Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Budaya Digital bagi Tenaga Pendidik dan Anak Didik di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 7 Juli 2021 di kabupaten Lebak, itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini menghadirkan narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ahmad Wahyu Sudrajad (Peneliti dan Dosen UNU Yogyakarta), Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh Tarbiyahislamiyah.id), Bambang Pujiyono (Dosen Fisip UBL Jakarta), dan Meidine Primalia (Kaizen Room).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Ahmad Wahyu membuka webinar dengan mengatakan bahwa saat ini banyak platform program pembelajaran online untuk mendukung pembelajaran yang berani.
“Banyak program studi online menjadikan pembelajaran lebih efektif. Aplikasi pembelajaran online dikembangkan dengan menyediakan fitur-fitur yang memudahkan pembelajaran online,” katanya.
Aplikasi pembelajaran itu, seperti Zoom Meeting, Google Meet, dan Microsoft Teams. Meski begitu, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat, membuktikan bahwa sekitar 70 persen anak mendapat kejadian buruk di internet.
Bahkan 25 persen dari mereka mendapatkan pelecehan seksual tanpa sepengetahuan orangtua mereka. “Maka dari itu, anak harus diajarkan mengenai risiko dalam menggunakan internet,” kata Ahmad.
Ia menambahkab, upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan skill, yakni kemampuan individu dalam mengoperasikan media digital, pelatihan terhadap guru, kepala sekolah, dan siswa. “Membuat kebijakan mengenai sekolah digital literasi. Pemanfaatan fasilitator untuk meningkatkan kemampuan guru dan memberikan akses edukasi kepada para siswanya,” jelas Ahmad.
Ridwan Muzir menambahkan, memasuki era digital seperti saat ini, memungkinkan kita untuk mempermudah semua urusan dalam kehidupan sehari-hari. Era digital ini juga menjadikan kegiatan belajar jadi makin mandiri.
“Kita bisa mencari sumber pembelajaran dari media digital karena media digital sudah menyediakan platform belajar yang bisa kita manfaatkan untuk media belajar menambah wawasan dan ilmu pengetahuan,” papar Ridwan.
Kegiatan belajar mandiri, biasanya dilakukan dalam beberapa cara, di antaranya mengidentifikasi kegiatan belajar, menentukan tujuan belajar, menyiapkan rencana belajar, mencari sumber daya yang diperlukan, pelaksanakan rencana belajar, serta mengevaluasi hasil dan proses belajar.
Kecendrungan belajar di era digital dapat menginspirasi dan memancing ide. Sementara tantangan belajar di era digital, yakni mensyaratkan skill khusus untuk memilah dan memilih yang relevan.
“Lalu minimnya kesempatan berefleksi, karena selalu ada informasi baru sebelum yang lama terendapkan, serta menurunnya kemampuan analisis, karena tergoda untuk selalu eksplorasi. Template dan keinstanan juga dapat membunuh kreativitas,” ujar Ridwan.
Sementara Bambang Pujiyono memaparkan, masyarakat digital memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menggunakan teknologi. Hak digital misalnya mendapatkan informasi, mendapatkan penghargaan inovasi dan kreativitas digitalnya, dan perlakuan selaras hak asasi manusia.
Selain hak, masyarakat digital juga memiliki kewajiban digital, misalnya menyampaikan pesan yang informatif, edukatif, infotainment, serta rekreatif tentang hal-hal yang positif bagi kehidupan. “Generasi digital terbiasa menerima informasi dengan sangat cepat. Mereka memproses informasi secara multi tasking. Mereka adalah generasi yang lebih menyukai grafis dari pada teks,” terangnya.
Ia menambahkan, kehadiran internet di era globalisasi ini pada akhirnya melahirkan netiket (netiquette). Netiket adalah bentuk etika saat berkomunikasi melalui internet.
“Netiket pada dasarnya membentuk tata krama atau sopan santun yang sebaiknya dilakukan ketika berkomunikasi dengan orang lain agar hubungan tetap terjaga dengan baik. Netiket memberikan batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar,” imbuh Bambang.
Sedangkan Meidine Primalia sebagai pembicara terakhir mengatakan, di dunia digital rawan sekali dengan aksi kejahatan, seperti pencurian data pribadi, kreasi konten tidak sesuai usia, cyberbullying, dan perkara privasi.
“Maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang kita miliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, pun transaksi secara daring mulai menjadi kebiasaan baru,” katanya.
Ia menambahkan, karena kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, maka teknologi menjadi incaran upaya peretasan. Adapun tips mencegah serangan spam, yakni jangan membalas email orang tak dikenal, jangan memamerkan email pribadi, dan gunakan software antispam.
Salah satu peserta bernama Udin Alaydroes menyampaikan, saat pandemi ini, semua pembelajaran dilakukan daring. Pendidik juga perlu memberikan pembelajaran moral dan etika digital kepada muridnya. “Lantas, bagaimana seorang pengajar mengedukasi siswanya untuk menggunakan teknologi sesuai dengan nilai etika dan secara bertanggung jawab secara efektif?”
“Sebagai seorang pendidik tentu punya tugas mulia dalam hal atau proses membentuk pendidikan karakter kepada muridnya di sekolah. Perlu juga menanamkan nilai-nilai moral yang berlandaskan kepada Pancasila kepada anak didik, agar membentuk karater yang baik, dan berpengaruh untuk kehidupan mereka di masa mendatang,” jawab Bambang.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]