Dalam budaya digital, Indonesia merupakan negara yang kaya karena Indonesia merupakan negara kepulauan terluas yang dihuni lebih dari 300 suku bangsa, memiliki 742 bahasa dan dialek, dan merupakan laboratorium antropologi terbesar di dunia. Namun, saat ini Indonesia memasuki era post-truth, yaitu kebenaran, fakta, dan bukti tidak terlalu penting lagi sepanjang narasi, cerita, dan pemikiran diterima berdasarkan kesamaan pandangan, pikiran dan keyakinan.

Lalu mengapa menjadi penting bagi kita untuk mempertahankan budaya di era digital? Salah satu alasan terpenting adalah bahwa warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya wajib dilindungi. Kita perlu sadari bahwa budaya adalah warisan kita untuk generasi penerus, dan adalah kunci untuk memperkuat akar nasionalisme di era globalisasi kini.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Kreatif Lestarikan Nilai-Nilai Pancasila di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (28/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Anang Masduki, M.A., Ph.D. (cand) (Dosen Ilmu Komunikasi UAD), Bondan Wicaksono (Akademisi & Penggiat Masyarakat Digital), Hendryk, S.Kom., M.Kesos. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan), dan Shafinaz Nachiar (News Presenter RCTI) selaku narasumber.

Nilai Pancasila

Dalam pemaparannya, Bondan Wicaksono menyampaikan, “Mari kita bangun budaya digital kita dengan melakukan cara-cara berikut; pertama adalah dengan melakukan penguatan karakter bangsa dan internalisasi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari kita, termasuk di ranah digital. Selain itu, kita juga harus bangga dengan multikulturalisme, dan ikut berbagi cerita-cerita tentang seni-budaya Indonesia yang sangat beragam.”

“Pelestarian seni, budaya, dan bahasa daerah juga penting untuk dilakukan. Kita juga dapat lakukan kolaborasi budaya visual di ranah digital, dan yang pastinya harus selalu cinta produk dalam negeri. Keragaman budaya terjalin dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika dan menyatukan kita sebagai Indonesia. Sinergi budaya yang difasilitasi konektivitas digital dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Indonesia dengan potensi keragaman budayanya harus terus dijaga dan dilestarikan, khususnya di ranah digital, dengan memperkuat karakter nilai-nilai Pancasila. Hal ini akan melahirkan budaya digital yang kreatif, aman dan nyaman.”

Shafinaz Nachiar selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa sekarang ini jarang sekali yang gagap digital, termasuk anak-anak yang usianya masih sangat muda seperti anak kelas 1 SD, paling tidak mereka tidak gagap gadget. Bahkan menurutnya anak muda bisa dibilang lebih pintar jika dibandingkan dengan orang tua; mereka justru mengajari orang tuanya bagaimana berselancar di dunia maya.

Karena adanya keterbukaan informasi itu, orang-orang bisa akses informasi, dan anak-anak juga sekarang sudah memakai gadget karena harus sekolah di rumah. Hal ini sudah disadari semua orang. Namun, adapun sisi negatif dari keterbukaan informasi, yaitu bahwa aliran informasi semakin pesat dan juga situs pornografi semakin mudah di akses oleh anak-anak di bawah umur, dan itu hal yang sangat berbahaya.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Asoka Pramesti menyampaikan pertanyaan “Seperti kita ketahui saat ini media sosial bebas memberikan informasi apa saja, tetapi nyatanya di media sosial banyak menyebarkan konten tidak positif dan berupaya menyebarkan aib orang dan cerita-cerita yang bukan menjadi kebutuhan masyarakat. Pertanyaaan saya, bagaimana pendapatnya melihat akun-akun tersebut semakin eksis namun tidak sesuai dengan pilar atau prinsip budaya digital yang semestinya ada?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Anang Masduki, M.A., Ph.D. (cand). “Kita jangan sampai mempunyai pemahaman bahwa di media sosial itu merasa bebas sebebas-bebasnya. Harus dimulai dari diri kita sendiri dulu. Meski ada kebebasan karena kita menganut negara demokrasi, tetapi harus bertanggung jawab. Ingat ada norma, budaya, Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang harus kita junjung tinggi. Juga bahwa ketika di media sosial, jangan sampai kita juga terlalu terbawa perasaan atau serius, karena di sana banyak sekali akun-akun robot.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.