Perguruan Islam Pondok Tremas di Pacitan, Provinsi Jawa Timur, siap menjadi benteng Pancasila.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Majelis Ma’arif Pondok Termas KH Luqman Harist Dimyati saat sambutan Dialog Salam Kebangsaan yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila di Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, Provinsi Jawa Timur, Senin, (28/2/2022).
Salah satu pendiri Program Ayo Mondok itu mengaku Pancasila dilahirkan atas campur tangan para alim ulama dan kiai.
“Pondok Tremas berkomitmen dan siap menjadi benteng Pancasila,” tegasnya.
Menurut KH Luqman Harits, pondok pesantren merupakan rumah kecil dari Nahdlatul Ulama. Bahkan, pada era 1983, para ulama dan kiai membuat tim untuk pengkajian terhadap Pancasila di antaranya para alumnus Pondok Tremas.
“Dijelaskan pada saat itu Pancasila adalah penjelmaan sublimasi ajaran Islam yang men-taud-kan asyariah aqidah dan tasawuf,” paparnya.
Pihaknya juga merasa bangga karena salah satu alumnus dari Pondok Tremas menjadi Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pamcasila (BPIP).
Ia berkomitmen para santri dan kiai Pondok Tremas akan selalu menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila di tengah era globalisasi dan ancaman ideologi lain.
Kepala BPIP Prof Drs Yudian Wahyudi MA PhD yang didampingi Karjono Plt Sestama dan Prakoso Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kerja Sama dan Jaringan itu mengapresiasi Pondok Pesantren Tremas dari tahun ke tahun tetap konsisten selalu mengawal dan menjaga kelestarian Pancasila.
“Saya juga berterima kasih dan merasa bangga kepada Pondok Tremas yang telah komitmen menjaga Pancasila,” ujar Kepala BPIP yang sekaligus Ketua Ikatan Alumni Pondok Tremas.
Salam Pancasila
Presiden Asosiasi Universitas Islam Se-Asia itu juga menjelaskan, Salam Pancasila bukan untuk mengganti salam keagamaan, melainkan sebuah salam kebangsaan untuk menghormati semua warga negara Republik Indonesia dari berbagai latar belakang agama.
“Tujuan utama Salam Pancasila adalah salam kebangsaan untuk menghormati semua warga negara Republik Indonesia dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan apa pun sesuai dengan spirit Bhinneka Tunggal Ika,” paparnya.
Menurut Yudian, menyapa dan mengucapkan salam kepada orang lain adalah perilaku terpuji yang dianjurkan oleh semua agama.
Di tengah keberagaman tradisi salam di berbagai agama dan budaya Indonesia, penting untuk memiliki tradisi salam yang melintasi batas-batas kultural demi memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kita memiliki Sumpah Pemuda, salah satunya bahasa Indonesia sebagai lingua franca atau bahasa antara atau bahasa persatuan, maka sekarang kita juga wajib memiliki Salam Pancasila sebagai salam perantara atau saluti franca, yang dapat dipraktikkan oleh semua warga negara Indonesia,” jelasnya.
Dalam dialog, Salam Kebangsaan tersebut juga telah mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Kabupaten Pacitan.
Sekretaris Daerah Kabupaten Pacitan Dr Heru Wiwoho Supardi Putra yang mewakili Bupati Pacitan mengucapkan terima kasih kepada BPIP karena telah melaksanakan Dialog Salam Kebangsaan di daerah Pacitan, khususnya di Pondok Tremas.
“Kami sangat mengapresiasi karena salam kebangsaan tersebut telah memotivasi segenap masyarakat Pacitan, khususnya di Pondok Tremas,” paparnya.
Selain itu, Pemda Pacitan berharap Salam Pancasila ke depan harus terus-menerus digelorakan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai warga negara yang dipersatukan karena perbedaan, kemajemukan di satu sisi juga merupakan kekayaan yang menjadi kekuatan. Namun, di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, akan dapat menjadi perpecahan.
“Untuk itu, semangat membangun bangsa majemuk itu adalah menghargai perbedaan,” ucapnya.
“Kondisi yang kita inginkan masyarakat Pacitan memiliki semangat kebangsaan, berakhlak mulia, bermoral, beretika berbudaya dan berkemampuan di masyarakat yang berkultur dengan berdaya saing di era globalisasi,” harapnya. [*]