Sebagai kota dengan penduduk terpadat di Indonesia, Jakarta menghadapi tantangan untuk dapat mengakomodasi kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi warganya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menginisiasi program-program yang dikhususkan bagi warga yang belum memiliki rumah.
Melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, berbagai program fasilitas perumahan bagi warga terus dijalankan, seperti program Hunian Terjangkau Milik. Program ini merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hunian di Jakarta. Sesudah kemampuan ekonominya meningkat, warga yang awalnya menyewa rusun diharapkan mampu membeli rumah sendiri melalui program ini.
Plt Kepala DPRKP Provinsi DKI Jakarta Afan Adriansyah Idris mengatakan, nomenklatur Hunian DP Nol Rupiah diubah menjadi Hunian Terjangkau Milik agar tidak terjadi mispersepsi seperti yang selama ini terjadi. “Perubahan ini dilakukan untuk menyampaikan pesan ke masyarakat bahwa Pemprov DKI tidak hanya menyalurkan kredit berupa DP (down payment), tetapi juga menyalurkan kredit full payment seratus persen, sehingga masyarakat tidak perlu membeli rumah dengan mencari pinjaman kredit dari pihak lain,” katanya, Kamis (9/11/2023).
Program penyediaan rumah ini ditargetkan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ber-KTP DKI dengan penghasilan keluarga maksimal Rp 14,8 juta per bulan, belum memiliki rumah, dan tidak sedang menerima fasilitas pembiayaan dari pemerintah.
Hingga saat ini, DPRKP telah menyalurkan dana Fasilitasi Pembiayaan Perolehan Rumah (FPPR) sebesar Rp 286,6 miliar kepada 1.081 penerima manfaat. Sebagai penyedia, terdapat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni Perumda Sarana Jaya, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Perum Perumnas, yang tersebar di Pondok Kelapa, Cilangkap, Kemayoran, serta Cengkareng.
Rusun ramah disabilitas
Dalam menyediakan rumah tinggal berupa rumah susun, Pemprov DKI Jakarta memastikan fasilitas di dalamnya dapat mengakomodasi kebutuhan warga, khususnya penyandang disabilitas. Sebanyak 93 unit hunian keluarga yang tersebar di delapan Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) memiliki fasilitas untuk orang dengan disabilitas.
Pemerhati Kebijakan Publik PH&H Public Policy Interest Group Agus Pambagio mengingatkan, standar pelayanan untuk disabilitas harus mengikuti peraturan yang sudah ada. “Harus berdasarkan PP Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas. Jika fasilitasnya sudah ada, harus dipastikan apakah sesuai standar dan dirawat dengan baik. Benar-benar harus mengakomodasi rekan-rekan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Agus meminta Pemprov DKI benar-benar memperhatikan agar rusunawa ini memudahkan akses bagi penyandang disabilitas. “Jika tanjakan (di rusunawa) curam atau toiletnya tidak ada pegangan dan tidak cukup untuk masuk kursi roda, misalnya, tentu ini malah menyulitkan (penyandang disabilitas). Selain itu, bagaimana dengan prasarana untuk penyandang tunanetra dan sebagainya? Pembuatan fasilitas seperti ini tentu perlu anggaran tidak sedikit,” katanya.
Ia juga mengingatkan, yang tidak kalah penting Pemprov DKI mewujudkan semua yang sudah direncanakan. “Jangan hanya mengganti nama. Beri kepastian dan lakukan komunikasi yang baik kepada publik tentang perbedaan dengan program DP nol persen. Harus dijelaskan kata ‘terjangkau’ itu apa implementasinya. Jelaskan juga besaran dan cara memperoleh kredit untuk DP, perhitungan cicilannya, serta harus ada tampilan simulasi perhitungan yang jelas dan bisa diakses publik,” imbuh Agus.
Sementara itu, Kepala Unit Pembiayaan Dana Perumahan DPRKP Provinsi DKI Jakarta Meli Budiastuti mengungkapkan, penyandang disabilitas dapat berkegiatan normal layaknya warga lain karena fasilitasnya cukup lengkap. “Sebagai contoh, Rusun Tambora dilengkapi huruf braille pada tombol dan railing elevator, serta Rusun Karang Anyar yang dilengkapi ramp, guiding block, toilet umum khusus disabilitas, huruf braille, dan tombol elevator khusus pengguna kursi roda. Kami fasilitasi agar mereka nyaman tinggal di rusun,” ungkapnya.
Di samping itu, Pemprov DKI bekerja sama dengan pihak swasta untuk menata permukiman demi mewujudkan kesehatan masyarakat. Program ini berupa revitalisasi rumah warga agar mencapai standar layak huni dari segi sarana, prasarana, dan sanitasi.
Hingga saat ini, sebanyak 28 rumah di Kelurahan Palmerah diperbaiki, bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi. Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta para wali kota untuk mendata lokasi permukiman yang perlu ditata. “Kami akan keliling. Ke depan, kami akan menata lebih banyak lagi,” ucap Heru.
Salah satu warga yang rumahnya direvitalisasi mengucapkan terima kasih kepada Pemprov DKI dan Yayasan Buddha Tzu Chi. “Saya berterima kasih kepada Bapak Heru Budi. Saya berharap, akan banyak lagi rumah yang tidak layak huni bisa dibedah menjadi rumah nyaman dan sehat,” tutur Kurnia, warga Pegangsaan. [*]