Orangtua mana yang tak ingin anaknya sehat dan cerdas? Anak yang sehat dan cerdas,bisa menanggapi, menjawab, atau mengatasi masalah yang dihadapi dengan baik. Dengan demikian, diharapkan mereka bisa sukses dan mempunyai masa depan yang cerah.
Untuk mencapai sukses, proses panjang harus ditempuh. Pertama-tama, anak harus memiliki gizi dan kesehatan yang baik. Ini bisa dicapai jika anak mendapatkan asupan gizi yang memadai dan terhindar dari infeksi. Mereka juga harus mendapatkan stimulasi dan pendidikan yang tepat.
Untuk itu, sejak awal, orangtua harus memÂpersiapkan anak dari segi fisik, mental, dan kognitifnya agar tumbuh kembangnya optimal. Lingkungan pun harus turut mendukung, terutama, sanitasi yang bersih dan sehat serta akses ke air minum yang sehat.
Dampak kurang gizi
Ahli gizi Profesor Fasli Djalal mengungkapkan, kekurangan gizi pada anak akan membuat anak mudah sakit karena daya tahan tubuhnya rendah. Jika kekurangan gizi dalam waktu lama atau kronis, anak menjadi stunting.
Profesor Fasli Djalal juga mengungkapkan akibat dari anak yang mengalami stunting yang mencapai hingga dewasa. Sebaik-baiknya prestasi anak yang gizinya kurang, mereka sulit menyamai prestasi anak yang mendapatkan gizi yang cukup, serta akses pendidikan yang lebih baik. Menurut Profesor Fasli Djalal, waktu yang paling krusial untuk memenuhi gizi anak agar tumbuh kembangnya optimal adalah pada seribu hari pertama kehidupan sang anak.
Pencegahan
Seribu hari pertama kehidupan, dimulai sejak anak masih di dalam kandungan, hingga mereka berusia dua tahun, yang merupakan masa emas bagi anak. Pada periode ini, kemungkinan terbaik atau terburuk dapat terjadi.
Pada masa seribu hari pertama kehidupan ini, anak membutuhkan berbagai asupan zat gizi penting, seperti protein, vitamin, dan mineral. Pada masa ini, zat gizi tersebut dibutuhkan untuk perkembangan dan pembelahan sel-sel tubuh anak. Itu sebabnya, calon ibu dan orangtua perlu mencukupi asupan zat gizi yang diperlukan karena kerugian yang terjadi pada anak bisa bersifat permanen.
Pemenuhan gizi bahkan harus dipenuhi oleh sang ibu sejak sebelum hamil sehingga calon ibu perlu mendapat pengetahuan tentang apa yang dibutuhkan untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Pada saat ini, pemenuhan tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri menjadi penting agar mereka tidak mengalami anemia sejak remaja dan kelak tidak menjadi ibu hamil dengan anemia.
Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko keguguran, bayi lahir sebelum waktunya (prematur), bayi berat lahir rendah (BBLR), serta perdarahan sebelum, saat, dan setelah melahirkan. Selain itu, anak yang dilahirkan dari ibu dengan anemia akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan sel otak dan tubuh. Akibat terburuk dari anemia pada ibu hamil adalah terjadinya kematian ibu dan bayi.
Informasi yang tepat tentang status gizi dan proses kehamilan diharapkan dapat membuat remaja putri menunda perkawinan di usia muda. Sayangnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, terdapat 23,2 persen kehamilan pada usia 10–19 tahun. Padahal, perkawinan dan kehamilan di usia tersebut, terbukti memiliki risiko besar melahirkan bayi stunting.
Langkah penting
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif pada bayi dapat mempengaruhi status gizi. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja selama 0–6 bulan pada bayi (terkecuali vitamin dan obat). Setelah usia 6 bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun.
Selain itu, air minum dan sanitasi yang bersih perlu diperhatikan sehingga risiko penyakit pada anak dapat dihindari. Tak lupa juga pemberian imunisasi pada anak untuk memperkuat daya tahan tubuhnya agar selalu sehat. Hal lain yang perlu ibu lakukan, yaitu selalu memantau tumbuh kembang anak dengan membawanya ke posyandu setiap bulan.
Upaya lain yang tak boleh diabaikan agar anak sehat dan cerdas adalah kebersihan. Menurut data Riskesdas 2013, kira-kira 105 juta orang masih belum memiliki sanitasi yang layak. Padahal, sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air tidak bersih berkontribusi terhadap terhambatnya potensi maksimal anak. Anak menjadi mudah terkena diare, kolera, tifus, infeksi saluran pencernaan, dan penyakit infeksi lainnya.
Penyakit infeksi itu dapat memengaruhi tumbuh kembang anak. Selanjutnya, kondisi ini dapat menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia serta kemampuan produktifnya pada masa depan.
Agar hal tersebut tidak terjadi, orangtua harus memperhatikan masalah gizi dan kebersihan di setiap tahap kehidupan anak. Dengan ini, anak dapat tumbuh sehat, cerdas, kreatif, dan mampu bersaing. Kelak ia akan mampu meraih cita-cita masa depannya sesuai harapan dan impiannya. [IKLAN/*/ACH]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 Februari 2018.