Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Bersama Kita Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”. Webinar yang digelar pada Kamis, 14 Oktober 2021 di Tangerang Selatan, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Sigit Widodo (Internet Development Institute), Oksidelfa Yanto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Pamulang), Irma Safitri (Ketua PUSPAGA Kota Tangerang Selatan), dan Annisa Choiriya Muftada (Kaizen Room).

Sigit Widodo membuka webinar dengan mengatakan, pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan seksual.

“Pelecehan seksual adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan,” ujarnya.

Menurutnya, pelecehan seksual secara online tidak menimbulkan dampak fisik, tapi dampak psikologisnya dapat lebih berat. Anak-anak adalah kelompok paling rentan di dunia daring, batas minimal pengguna media sosial adalah 13 tahun, dampingi anak saat bergawai, seleksi konten yang sesuai anak.

Dunia daring bukan dunia lain internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia offline. Apa yang kita tulis di internet akan dibaca oleh orang lain, foto dan video kita akan disaksikan oleh orang lain. Di ujung sana ada manusia yang sebagian kita kenal, tapi sebagian besar tidak kita kenal sama sekali.

“Awas jejak digital semua yang kita kirimkan ke jaringan publik harus dianggap tidak bisa dihapus. Semua hal dalam bentuk digital dapat dengan mudah disalin dan disebarkan, sehingga jejak digital akan terekam di banyak tempat. Jejak digital di internet abadi selama internet masih ada,” jelasnya.

Oksidelfa Yanto menjelaskan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak di Indonesia. Dinas Pemberdayaan Perempuan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Kota Tangerang mengungkap, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi di Kota Tangerang selama pandemi Covid-19 meningkat hampir 40 persen.

Kebanyakan korban kekerasan merasa takut untuk melapor karena kurangnya informasi untuk mengadu. Faktor penyebab kekerasan pada anak yakni ekonomi, soal kematangan dari kepribadian orangtua dan pendidikan, cara pandang masyarakat yang keliru.

“Yang harus dilakukan untuk melindungi anak dan perempuan yakni dimulai dari keluarga, penguatan peran pemerintah/semua pihak, ajarkan anak tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain,” tuturnya.

Irma Safitri menjelaskan grooming adalah upaya untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan ikatan emosional sehingga mereka dapat memanipulasi atau mengeksploitasi, bahkan melecehkan korban (karena korban merasa berhutang budi dan terikat).

“Upaya untuk mencegah misalnya dengan memberi pemahaman sejak dini bahwa perempuan dan anak punya hak atas tubuhnya, dan orang lain—bahkan orangtua sekalipun—tidak bisa menyentuh apalagi meraba badan mereka tanpa izin. Siapapun boleh menolak hal-hal yang membuatnya tidak nyaman,” paparnya.

Menurutnya, perempuan dan anak-anak rentan terkena kejahatan grooming oleh orang dewasa dengan dalih pacaran atau ungkapan kasih sayang. Penting untuk menjadi perhatian orangtua tentang budaya digital jadilah orangtua yang cerdas, yang tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar dan tren masa kini, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan Pancasila.

Perbanyak ilmu agama agar dapat mendidik anak dengan baik sesuai dengan tuntunan agama, sehingga tidak mudah terpengaruh dari budaya yang buruk. Selamatkan dampak buruk perubahan budaya di masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan positif bersama perempuan dan anak.

Sebagai pembicara terakhir, Annisa Choiriya Muftada maraknya penipuan online dan keboran data membuat kita untuk lebih concern terhadap digital safety. Kita semua tahu bahwa munculnya teknologi sebetulnya didasarkan pada niat baik yang bertujuan untuk mempermudah kehidupan manusia.

Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa kemajuan yang ada justru juga memiliki dampak negatif, yang menjadi sebuah tantangan baru yang dihadapi oleh kita semua sebagai masyarakat digital.

“Nah, salah satu tantangan yang dihadapi manusia, khususnya di era digital ini, adalah tantangan dalam menghadapi beragam ancaman dan kejahatan digital skala internasional, di mana kita sebagai masyarakat digital, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi saat ini semakin memudahkan kita untuk terhubung dengan masyarakat internasional dari mancanegara,” tuturnya.

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita sebagai masyarakat digital dan bagian dari masyarakat internasional, untuk betul-betul memahami dan memiliki digital skill yang mampu meningkatkan ketahanan kita sebagai masyarakat terhadap berbagai ancaman dan kejahatan digital yang ada, baik itu di ranah nasional maupun internasional.

Dalam sesi KOL, Putri Juniawan mengatakan, ketika teman-teman mengalami kekerasan seksual di tempat umum harus berani speak up. “Di ruang publik yang online sendiri seperti instagram juga harus seperti itu.”

Salah satu peserta bernama Sigit Widodo menanyakan, bagaimana upaya untuk mengantisipasi kriminalisasi ketika kita speak up di sosial media jika stigma saling menyalahkan tersebut digagahkan?

“Memang yang menjadi masalah dimasyarakat kita adalah stigma bahwa korban ini rata-rata memang kesalahan dia. Semisalnya dia berpakaian tidak sopan, berperilaku tidak benar. Kemudian jadi korban lalu korban disalahkan, padahal kita harus selalu berpikir bahwa korban tersebut tidak mau diperlakukan seperti itu dengan alasan apapun,” jawab Sigit.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]