P
Profesi notaris merupakan salah satu praktisi hukum yang diberikan wewenang oleh hukum untuk mendorong adanya kepastian hukum melalui pencatatan setiap perbuatan hukum dalam suatu akta autentik. Dalam menjalankan tugasnya, notaris tidak boleh memihak dalam melakukan tindakan hukum terkait pembuatan akta autentik untuk menghindari terjadinya sengketa. Notaris hanya dapat memberikan nasihat hukum berupa saran bukan keberpihakan pada salah satu pihak.
Konsep Islam dalam mengatur perbuatan hukum manusia dalam melakukan perjanjian, termasuk akhirnya mengatur siapa yang bertugas sebagai pejabat yang menjaganya atau mencatatnya bisa dilihat dari Al Quran Surat Al Baqarah 282, yang antara lain menyebutkan, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan hutang piutang untuk waktu pembayaran yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya untuk melindungi hak masing-masing dan untuk menghindari perselisihan.” Untuk pembuatan aktanya sendiri, dapat dilihat Firman Allah, “Dan persaksikanlah dengan dua orang laki-laki”, mengandung ketentuan bahwa dalam melaksanakan akad/transaksi dihadiri oleh 2 (dua) saksi laki-laki atau 1 (satu) saksi laki-laki dan 2 (dua) saksi perempuan adalah selaras dengan asas dalam hukum: unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi).
Surat An Nisa ayat 58, menyatakan, “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya secara adil.” Ayat ini sangat relevan dengan kewajiban notaris untuk tidak memihak. Notaris diberi amanat para pihak yang harus dijaga, yaitu merahasiakan segala sesuatu mengenai akta sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf e UU Jabatan Notaris. Jadi, ayat ini secara tegas mewajibkan notaris menggunakan wajib ingkar kepada pihak yang tidak berkepentingan. Notaris adalah jabatan kepercayaan.
Melihat banyak hal yang relevan antara firman Allah dalam Al Quran dan profesi notaris yang diatur dalam UU Jabatan Notaris, kiranya UUJN harus bersinergi dengan ajaran Islam.
Mujahid, mujjadid, dan mujtahid
Penerapan prinsip mujahid untuk notaris sebagai seorang yang senantiasa bersungguh dalam menjalankan tugasnya dan penuh dengan tanggung jawab. Mujadid, karena notaris harus selalu dapat menciptakan suatu keadaan baru yang tidak pasti menjadi pasti, dan memiliki dasar pijakan hukum yang jelas. Mujtahid karena notaris juga harus selalu mengikuti perkembangan iptek yang tidak mengurangi perannya dalam penegakan kepastian hukum. Prinsip mujahid membuat notaris harus berjuang menegakkan kebenaran sebagai penyampai amanah meskipun dalam tugasnya penuh dengan tantangan dan godaan.
Baca juga:
- Revolusi Pendidikan atau Pembelajaran
- Menakar Kekuatan Teknologi Pembelajaran Menuju Daya Saing Asia
Semoga makin banyak notaris yang menjalankan tugasnya dengan pendekatan Islam, maka Islam akan turut menjaga muruah profesi notaris bersama peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Profesi. (Dr Rini Irianti Sundary SH MH/Ketua Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung)
Menghasilkan lulusan yang Berakhlakul Karimah dan Kompeten. Website : https://www.unisba.ac.id