Bumi sedang menghadapi fenomena pemanasan global (global warming). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengingatkan, jika pemanasan global melebihi 1,5 derajat celsius, akan menghasilkan dampak iklim yang signifikan.

Saat ini, suhu bumi telah mengalami kenaikan sebesar 1 derajat celsius. Bila melihat tren yang ada, pada 2030, bumi akan mengalami kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat celsius. Di sisi lain, IPCC juga menjelaskan, terdapat sejumlah upaya untuk mengatasi perubahan iklim tersebut. Tentunya dengan penerapan teknologi yang mengedepankan ramah lingkungan.

Teknologi yang dimaksud di antaranya teknologi green building. Konsep ini diharapkan dapat diterapkan di wilayah perkotaan. Bila kota-kota di seluruh dunia menggunakan konsep ini, tentu laju pemanasan global dapat semakin ditekan.

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto. “Green building ini memiliki konsep yang bagus sekali, tidak sekadar bangunan yang ditutupi oleh tanaman, tetapi juga mempertimbangkan faktor lingkungan, di mana emisi yang dikeluarkan bangunan dapat ditekan. Di sini akan ada efisiensi energi listrik, air, pengelolaan sampah, dan lainnya,” ujarnya.

Dengan semakin banyaknya bangunan berkonsep hijau, lanjut Siswanto, emisi yang dikeluarkan tidak semakin menambah gas rumah kaca di atmosfer. Sementara itu, jika terdapat penggunaan listrik dan air berlebih, pengelolaan sampah yang tidak benar, serta bangunan yang tidak mengindahkan faktor ekologis, maka akan menghasilkan emisi yang besar.

Konsep green building meminimalkan penggunaan listrik yang berasal dari bahan bakar fosil, tetapi lebih banyak memanfaatkan sumber lainnya seperti sinar matahari dan panel surya. Pengelolaan sampah yang baik juga menjadi faktor penentu konsep bangunan ramah lingkungan.

Upaya Pemprov DKI Jakarta

Siswanto mengapresiasi upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), yakni dengan menerapkan konsep bangunan hijau (green building). Konsep ini hadir berdasarkan Pergub Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau.

“Setiap kota sudah seyogianya menerapkan smart city, penerapan teknologi maju seperti internet of thing (IoT), big data, untuk mempermudah kehidupan masyarakat. Aspek dari smart city, ya lingkungan. Konsep green building juga harus mempertimbangkan faktor hidrologi. Air harus ada yang diserap ke tanah, karena semakin banyak limpahan air di permukaan, akan semakin banyak pula genangan dan banjir,” tegas Siswanto.

Konsep bangunan hijau yang diterapkan di Ibu Kota ini hadir berdasarkan Pergub Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau. Gedung-gedung hijau tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien, sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan hingga dekonstruksi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Andono Warih optimistis, konsep bangunan gedung hijau dapat menekan emisi gas rumah kaca. “Kami mendorong kolaborasi aksi penurunan emisi GRK melalui implementasi konsep bangunan gedung hijau dengan melaporkan konsumsi energi, air, dan pelaksanaan program konservasi energi secara berkala,” ujarnya.

Konsep bangunan hijau yang dihadirkan Pemprov DKI Jakarta sejalan dengan upaya pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030. Komitmen pemerintah tersebut sesuai dengan konvensi perubahan iklim yang telah disepakati.

Persyaratan

Untuk menciptakan sebuah bangunan hijau, dibutuhkan sejumlah persyaratan, di antaranya persyaratan teknis bangunan yang mencakup efisiensi energi, air, kualitas udara dalam ruang, pengelolaan lahan dan limbah, serta efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi.

Berdasarkan data Green Building Council Indonesia (GBCI), di DKI Jakarta baru terdapat 5 gedung yang telah menerapkan konsep green building, di antaranya Menara BCA, Sampoerna Strategic Square, Sequis Life, Pacific Place, dan Gedung Waskita.

Sementara itu, dari target penurunan emisi gas rumah kaca gedung non-Pemprov, persentase capaian reduksi aksi mitigasi pada 2020 baru mencapai 0,93 persen. Berdasarkan Pergub Nomor 131 Tahun 2012, target capaian reduksi aksi mitigasi bangunan hijau pada 2020 sebesar 1,5 juta ton CO2e dan pada 2030 sebanyak 5,5 juta ton CO2e. Sedangkan untuk gedung Pemprov sendiri, target capaian reduksi aksi mitigasi pada 2020 sebesar 49,4 ribu ton CO2e dan pada 2030 sebesar 129,5 ribu ton CO2e.

Konsep bangunan hijau di DKI Jakarta ini sebenarnya telah tertuang dalam Grand Desain Green Building yang diinisiasi sejak 2016. Berdasarkan rancangan induk tersebut, pada 2030 Jakarta berkomitmen akan menurunkan konsumsi energi, air, dan penurunan emisi gas rumah kaca masing-masing sebesar 30 persen.

Meningkatkan kesehatan

Penerapan konsep bangunan ramah lingkungan terus digalakkan karena memberikan sederet manfaat, di antaranya membantu mencegah dampak negatif serta meningkatkan kesehatan lingkungan sekitar. Konsep ini tak hanya dapat diterapkan pada gedung-gedung menjulang, tetapi juga pada permukiman atau hunian warga.

Apabila target bangunan hijau melalui penghematan energi listrik sebesar 3.785 GWh terpenuhi, sebanyak 32 ribu unit rumah/rusun dapat dialiri listrik dengan daya 1.300 watt hingga tahun 2030. Manfaat lainnya juga semakin terasa bagi masyarakat luas, misalnya penghematan konsumsi air sebesar 2,4 miliar liter setara dengan konsumsi air untuk lebih dari 1.100 unit rumah/rusun hingga tahun 2030.