Pancasila merupakan ideologi yang luar biasa. Meski terdiri atas lima sila, Pancasila bisa membicarakan masalah keindonesiaan, bahkan masalah global. Saking universalnya Pancasila, jika dunia membutuhkan peradaban baru, dengan konteks hari ini, terjadi degradasi moral, perang di mana-mana, dan segala macam, jawabannya adalah Pancasila.

Hal itu diutarakan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat berbicara dalam Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tema “Mewujudkan Negara yang Damai dan Toleran untuk Indonesia yang Lebih Maju” di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Diskusi diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.

Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP yang juga Wakil Presiden RI 1993–1998 Jenderal TNI Pur Try Sutrisno, sejumlah anggota De­wan Pengarah BPIP, antara lain Said Aqil Siradj, Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, dan Andreas Anangguru Yewangoe.

Ahmad Doli mengatakan, “Rugi besar sebenarnya jika bangsa dan masyarakat kita mengabaikan Pancasila.” Masalahnya, lanjut politikus Partai Golkar tersebut, Pancasila sempat sangat lekat pada satu rezim sehingga menimbulkan salah persepsi di sebagian anak bangsa. Padahal, Pancasila adalah filosofi bangsa dan negara yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.

“Menjadi tugas berat bagi kita semua, termasuk BPIP, untuk kembali memulihkan dulu persepsi anak bangsa terhadap Pancasila. Bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila itu adalah nilai yang netral, tidak lekat pada rezim apa pun dan bahwa ini adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari,” ujar Ahmad Doli. Langkah berikutnya adalah bagaimana membumikan Pancasila bagi masyarakat dan menjadikannya sebagai living ideology masyarakat.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP yang juga Wakil Presiden RI 1993–1998 Jenderal Pur Try Sutrisno menyebutkan bahwa para pendiri bangsa sudah meninggalkan konsep besar dan visioner yang luar biasa untuk mewadahi anatomi bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Try mengutip idiom tata tentrem kerta raharja yang mengandung penegakan hukum, nilai-nilai, dan etika terlebih dahulu sebelum menjadi sejahtera. Hal itu diwujudkan dalam negara yang damai dan toleran.

Anggota Dewan Pengarah BPIP Said Aqil Siradj mengatakan, Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan agama Islam. Menurut Ketua Umum PBNU ini, dalam Muktamar ke-27 di Sidoarjo, NU di bawah pimpinan Abdurrahman Wahid menerima Pancasila sebagai asas tunggal. “Kelima sila itu tidak ada yang bertentangan dengan agama Islam. Justru itu adalah nilai-nilai Islam,” ujar Said Aqil.

Said Aqil memaparkan tentang munculnya ideologi transnasional yang bela­kangan hadir di Indonesia. Ia menegaskan, Indo­nesia sudah memiliki dasar negara yang su­dah disepakati bersama yaitu Pancasila, yang ha­rus diperkuat dan dipertahankan. “Kita tolak ideo­logi transnasional yang asing bagi kita,” ujarnya.

Melanjutkan pemaparan tersebut, anggota Dewan Pengarah BPIP Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto menyoroti pentingnya pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah yang merupakan tulang punggung perekonomian sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan sosial. [Adv]

Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Desember 2019.