Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun, acap ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah yang utama.
Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Saat peluncuran Program Literasi Digital Nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri, saat jaringan internet sudah tersedia, harus diikuti kesiapan-kesiapan penggunanya agar manfaat positif internet dapat dioptimalkan untuk membuat masyarakat semakin cerdas dan produktif.”
Dalam rangka mendukung Program Literasi Digital Nasional, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital meluncurkan Seri Modul Literasi Digital yang memfokuskan pada empat tema besar; “Cakap Bermedia Digital”, “Budaya Bermedia Digital”, “Etis Bermedia Digital”, dan “Aman Bermedia Digital”. Diharapkan dengan adanya seri modul ini, masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Proses sosialisasi dan pendalaman Seri Modul Literasi Digital dilakukan dalam bentuk seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang menjangkau 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada Kamis, 17 Juni 2021, pukul 13.00 WIB, webinar dengan tema “Pemahaman Literasi Digital untuk Pengembangan UMKM” diselenggarakan khusus bagi 14 kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten.
Webinar ini menghadirkan narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Dr Putu Eka Trisna Dewi SH MH (Dosen Universitas Ngurah Rai dan IAPA), Ibnu Novel Hafidz (creative entrepreneur), Dr Rahmawati SE MM CPS (dosen FEB Universitas Mulawarman dan alumnus PPRA LVI Lemhanas RI), dan Misbachul Munir (enterpreneur dan fasilitator usaha mikro, kecil, dan menengah/UMKM mikro).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Misbachul Munir mengawali webinar dengan mengatakan bahwa UMKM memiliki sumbangsih sangat besar terhadap perekonomian Indonesia, dan kehadirannya mendorong peningkatan daya beli masyarakat.
“Pemerintah mempunyai peran yang sangat bagus dalam kelangsungan tumbuhnya UMKM di Indonesia, salah satunya dengan memberikan paket stimulus kepada UMKM agar mempermudah perkembangan sektor UMKM, khususnya pada era digital ini. Hal itu perlu didukung dengan sosialisasi literasi dan digital agar pelaku UMKM mampu menganalisis dalam pengembangan usahanya,” kata Misbachul.
Rahmawati dalam pemaparannya menjelaskan, pengguna internet pada transaksi pembelian online terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan toko daring memiliki beberapa kelebihan, salah satunya bisa memilih barang langsung dari rumah. Ia juga mengingatkan bahwa penipuan menggunakan platform digital terus meningkat, dan pelaku bisnis harus menerapkan business ethics dalam rangka mengurangi penipuan konsumen, yaitu cara bertindak, adat dan kebiasaan, dan pedoman dalam melakukan bisnis.
Ibnu Novel Hafidz kemudian menerangkan bahwa masalah terbesar dari UMKM adalah berpikir seperti UMKM. Maksudnya adalah banyak UMKM yang tersesat bukan karena tidak tahu tujuannya, melainkan tidak tahu posisinya. Pada era digital, terjadi benturan antara kultur dan teknologi, termasuk dalam bisnis UMKM. Para UMKM dapat menjual produknya ke seluruh dunia, dan dalam mengembangkan produknya bisa ke mancanegara. “Untuk itu, UMKM harus mengenal semuanya dalam hal branding dan memasarkan di internet secara tepat.
Putu Eka Trisna Dewi turut memberi penjelasan menarik. Menurutnya, nilai transaksi e-commerce Indonesia meningkat dan menjadi favorit pada tahun ini. Walau begitu, masih sering terjadi kecurangan dalam hal transaksi yang menimbulkan kerugian oleh konsumen.
Ia juga mengelaborasi mengenai predatory pricing, yaitu istilah perdagangan yang merujuk praktik permainan harga, dan pada umumnya korbannya menyasar pemain yang lebih lama, maka bisa dikatakan sebagai mesin pembunuh pasar. Tujannya adalah mematikan praktik pesaingnya. Melihat fenomena itu, pemerintah mengeluarkan peraturan dan ketentuan terkait persaingan usaha tidak sehat.
Ada yang bertanya tentang cara agar produk-produk lokal pedesaan bisa memiliki daya daya saing dan daya tarik yang tinggi di e-commerce. Misbachul Munir lalu menjelaskan bahwa pelaku usaha diberikan kesempatan untuk memasarkan produknya, sehingga harus memiliki kemampuan kreativitas untuk survive. Pelaku usaha harus beradaptasi dalam bertransaksi secara daring. Selain itu, harus mencintai produk Indonesia sebelum membeli produk dari luar, karena hal ini terkait dengan nasionalisme.
Seperti dikatakan Presiden Joko Widodo bahwa literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapat dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Presiden juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.
“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” kata Presiden.
Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis.
Para peserta juga akan mendapat e-certificate atas keikutsertaan di webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.