Hadirnya internet menjadikan globalisasi budaya lebih real time dan dapat dirasakan oleh siapa pun di belahan dunia mana pun. Hal yang cenderung terjadi adalah hibridisasi atau pencampuran, seperti mencampurkan berbagai elemen budaya dari yang tersedia di internet. Walau begitu, ada efek negatifnya yang dapat terjadi, yaitu intensifikasi konflik karena adanya perbedaan kepercayaan dan nilai yang semakin bersinggungan di ranah digital. Perlu diketahui bahwa internet memfasilitasi budaya, baik individualis maupun kolektivis, dan dapat digunakan untuk melakukan preservasi yaitu kita atau pelestarian budaya. Tidak sedikit pengguna media digital yang menggunakan fasilitas internet untuk melakukan promosi budaya.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Melestarikan Kebudayaan Indonesia di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7/2021) diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut, hadir Rizki Ayu Febriana (Kaizen Room), Antonius Galih Prasetyo (Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara), Arief Hidayatullah SIKom MSi (Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi STISIP Bima), Puji F Susanti (Kaizen Room), dan Tyra Lundy (influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Rizki Ayu Febriana menyampaikan informasi, “Sebagai pengguna media digital, kita wajib memaparkan materi di dunia digital dengan sebaik mungkin. Hal itu karena media sosial bisa digunakan untuk membuat konten dan bisa untuk melestarikan budaya Indonesia. Dengan difasilitasi internet, kita dapat menyebarkan informasi mengenai kebudayaan, selain sekadar mendapatkan informasi mengenai budaya luar. Ada baiknya kita mengenali berbagai aplikasi yang dapat digunakan, seperti Twitter, Facebook, YouTube, dan Instagram, dan memanfaatkan kekuatan mereka masing-masing dalam membantu menyebarkan kabar baik tentang Indonesia. Dengan semakin banyaknya kabar baik tentang Indonesia, ini akan mendorong proses mediasi di dunia digital yang lebih produktif.”

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dwi menyampaikan, “Dengan kecanggihan teknologi saat ini, banyaknya budaya luar yang masuk, serta sering memberikan pengaruh negatif bagi sikap dan etika remaja, bagaimanakah peran orangtua, tenaga pendidik, dan pemerintah untuk memberikan pengawasan terhadap etika remaja agar tidak kehilangan jati diri bangsa Indonesia?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Arief Hidayatullah, “Kita harus dominan menyampaikan informasi mengenai budaya kita. Tidak bisa dimungkiri bahwa setiap hari pengguna media digital Indonesia di-recokin terus oleh budaya-budaya luar, maka literasi budaya merupakan bagian penting untuk diterapkan dan dibagi untuk generasi-generasi lain. Sebaiknya kita arahkan untuk membuat konten-konten yang kaya akan budaya Indonesia.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.