Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring”. Webinar yang digelar pada Selasa, 19 Oktober 2021 di Jakarta Utara, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Mathelda Christy – Praktisi Pendidikan dan Training, Dr Arfian, MSi – Dosen Universitas Azzahra Jakarta dan Konsultan SDM, Wulan Tri Astuti, SS, MA – Dosen Ilmu Budaya UGM, dan Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, ST – Digital Designer & Photographer.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Nia Sarinastiti membuka webinar dengan mengatakan, maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang kita miliki.
“Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, pun transaksi secara daring mulai menjadi kebiasaan baru. Karena kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, teknologi menjadi incaran upaya peretasan,” katanya.
Menurut data dari katadata.com, ada ribuan penipuan online dilaporkan dalam lima tahun terakhir yang meningkat terus dari tahun 2016-2020, tetapi pada 2020 adalah yang paling rendah, dengan jumlah 1600 kasus.
Oleh karena itu kita perlu memahami yang namanya digital skill, karena di kehidupan yang sudah lebih penuh dengan digitalisasi ini kita cenderung bisa menggunakan tapi tidak tahu dan tidak memahami.
“Maksudnya ketika kita menggunakannya, kita tidak tahu risiko apa yang bisa kita dapatkan dari suatu aplikasi atau tindakan yang kita lakukan dengan aplikasi tersebut. Kemampuan yang perlu kita miliki di dalam ruang digital ini yang paling penting dan meliputi semua adalah kemampuan berpikir kritis yaitu bisa menganalisa, membuat alasan, memecahkan masalah, mengevaluasi, dan membuat keputusan,” tuturnya.
Maka dari itu, marilah kita mulai perangi penipuan online yang biasanya dimulai dari Grup Whatsapp keluarga, dengan cara cek dan ricek link yang dikirimkan, jika tidak menggunakan tanda gembok, bukan https, dan menggunakan URL yang aneh sudah di pastikan itu adalah link palsu.
Pastikan double kroscek informasi yang kita terima ke mesin pencari, bisa dimulai dengan kata “benarkah”. Pastikan sumber kredibel dan jangan mudah tergiur. Bisa cek rekening yang terindikasi penipuan online dan laporkan melalui Patroli Siber.
Dr Arfian menambahkan, saat ini kita sudah memasuki Industri 4.0. Dalam berselancar di ruang digital, memang selain ada dampak positifnya juga terdapat dampak negatif, seperti salah satunya adalah penipuan yang marak terjadi di ruang digital.
“Oleh sebab itu agar kita bisa aman dalam berinternet serta bisa mencegah penipuan tersebut, kita harus mengenali jenis-jenis penipuan/kejahatan tersebut, yaitu ada Phishing, Pharming, Money Mule dan Sniffing,” ujarnya.
Phishing yakni tindakan memperoleh informasi pribadi seperti User ID, Password dan data-data sensitif lainnya dengan menyamar sebagai orang atau organisasi yang berwenang melalui sebuah email. Memancing target untuk memberikan informasi penting seperti informasi keuangan dan password yang dimilikinya.
Sementara Pharming, akan mengarahkan pengguna internet dari situs-situs yang sah ke situs yang palsu dengan menggunakan strategi yang disebut DNS Cache Poisoning. Di sini, penyerang mencari informasi rahasia anda seperti nomor kartu kredit, password account.
Money Mule, merupakan kejahatan dengan mentransfer sejumlah uang dalam jumlah kecil ke sejumlah penerima, yang akan mendapatkan komisi jika mentransfer kembali ke penerima lain, dengan skema asmara online maupun tawaran pekerjaan.
Sniffing, yakni tindak kejahatan penyadapan yang dilakukan menggunakan jaringan internet dengan tujuan utama untuk mengambil data dan informasi sensitif secara ilegal. Ada 2 jenis Sniffing yaitu Passive Sniffing dan Active Sniffing.
“Maka dari itu jika ingin terhindar dari penipuan/kejahatan online, kita harus sadari bahwa jangan memberikan password kita kepada siapapun, jangan sembarang klik dan save informasi, dan jangan mudah percaya dengan informasi apapun di dunia maya,” pesannya.
Djaka Dwiandi turut menjelaskan, digital safety merupakan salah satu pilar literasi digital yang berupa kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Jika berbicara tentang keamanan digital artinya kita membahas tentang berbagai aspek keamanan mulai dari bagaimana menyiapkan perangkat yang aman. Namun bagaimana kita meningkatkan keamanan berinternet, sebagai upaya untuk mencegah penipuan di ranah daring,” katanya.
Menurutnya, penipuan daring memang mempesona dan membius kita sehingga kita tidak sadar dan sudah menjadi korbannya. Meskipun berkat internet kita sudah dapat menerima lebih banyak informasi dibanding sebelumnya, namun era digital dewasa ini telah mempermudah juga penipu untuk melakukan aktivitas penipuan mereka.
Dalam sesi KOL, Adew Wahyu mengatakan, kalau untuk pengalaman penipuan online di ruang digital, dirinya secara pribadi belum pernah mengalaminya. Namun foto-fotonya pernah digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk menipu.
“Beberapa di antaranya untuk merekrut karyawan Trans7. Jadi waktu itu banyak teman yang ditawarin oleh penipu tersebut yang menggunakan instagram dengan modus berkenalan, tukeran nomor telepon dan kemudian dimintai uang dengan dijanjikan masuk ke Trans7,” ungkapnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Jafran menanyakan, apa yang dapat dilakukan untuk lebih melindungi data pribadi?
“Jangan segan untuk melaporkan kejadian penipuan ke pihak berwenang apalagi jika sudah menimbulkan kerugian untuk diri kita pribadi,” jawab Djaka.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.