Kementerian Perhubungan, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, tengah menjalankan proyek strategis Terminal Kijing. Terminal yang terletak di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, merupakan pengembangan dari Pelabuhan Pontianak dan diharapkan menjadi pelabuhan berstandar internasional terbesar di Kalimantan.
Penetapan Terminal Kijing sebagai salah satu proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Terminal ini ditargetkan dapat beroperasi pada akhir 2020.
Terminal yang didukung lahan seluas 200 hektar ini akan terintegrasi dengan kawasan ekonomi khusus (KEK) Mempawah sehingga akan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat.
Direktur Kepelabuhanan Ditjen Perhubungan Laut Subagiyo menjelaskan, pembangunan Terminal Kijing dimulai sejak 2018, diawali dengan ditandatanganinya perjanjian Konsesi Pembangunan dan Pengusahaan Terminal Kijing antara Kementerian Perhubungan dan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) pada Juli 2018.
Ruang lingkup perjanjian konsesi tersebut meliputi pemberian hak kepada PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC untuk melakukan pembangunan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan dengan jangka waktu perjanjian konsesi selama 69 tahun.
Pengembangan
“Terminal Kijing merupakan pengembangan dari Pelabuhan Pontianak dan menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) dengan tujuan untuk mengantisipasi dan meningkatkan kapasitas Pelabuhan Pontianak. Mengingat, kondisi Pelabuhan Pontianak yang ada saat ini sulit untuk dikembangkan, khususnya dalam melayani kapal yang lebih besar dikarenakan kendala teknis berupa kedalaman alur yang dangkal dan sedimentasi yang tinggi,” ujar Subagiyo.
Meskipun beberapa bulan terakhir Indonesia masih dilanda wabah pandemi Covid-19, tambah Subagiyo, pembangunan infrastruktur di Indonesia, termasuk pembangunan Terminal Kijing, terus berjalan sesuai rencana.
Pembangunan Terminal Kijing yang dilaksanakan oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, total investasi pembangunan adalah sebesar Rp 14,45 triliun dan ditargetkan akan mulai beroperasi sebagian pada akhir 2020.
“Adapun rencana pembangunan Kijing ini meliputi pembangunan sisi laut (offsshore) dan pembangunan sisi darat (onshore) yang berada di dalam lahan seluas 200 hektar tersambung oleh trastle sepanjang 3,5 kilometer,” jelas Subagiyo.
Fasilitas
Sejumlah fasilitas yang dibangun di Terminal Kijing ini nantinya meliputi empat zona, yaitu zona peti kemas dengan total kapasitas 1.950.000 TEUs/tahun (tahap I : 950 TEUs/tahun dan Tahap II : 1.000.000 TEUs/tahun), zona curah cair dengan total kapasitas sebesar 12.180.000 ton/tahun (tahap I : 8.340.000 ton/tahun dan tahap II : 3.840.000 ton/tahun), zona kering dengan total kapasitas sebesar 15.000.000 ton/tahun, dan zona multipurpose dengan total kapasitas sebesar 1.000.000 ton/tahun (tahap I : 500.000 ton/tahun, tahap II : 500.000 ton/tahun).
Pada tahap pertama (tahap inisial), beberapa fasilitas yang dibangun antara lain meliputi lapangan terminal peti kemas ukuran 1.000 meter x 100 meter, lapangan sisi darat seluar 13,8 hektar, trestle ukuran 3.450 x 19,8 meter, dengan estimasi kapasitas pada terminal peti kemas sebanyak 500.000 TEUs dan estimasi kapasitas terminal multipurpose sebanyak 500.000 ton.
“Saat ini, berdasarkan laporan pelaksanaan progres pekerjaan dari PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), pelaksanaan pembangunan fisik konstruksi Terminal Kijing hingga akhir Mei 2020 telah mencapai sekitar 60 persen dan ditargetkan akan selesai pada pada bulan November 2020. Dengan demikian, sebagian dari pembangunan Terminal Kijing ini akan bisa beroperasi pada akhir tahun 2020,” tegas Subagiyo.
Dengan beroperasinya Terminal Kijing, ke depan diharapkan akan meningkatkan kuantitas, kualitas, serta efisiensi pengelolaan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat.
“Selain itu, dengan dibangunnya Terminal Kijing diharapkan dapat meningkatkan konektivitas antarpulau di Indonesia dalam rangka menekan biaya logistik serta sebagai salah satu dari beberapa pelabuhan yang menjadi komponen program tol laut,” pungkas Subagiyo. [*/BYU]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 11 Juni 2020.