Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun, acap ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah yang utama.

Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, tetapi juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

Saat peluncuran Program Literasi Digital Nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri, saat jaringan internet sudah tersedia, harus diikuti kesiapan-kesiapan penggunanya agar manfaat positif internet dapat dioptimalkan untuk membuat masyarakat semakin cerdas dan produktif.”

Dalam rangka mendukung Program Literasi Digital Nasional, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital meluncurkan Seri Modul Literasi Digital yang memfokuskan pada empat tema besar; “Cakap Bermedia Digital”, “Budaya Bermedia Digital”, “Etis Bermedia Digital”, dan “Aman Bermedia Digital”. Diharapkan dengan adanya seri modul ini, masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Proses sosialisasi dan pendalaman Seri Modul Literasi Digital dilakukan dalam bentuk seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang menjangkau 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada Jumat, 25 Juni 2021, pukul 09.00-11.30 WIB, webinar dengan tema “Pentingnya Literasi Digital untuk Internet yang Positif dan Sehat” diselenggarakan khusus untuk Kabupaten Tanggerang.

Webinar ini menampilkan narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Maureen Hitipeuw (Kaizen Room), Dr E Nugrahaeni Prananingrum MSi (dosen Universitas Negeri Jakarta, Japelidi), Bondan Wicaksono (akademisi dan pegiat masyarakat digital), dan Dr Bevaola Kusumasari MSi (IAPA).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Maureen Hitipeuw membuka webinar dengan mengungkapkan Indonesia terdiri atas 16.771 pulau, 34 provinsi, 1.340 suku bangsa, 6 agama, dan 716 bahasa.

Saat ini, zaman semakin berkembang. Salah satunya dengan semakin mudahnya masyarakat mendapatkan informasi secara online dan real time. Meski begitu, ada beberapa hambatan perubahan.

“Seperti tidak mengetahui dan kesulitan menggunakan teknologi. Tidak merasa bahwa teknologi adalah sesuatu yang penting. Anggapan bahwa internet adalah sesuatu yang mahal hingga tidak ada waktu untuk mempelajari teknologi karena pekerjaan,” kata Maureen.

Selain itu, masyarakat perlu waspada terhadap informasi palsu dan belum tentu kebenarannya (hoaks). Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan.

Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah. Hoaks tersebar juga melalui situs web (34,90 persen); Whatsapp, Line, Telegram (62,80 persen); serta Facebook, Twitter, Instagram, dan Path (92,40 persen).

Tak hanya itu, cyberbulling juga kerap terjadi di internet, dengan tujuan untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, dan mengejek orang lain melalui media digital. “Untuk itu diperlukan etika dalam komunikasi di ruang digital. Seperti menggunakan kata kata yang layak dan sopan, serta waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA, pornogafi, dan kekerasan,” ucap Maureen.

Sementara itu, E Nugrahaeni Prananingrum memaparkan, komunikasi melalui ruang digital memiliki kekhasan tersendiri yang jelas dan berbeda satu sama lain. Budaya yang dibentuk oleh digitalisasi berbeda dari pendahulunya, yaitu apa yang disebut budaya cetak dan budaya siaran, dalam sejumlah cara berbeda.

“Misalnya, teknologi digital telah memungkinkan bentuk budaya yang lebih berjejaring, kolaboratif, dan partisipatif,” papar Nugrahaeni. Ia menambahkan, sejak Internet ditemukan dan berkembang terdapat banyak perubahan dalam interaksi yang berkembang.

Selain itu, menurut Maureen, internet membuat segala sesuatu menjadi lebih efisien dan teratur. “Internet membangun jaringan komunikasi yang tidak terbatas. Partisipasi dan kolaborasi terwadahi dengan luas. Merentang ruang dan waktu. Melewati batas negara dan budaya.”

Sementara itu, Bondan Wicaksono mengatakan, aspek kehidupan saat ini tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga terjadi pergeseran pola-pola pikir, pola sikap, dan pola tindak masyarakat dalam akses dan distribusikan informasi.

“Masyarakat Indonesia akan semakin mudah dalam mengakses informasi melalui berbagai platform teknologi digital yang menawarkan inovasi fitur dari medium komunikasi yang kian interaktif,” ujar Bondan. Meski begitu, platform digital memiliki dampak negatif. Ribuan penipuan daring dilaporkan dalam lima tahun terakhir. Penipuan daring merupakan salah satu tindak kejahatan yang banyak dilaporkan.

Sejak Januari hingga September 2020, penipuan daring berada di posisi kedua teratas. Sekitar 28,7 persen kejahatan siber berasal dari kategori tersebut. Sejak 2016 hingga 2020 (September), total 7.047 kasus penipuan daring dilaporkan. Apabila dirata-rata, terdapat 1.409 kasus penipuan daring tiap tahunnya.

Penipuan daring marak terjadi melalui media sosial. Modusnya pun berbeda beda, mulai dari rekayasa sosial, hingga menjual produk di bawah harga pasar. Jenis kejahatan daring biasanya adalah phising, serta penipuan berkedok hadiah yang dilakukan melalui SMS, telepon, atau chat.

Mencegah hal tersebut, diperlukan kemampuan untuk memaksimalkan keamanan personal pengguna dan risiko keamanan saat menggunakan internet. “Meliputi juga perlidungan diri dari kejahatan komputer secara umum. Kemanan itu penting sebab tanpa adanya pemahaman soal keamanan daring siapa saja dapat dirugikan,” terang Bondan.

Bevaola Kusumasari turut menegaskan, literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi infomasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasi konten atau informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.

“Perkembangan teknologi membawa perubahan di berbagai lapisan kehidupan, termasuk cara kita berinteraksi dan berpendapat. Pertarungan opini dalam media digital semakin banyak,” kata Bevaola.

Ia menambahkan, saat ini, Indonesia berada tengah berada di era kelimpahan informasi dan komunikasi. Era ini ditandai oleh dominasi media baru yang menggusur kebiasaan lama. “Akibatnya pertarungan opini media digital menjadi umum. Masyarakat masih belum seluruhnya dewasa dalam memanfaatkan internet,” ujar Bevaola.

Menurut Bevaola, konten positif dapat memengaruhi perubahan perilaku masyarakat yang lebih baik. “Manusia itu pada hakikatnya belajar. Belajar untuk mengubah tingkah laku membutuhkan asuapan informasi sehingga orang dapat berpikir dan menentukan sikap.”

Saat sesi tanyaa jawab, salah seorang peserta mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat anak-anak saat ini sudah dapat menguasai berbagai teknologi seperti menggunakan ponsel dan laptop. Hal ini membuat dirinya sebagai kakak menjadi khawatir jika adik-adiknya mengakses konten atau informasi yang negatif atau tidak sesuai usianya. Bagaimana cara memberi edukasi terkait batasan batasan yang ada dalam dunia digital, tapi tetap membuat produktif dalam menggunakan teknologi?

“Cari aplikasi yang bisa membatasi konten yang dikonsumsi buat anak di bawah umur dan berdiskusi kepada sang adik mana konten-konten yang baik bahwa konten-konten negatif punya efek yang negatif,” jawab Maureen.

Seperti dikatakan Presiden Joko Widodo bahwa literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapat dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Presiden juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.

“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” kata Presiden.

Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis.

Para peserta juga akan mendapat e-certificate atas keikutsertaan di webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.