Ekosistem digital saat ini dapat dilihat dari aspek warga negara digital. Adanya digital ekonomi untuk memfasilitasi dan optimasi aktivitas ekonomi dan bisnis berbasis digital, serta digital government dengan adanya standarisasi dan integrasi pelayanan bagi kesejahteraan masyarakat.
Kondisi tersebut mendorong kebutuhan talenta digital yang berlimpah. Atau, dibutuhkan talent digital selama 15 tahun ke depan dengan 600 ribu talenta digital per tahun. Keahlian digital yang paling dicari, antara lain digital marketing, designer UI/UX, content creator, programmer, dropshipper/bisnis e-commerce, SEO specialist, data analyst, dan social media specialist.
Untuk menghadapi industri 4.0, secara pribadi kita harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dalam menerima informasi, cakap berkomunikasi dalam menyuarakan dan membagikan informasi yang dimiliki, pemikiran kreativitas untuk menciptakan ide dan inovasi yang dibutuhkan banyak orang, dan berkolaborasi.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Kenali Jenis Aplikasi Tepat dan Menguntungkan di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 5 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Ali Elanshory (Account Excecutive MNC Group), Khuriyatul Husna (Universitas Lancang Kuning dan IAPA), Septa Dinata AS (Peneliti Paramadina Public Policy Institute), Ayuning Budiati (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan IAPA), dan Fajar Gomez (Aktor, TV Host, dan Komedian) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Septa Dinata AS menyampaikan informasi bahwa budaya baru yang terbentuk dari pemanfaatan teknologi saat ini memunculkan dampak negatif yang membuat banyak orang terpaku di depan layar perangkat ketika berkomunikasi langsung. Budaya digital ini terdapat paradigma yang perlu diubah, dengan adanya digitalisasi produk ke dalam bentuk digital, digitalisasi dalam inovasi model dan proses dalam pemanfaatan peluang yang muncul, dan transformasi digital yang mengubah cara hidup menjadi digital.
Salah satu fenomena yang muncul adalah mudahnya polarisasi bagi individu karena hadirnya algoritma di platform digital yang disuguhkan oleh hal-hal yang sering dikunjungi. Memang dalam konteks ekonomi dapat membantu aktivitas marketing untuk lebih sesuai, tapi dalam konteks sosial dapat dinilai bermasalah karena informasi yang diterima atas algoritma akan cenderung homogen.
“Konglomerasi akan semakin menjadi polemik dengan pemain-pemain di bidang teknologi terbesar akan meluaskan jangkauan mereka dengan mengakuisisi pemain-pemain kecilnya. Selain itu, ketika teknologi dikuasai oleh satu pihak, maka akan menimbulkan ketergantungan kepada layanan tersebut dan berdampak pada aktivitas perekonomian,” jelasnya.
Fajar Gomez selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa internet dan berbagai macam aplikasi yang ada memang sangat memudahkan kita dalam berkehidupan, misal berbelanja di e-commerce. Dalam bermedia sosial, ia bercerita bahwa sering menemukan komentar atau posting yang negatif, sehingga menurutnya kita sebagai pengguna media digital harus memiliki kecakapan untuk menghindari dan ikut melaporkan hal tersebut.
Selain itu, ia juga sampaikan bahwa dalam penggunaan aplikasi, kita harus mengetahui cara penggunaannya dan fungsinya. Pastikan aplikasi tersebut aman dalam menjaga data dan informasi pribadi kita.
Salah satu peserta bernama Kania Dewi Purwanti menyampaikan, saat ini pemerintah sudah mengingatkan untuk mewaspadai dan melawan konten negatif, seperti provokasi dan hoaks.
“Bagaimana cara melawan dan mengatasi konten negatif seperti provokasi dan berita hoaks? Apakah media sosial akan bisa terbebas dari konten negatif tersebut? Serta bagaimana langkah kita agar dapat terhindar dari konten negatif sehingga kita dapat disebut orang yang beretika dalam dunia digital?” tanyanya.
Pertanyaan tersebut dijawab Khuriyatul Husna. Ketika menemukan konten yang mengandung informasi, kembali ke diri sendiri untuk memfilter informasi apa saja yang baik dikonsumsi dan mana yang harus dihindari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengikuti akun-akun yang posting konten-konten positif sehingga menjadi preferensi informasi yang berinteraksi dengan kita di media sosial.
“Dalam beretika digital, kita harus kenali dan pahami aturan yang berlaku di internet atas norma-norma dan nilai-nilai, maka kemudian dengan sendirinya akan menunjukkan konten-konten yang positif saja,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]