Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cegah dan Tangkal Bahaya Pornografi dan Pelecehan Seksual di Internet”. Webinar yang digelar pada Kamis, 30 September 2021 di Tangerang Selatan, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-site Director Indonesia), Sigit Widodo (Internet Development Institute), Gervando Jeorista Leleng (Co-Founder Localin), dan Mia Angeline (Deputy Head of Communication Department, Bina Nusantara University, Jakarta).

Sani Widowati membuka webinar dengan mengatakan, kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) naik hampir 300 persen selama pandemi.

“Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan yang dirilis pada 5 Maret 2021, terdapat 940 kasus KBGO dari sebelumnya 281 kasus sepanjang 2020,” ungkapnya. Kiat aman dari pelecehan seksual di internet ialah lindungi data pribadi.

Pisahkan akun privat dengan akun publik, paham literasi digital, paham pendidikan seksual. Mencegah kecanduan pornografi dengan terapkan peraturan dan disiplin sejak dini, memberikan pondasi agama, memberikan edukasi seks sejak dini.

Sigit Widodo menambahkan, pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan seksual. Pelecehan seksual adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.

“Pelecehan seksual secara online tidak menimbulkan dampak fisik, tapi dampak psikologisnya dapat lebih berat. Anak-anak adalah kelompok paling rentan di dunia daring. Dunia daring bukan dunia lain, internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia offline. Apa yang kita tulis di internet akan dibaca oleh orang lain, foto dan video kita akan disaksikan oleh orang lain,” paparnya.

Gervando Jeorista turut menjelaskan, konten negatif atau konten ilegal di dalam UU 11/2008 tentang ITE yang telah diubah melalui UU 19/2016 (UU ITE) dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.

“Tidak perlu mendistribusikan konten negatif. Dasar utamanya adalah pertanyaan apakah konten kita benar (obyektif, sesuai fakta), penting, dibutuhkan (inspiratif) dan memiliki niatan baik untuk orang lain (tidak memihak, tidak merugikan). Selanjutnya, perlu dipastikan apakah konten kita datang dari sumber yang kredibel?” katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Mia Angeline mengatakan, kondisi yang melatari seseorang tertarik pornografi di antaranya bosan, kesepian, lelah, emosi, dan tertekan.

“Yang harus kita hadapi yaitu dengan cara rutin perbaharui password, setting privasi di social media, cek dulu sebelum posting, jangan cepat percaya pada orang yang baru dikenal. Jangan sebarkan data pribadi Tidak menyebarkan hal privasi di internet. Untuk orangtua dengan pelajari aplikasi yang dipakai anak,” katanya.

Dalam sesi KOL, Astari Vern mengatakan, pastinya kalau bisa kita bermain di sosial media tapi itu selalu ada dampak positif dan juga dampak negatif. “Yang harus dihindari itu adalah di mana kita pergunakan data personal diri kita. Jangan sebar foto atau konten ke teman-teman. Kita harus lebih dewasa dan bijak menggunakan sosial media.”

Salah satu peserta bernama Eka menanyakan, apakah boleh mengirimkan stiker yang berbau pornografi di WhatsApp? Langkah apa yang harus kita lakukan ketika Ada teman yang mengirimkan hal tersebut?

“Bilang kepada temen kita untuk menghapusnya jika itu belum izin,” jawab Sigit.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]