menjaga jari jemari kita didunia digital,” ujarnya. Dwiyanto mengatakan, pentingnya membangun citra positif, yakni hanya posting konten yang bermanfaat, menginspirasi, memotivasi, memberi solusi, menjalin silaturahmi, dan membuat jejaring dengan cara yang santun.
“Mari membangun budaya digital yang baik melalui cara berkumpul dengan komunitas yang baik, saring informasi, tenangkan diri dan berpikir jernih dalam membuat konten, posting/sharing konten valid, bermanfaat, serta sampaikan secara santun,” paparnya.
Sebagai pembicara terakhir, Rhesa Radyan mengatakan, karakteristik masyarakat digital atau digital society adalah cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, dikarenakan tersedianya beberapa opsi. Lalu senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial.
“Selanjutnya terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari, masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten/informasi yang diinginkan. Tidak ragu untuk men-download dan upload, merasa tidak eksis bila tidak meng-upload. Berinteraksi di media sosial,” katanya.
Maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital dan data pribadi kita. Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, belajar, mencari hiburan, transaksi secara daring mulai menjadi kebiasaan baru.
Sayangnya, kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital. Untuk itu, diperlukan digital safety yang merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut.
Dalam sesi KOL, Ayu Rachmah menjelaskan bahwa penting sekali untuk mengetahui literasi digital. “Kita harus memiliki skill ataupun kemampuan dalam dunia digital, karena adanya literasi digital ini maka mempermudah mengetahui hal-hal di dunia digital, dan meminimalisasi hal-hal buruk.”
Salah satu peserta bernama Azira menanyakan, di usia berapa sebaiknya orangtua memberikan fasilitas digital kepada anak dan apa saja sosial media yang sebaiknya digunakan di usia tersebut?
“Menurut artikel yang saya baca maka yang boleh bermain digital atau diperkenalkan digital adalah usia 2 tahun, tetapi tetap harus didampingi, dan ada batasan waktunya yaitu maksimal 2 jam sehari, dan sesuai dengan apliakasinya yang boleh diakses sesuai umur,” jawab Ida Ayu.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Cilegon. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]