Keamanan digital membahas berbagai aspek keamanan dalam kehidupan sehari-hari di ruang digital, baik mengenai proteksi perangkat maupun dalam berperilaku yang aman dan rendah risiko. Rekam jejak digital mengacu pada serangkaian kegiatan digital, tindakan kontribusi, dan komunikasi pengguna yang ditinggalkan di perangkat atau di dunia digital. Segala aktivitas yang kini dilakukan melalui perangkat dan digital, membuat rekam jejak digital akan menjadi sangat vital. Digital footprint membentuk dan mengabadikan siapa diri kita, yang dapat lebih detail dari apa yang kita bayangkan. Hal tersebut membuat kita harus paham akan urgensi pemahaman jejak digital seperti apa yang harus ditinggalkan. Banyak yang ketik sebelum berpikir, sehingga rekam jejak digital dapat berpotensi untuk merugikan pengguna tersebut.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Memahami Perlindungan Data Pribadi”. Webinar yang digelar pada Jumat, 1 Oktober 2021, pukul 14:00-16:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Ismita Saputri (CEO Kaizen Room), Dr Bambang Pujiyono, MM MSi (Dosen Fisip Universitas Budi Luhur Jakarta), Madha Soentoro (Etnomusikolog & Pemerhati Industri Musik Digital), Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, ST (Digital Designer & Photographer), dan Putri Juniawan (Presenter TV) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Madha Soentoro menyampaikan informasi penting bahwa “Data pribadi didefinisikan melalui PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik mengenai “data tentang seorang yang dapat diidentifikasi atau dikombinasi dengan informasi lainnya..”, “baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Sistem Elektronik dan/atau nonelektronik”. Data pribadi dibedakan yang bersifat umum, seperti nama lengkap, jenis kelamin, agama, dan lain-lain, serta yang bersifat spesifik, seperti catatan kesehatan, data genetik, pandangan politik, dan lain sebagainya. Kandungan informasi-informasi tersebut membuat pentingnya usaha perlindungan data pribadi yang dapat mengundang kejahatan online seperti, intimidasi virtual berbasis gender, mencegah kejahatan dalam ruang digital, menghindari potensi pencemaran nama baik, dan hak asasi atas kendali data pribadi. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para orang tidak bertanggung jawab, karena walaupun TIK mengalami kemajuan yang pesat, ia masih belum dibarengi dengan kesadaran politik, budaya, dan peta sosial dalam menghargai aktivitas digital. Hal ini berhubungan dengan adaptasi manusia terhadap kemajuan digital.”

Putri Juniawan selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa presenter TV yang mengkhususkan program travelling, ia memang diuji untuk mendapatkan pendapatan lain di masa pandemi saat ini. Kini sebagai pemilik usaha untuk produk dan juga jasa, ruang digital sangat membantu untuk melakukan segala hal secara virtual sehingga masih tetap positif, produktif, dan kreatif. Melalui literasi digital, ia belajar dan sadar akan hal-hal yang pernah dilakukan yang berpeluang dapat mengundang kejahatan daring, yaitu memposting tiket pesawat di sosial media demi eksistensi, hingga akhirnya dijelaskan untuk tidak dilakukan kembali. Integrasi segala informasi atau data pribadi digital membuat risiko dampak bobolnya akun semakin besar. Akun Twitter pribadinya juga pernah di-hack dan disalahgunakan untuk membagikan postingan gambar-gambar tidak sopan, dikarenakan ia menggunakan password dan email yang sama untuk setiap akun media sosialnya. Untuk mengantisipasi dan menghindari kerugian dari kebocoran data, selain mengikuti program webinar literasi digital, kini ia juga menggunakan password yang berbeda-beda untuk tiap akun dan dapat dibantu dengan aplikasi password manager yang tersedia. Kadang kita tidak sadar bahwa kita telah membagikan informasi pribadi ke media sosial, seperti selfie di depan mobil pribadi yang memperlihatkan plat nomor kendaraan, atau mencantumkan nama ibu di media sosial yang terkait dengan faktor keamanan perbankan.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Oktaviani menyampaikan pertanyaan “Seperti yang kita ketahui, bahaya jejak digital bisa mempengaruhi kehidupan kita bahkan masa depan kita. Untuk itu kita harus selalu berhati-hati dalam bermedia sosial. Seperti yang kita ketahui dalam bermedia sosial ada 2 arus, yaitu arus positif dan arus negatif dan semua itu tergantung diri kita sendiri. Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari arus-arus negatif di dalam media sosial? Lalu adakah saran agar masyarakat lebih mengedepankan etika dalam bermedia sosial agar mempunyai jejak digital yang positif, melihat saat ini kebanyakan orang hanya mementingkan viral dan like saja, tidak memikirkan dampak rekam jejak digital?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Madha Soentoro, bahwa “Memang secara teknis dapat melakukan edukasi dimulai dari lingkup keluarga, kemudian masyarakat, dan pendidikan formal maupun informal. Implikasinya adalah bagaimana diterapkan kesadaran berinternet dengan baik yang dapat menghasilkan produk-produk digital baik lainnya. Hubungannya dalam melindungi data pribadi terkait dengan aktivitas kita di media sosial. Aktivitas kebudayaan kita akhirnya akan beriringan dengan hal-hal yang baik pula.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.