Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Kidsfluencer, Ambisi Orang Tua Masa Kini, Pahami Bahayanya!”. Webinar yang digelar pada Senin, 26 Juli 2021 di Tangerang Selatan, Banten, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Dra Irma Safitri (Ketua Puspaga Kota Tangerang Selatan), Drg Khairati MKes (Kepala Dinas DPMP3AKB), dan Novi Kurnia PhD (dosen Fisipol UGM).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Pradna Paramita membuka webinar dengan mengatakan, langkah untuk mengamankan ponsel anak adalah menggunakan Google Family Link.

“Aktifkan parental untuk mengamankan ponsel anak, lalu memeriksa rating dan batasan usia di Google Play. Angka rating tersebut dapat di-tap untuk memunculkan keterangan lanjutan sebagai bahan pertimbangan orangtua,” jelasnya.

Tak kalah penting, aktifkan juga Parental Controls di Google Chrome atau Youtube kids. “Hal penting selain teknis yaitu dengan cara berbicara terbuka pada anak, terus belajar, dan dukung serta dorong minat bakat anak,” katanya.

Dra. Irma Safitri menambahkan, digital ethics adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

“Etika ketika bermedia sosial yang harus diketahui dan diajarkan kepada anak diantaranya, berhati-hati dalam menyebarkan informasi pribadi ke publik, gunakan etika atau norma saat berinteraksi dengan siapa pun, hati-hati terhadap akun yang tidak dikenal dan manfaatkan media sosial untuk menunjang proses pengembangan diri,” paparnya.

Salah satu dampak negatif media sosial adalah banyak munculnya informasi hoaks, yakni kebohongan yang dibuat untuk tujuan jahat. Untuk itu, orangtua hendaknya mengingatkan anak agar berhati-hati membagi berita, gambar, dan video di media sosial.

“Bagikan konten yang positif, inspiratif, kreatif, dan produktif. Selalu cek terlebih dahulu dan selalu berpikir kritis sebab penyebaran hokas bisa dikenai UU ITE,” ungkapnya.

Drg Khairati turut menjelaskan, dalam salah satu pidatonya, Presiden Republik Indonesia menyatakan, untuk menghentikan segala bentuk kekerasan pada perempuan dan anak. Perempuan dan anak harus dilindungi dari berbagai bentuk tindak kejahatan termasuk tindak kejahatan perdagangan orang.

“Yang bertanggung jawab terhadap anak adalah negara, pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, media massa, masyarakat, keluarga, dan orangtua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” ujarnya.

Adapun bentuk kekerasan pada perempuan dan anak, yakni kekerasan fisik, kekerasan emosional/psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran. Selain itu, anak berkebutuhan khusus rentan mengalami kekerasan.

“Mencegah kekerasan terhadap anak adalah terus belajar tentang pola asuh dan psikologi perkembangan anak. Ajarkan anak tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, ajarkan anak untuk memakai pakaian yang tertutup dan longgar, dan jangan mudah percaya dengan orang yang baru dikenal,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Novi Kurnia memaparkan jika gawai kita adalah pintu kita ke dunia digital. Seperti di dunia nyata, kita tidak akan meninggalkan (pintu) rumah tanpa perangkat keamanan yang memadai baik untuk kita maupun anak, keluarga, dan orang lain.

“Aman bermedia sosial bisa dilakukan dengan cara proteksi perangkat digital, proteksi perangkat digital, waspada penipuan online, memahami rekam jejak digital, dan keamanan digital bagi anak,” tuturnya.

Ia menyebut, orangtua wajib menjaga keamanan digital anak. Salah satu caranya dengan mengajak anak untuk menggunakan media digital sebagai sarana belajar sesuai usianya, sesuai kebutuhannya, dampingi dan batasi penggunaan gawai (screen time) supaya kecanduan bisa dihindari.

Dalam sesi KOL, Nindy Gita menjelaskan orangtua harus pintar-pintar jika anaknya mau diekspos. “Kita harus memikirkan kembali apakah banyak dampak positif atau negatif. Terkadang tidak semuanya anak ingin menjadi kidsfluencer karena ada anak yang ternyata capek harus di depan kamera,” imbuhnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Atlas Kandu mengatakan, seperti tidak peduli dengan privasi anak, orangtua sekarang berlomba-lomba menjadikan anak mereka menjadi kidfluencer.

Lantas, bagaimana dengan hak privasi anak juga etika mengomersialkan anak kecil? Menjawab hal tersebut, Irma mengatakan bahwa orangtua harus menghargai privasi anak.

“Orangtua seperti itu tidak memperhatikan prinsip dan etika. Kita harus menjaga keamanan anak jangan sampai menjadi berdampak buruk untuk anak itu. Jejak digital jangan sampai buruk,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.