Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu (18/8/2021) di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Muhamad Mustafied – LPPM-UNU Yogyakarta, Heryus Saputra – Sastrawan & Penulis, Dr. Bambang Kusbandrijo, MS – Dosen UNTAG Surabaya dan AA Subandoyo – Klipaa.com.

Globalisasi

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Muhamad Mustafied membuka webinar dengan mengatakan, globalisasi adalah segala sesuatu yang dilihat dari global, dan merupakan aspek dari global, dan suatu kualitas pada kondisi global.

Tantangan dalam era globalisasi adalah digital skill, digital ethic, digital culture, digital safety. Digital skill adalah berbagai kemampuan untuk menggunakan perangkat digital, aplikasi komunikasi, dan jaringan untuk mengakses dan mengelola informasi.

Memungkinkan orang untuk membuat dan berbagi konten digital, berkomunikasi dan berkolaborasi, memecahkan masalah untuk pemenuhan diri yang efektif dan kreatif dalam kehidupan, pembelajaran, pekerjaan, dan kegiatan sosial pada umumnya.

Indikator digital skill yakni pengetahuan dasar mengenai lanskap digital-Internet dan dunia maya. Pengetahuan dasar mengenai mesin pencarian informasi, cara penggunaan dan pengolahan data. Pengetahuan dasar mengenai aplikasi percakapan dan media sosial.

“Pancasila sebagai landasan aktivitas berdigital meliputi mengakses, menyeleksi, memahami, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, berpartisipasi dan berkolaborasi,” paparnya.

Pancasila

Dr. Bambang Kusbandrijo mengatakan, kitalah yang mempunyai tanggung jawab dan bukan hanya sekadar memahami tetapi kita mengamankan Pancasila. “Mengamankan Pancasila adalah tanggung jawab diri kita,” katanya.

Ia menambahkan, nilai Pancasila terdiri dari 5 aspek yaitu sejarah, adat istiadat, budaya, agama, bangsa. Pancasila adalah kita karena diri kita dan jiwa kita dan dilihat dari jiwa bangsa, pndangan hidup, pandangan dunia, kepribadian, falsafah pemersatu bangsa.

Maka dari itu, Pancasila adalah nilai yang akan dapat mempersatukan kita semua. Kita bisa melihat bahwa dengan Pancasila dunia dapat mengenal bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, bangsa yang suka menolong, bangsa yang santun, bangsa yang toleran, dan bangsa yang bergotong royong.

“Tetapi ketika melihat hasil survei ada persepsi yang berbeda, bahwasanya negara Indonesia menjadi yang terburuk netizennya menurut survei digital Microsoft. Marilah kita melihat dari etiknya media sosial, mempererat persaudaraan bukan memecah belah keragaman,” harapnya.

Heryus Saputra turut menjelaskan, digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinnekaan. Masyarakat Pancasila adalah masyarakat pembelajar. Yaitu masyarakat yang terus belajar untuk maju.

“Penanaman nilai Pancasila harus berbasis teknologi digital sebagai alat yang efektif. Kemajuan teknologi telah membawa berbagai perubahan bagi masyarakat. Kemudahan mengakses berbagai informasi tanpa batas dapat dilakukan dengan mudah, maka setiap sila-sila memiliki nilai yang bisa dilakukan di dunia nyata dan maya,” paparnya.

Pasar digital

Sebagai pembicara terakhir, AA Subandoyo mengatakan digital adalah market super besar. Zona produktif digital antara lain produk barang dan jasa, ideologi, perdagangan obat, berbagai macam bisnis, gerakan perubahan, donasi, dan politik.

“Tetapi dalam ruang digital tidak hanya zona produktif yang baik dan positif, tetapi juga ada zona yang tidak produktif. Indonesia butuh konten positif. Jangan sampai surplus keluhan minus gagasan. Dunia digital adalah area besar amal membangun masyarakat Pancasila,” pungkasnya.

Dalam sesi KOL, Camar Haenda mengatakan, banyak dampak positif dan negatif di dunia digital karena kita di sini terkoneksi satu sama lain. “Jadi satu hal yang menurutku sangat beruntung kta dapat mengakses internet dengan cepat namun kita tetap harus cek dan ricek dalam melihat informasi,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Salsabila menanyakan, bagaimana cara mengenalkan nilai-nilai Pancasila dalam bermedia digital kepada masyarakat khususnya generasi milenial?

“Dalam rentang perubahan zaman ini ternyata kita tidak cukup cerdas, tapi yang diperlukan juga kearifan dan kebijaksanaan. Metode yang pertama harus kita pahami. Harus mulai metode cara belajar siswa aktif jadi mereka biarkan bergerak, jangan gurunya terus yang harus gerak,” jawab Bambang.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.