Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Bijak Kenal UU ITE, Jaga Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 29 Juli 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ilham Faris (Kaizen Room), I Komang Sumerta SE MM (Dosen FEB Universitas Ngurah Rai), Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh tarbiyahislamiyah.id), dan Btari Kinayugan (Kaizen).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Ilham Faris membuka webinar dengan mengatakan, UU ITE Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum.
“Salah satu konten negatif atau konten ilegal yang dimaksud dalam UU ITE adalah berita bohong atau hoaks, yang artinya adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” jelasnya.
Ia menambahkan, agar masyarakat waspada terhadap konten negatif, termasuk hoaks, ujaran kebencian (hate speech) dan cyberbullying. Adapun jenis kesalahan informasi, yakni misinformasi atau informasi salah tapi tidak sengaja menyebabkan kekacauan.
Lalu disinformasi, yaitu informasi salah dan sengaja dibuat untuk menimbulkan kekacauan; serta malinformasi yang merupakan peristiwa benar terjadi tapi digunakan untuk menimbulkan kekacauan.
“Konten yang baik belum tentu benar, nggak semua konten yang benar pantas disebar. Konten yang benar belum tentu bermanfaat. Ingatlah, jejak digital mungkin saja tidak akan bisa dihapus. Sampaikan dengan bijak, sopan, dan santun serta mengikuti etika sekaligus peraturan yang berlaku,” pesan Ilham.
I Komang Sumerta menambahkan, langkah-langkah untuk menghindari hoaks yaitu dengan cara cek sumber berita, berbagi informasi, jangan terprovokasi, bandingkan informasi, dan perbanyak membaca.
“Lakukan etika bijak di media sosial. Jauhi drama medsos, jangan oversharing. Pahami bahwa jejak digital dapat menentukan masa depan. Follow akun yang tepat, lakukan detoks medsos secara berkala, jangan menyebarkan masalah pribadi yang lagi dialami dan jangan menyebarkan foto-foto yang bersifat privasi,” paparnya.
Ridwan Muzir turut menjelaskan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), dan surat elektronik.
“Sementara transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan atau media elektronik lainnya. Hati-hati di internet. Jangan posting kalau lagi emosi, hindari bicara SARA, jangan memakai kata kasar, jauhi konten porno dan kekerasan, saring sebelum sharing,” katanya.
Sebagai pembicara terakhir, Btari Kinayugan menjelaskan bahwa jejak digital yang kita tinggalkan bisa berbentuk riwayat pencarian, pesan teks, foto dan video, foto dan video yang di-tag, serta lokasi yang kita kunjungi dengan GPS.
“Selain rekam jejak digital, pengguna internet perlu juga mengamankan identitas digital, dan data pribadi,” katanya. Untuk itu, Btari mengingatkan untuk berhati-hati dengan apa yang kita unggah atau kita bagikan.
“Mengamankan data pribadi bisa dilakukan dengan selalu gunakan password, baik untuk perangkat keras ataupun platform media digitalmu. Atur setting privasi, ambil kendali atas siapa yang bisa mengakses konten yang kamu upload. Saring sebelum sharing, daripada atur siapa yang lihat kontenmu, lebih baik atur apa yang kamu upload,” ujarnya.
Dalam sesi KOL, Juliet Georgiana mengatakan, dampak positif dalam berinternet yakni memperluas koneksi. Lalu juga dapat membuka ladang pekerjaan dengan adanya media sosial.
“Negatifnya banyak banget berita-berita yang belom pasti kebenerannya. Pentingnya juga UU ITE dan kemampuan literasi digital. Intinya dari kita, sebab kalau mau meng-handle orang agak susah. Kita kasih edukasi ke keluarga agar jangan percaya sumber yang tidak jelas, make sure buka web yang ada gemboknya,” ungkapnya.
Salah satu peserta bernama Syifa Izabath menanyakan, apakah UU ITE dengan persoalan menyampaikan pendapat di medsos bertentangan dengan sistem demokrasi?
“Orang kadang lupa demokrasi itu bagaimanapun caranya kita harus tau kita ini negara berbudaya, jangan ngomong kasar dan itu bukan demokratis. Kita harus tahu demokrasinya dan kita harus tahu untuk menyebar informasi benar atau tidak asal-asalan dan tahu etika. Berpendapat tetap harus di ranah yang baik bukan bertentangan dengan UU ITE,” jawab Ilham.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]