Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Jangan Asal Posting, Cari Tahu Dulu”. Webinar yang digelar pada Kamis, 22 Juli 2021 di Kabupaten Serang, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Rhesa Radyan Pranastiko (Kaizen Room), Pradhikna Yunik Nurhayati SIP MPA, Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), dan Nanik Lestari MPA (Peneliti MAP UGM).
Tema yang dibahas masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Rhesa Radyan Pranastiko membuka webinar dengan mengatakan, kita mungkin sudah sangat akrab dengan dunia digital.
Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar kita, ada beberapa hal yang perlu diketahui dan pahami agar tidak tersesat dalam dunia digital. Literasi digital banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital, dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif.
“Mendapatkan peluang di dunia digital, bisa dilakukan dengan memberi edukasi, berkolaborasi, dan terus adaptasi. Lalu terapkan prinsip BTS, yakni baca menyeluruh, teliti, dan sharing,” ujar Rhesa.
Ia menambahkan, jika kita sudah mengetahui media sosial yang sesuai, kita juga harus mengetahui jenis-jenis konten yang termasuk konten positif, yang selaras dengan komunikasi massa yang sehat di era digital ini. Beberapa konten positif di antaranya mengandung unsur edukatif, tips and trik, inspiratif, informatif, dan yang sifatnya menghibur.
“Nah, dalam hal ini perlu juga diingat bahwa pembuatan konten-konten yang menghibur ini tetap harus memiliki batasannya, misalnya tidak ada unsur-unsur yang dimaksud untuk merugikan orang lain dan juga tidak ada unsur perundungan,” jelas Rhesa.
Pradhikna Yunik menambahkan, dunia digital dapat dikatakan sebagai dunia global karena adanya lintas batas geografis dan budaya. Realitas virtual yang bebas, tanpa sekat, bahkan tanpa kontrol.
“Beragam profil pengguna internet, berpotensi menjadi persoalan etika karena standar yang berbeda. Untuk itu diperlukan etiket offline (tradisional) versus etiket online (kontemporer), bahwa menggunakan media digital harus dengan niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama,” katanya.
Membangun etika di dunia digital harus didasari kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan. Hal paling dasar yang perlu dipahami adalah kita berinteraksi dengan manusia sesungguhnya. Apalagi pengguna internet terdiri dari berbagai latar belakang sosial, budaya, juga motif.
Dwiyanto Indiahono menjelaskan, untuk mewujudkan peradaban budaya digital perlu prinsip “saring dulu baru sharing”. Menjadi netizen harus bisa ramah di dunia nyata dan dunia maya.
“Oleh karena itu perlu adanya budaya digital, yakni suatu cara hidup yang baik, dilestarikan, dan diwariskan pada konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,” ungkapnya. Adapun dua kunci budaya digital adalah partisipasi (keikutsertaan) dan remedisi (budaya lama menjadi budaya baru).
Membangun budaya digital, lanjut Dwiyanto, bisa dilakukan dengan berkumpul bersama komunitas yang baik, saring informasi (check konten yang mencurigakan), tenangkan diri, dan berpikir jernih dalam membuat konten, posting/sharing konten valid bermanfaat, dan sampaikan secara santun.
Sebagai pembicara terakhir, Nanik Lestari mengatakan, digital safety dimaknai sebagai proses memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dilakukan secara aman dan nyaman.
“Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia,” jelasnya. Menurutnya, kiat-kiat keamanan digital yakni privasi identitas digital dan selektif serta cermat dalam memanfaatkan aplikasi dan fitur digital.
Dalam sesi KOL Sony Ismail mengatakan, dampak positif bagi seorang musisi yang berkaitan dengan era digital adalah memudahkan untuk berkarya karena memiliki akses dan platform musik yang banyak.
“Tidak terbatas jarak dan bisa ikut berkolaborasi dengan siapapun di manapun dan kapanpun. Sedangkan dampak negatifnya dalam musik di dunia digital adalah rentan pembajakan,” ujarnya.
Salah satu peserta bernama Gita menanyakan, apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur mem-posting suatu berita yang ternyata tidak benar dengan tidak sengaja?
“Di sini bisa jadi pembelajaran karena sudah terlanjur di-posting berkaitan dengan jejak digital aktif dan pasif. Teman-teman bisa melakukan konfirmasi bahwa posting-an yang telah di-share tidak kredibel dan memberikan informasi terbaru dengan sumber yang lebih valid,” jawab Rhesa.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]