Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Kebebasan Berekspresi dan Beragama di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 3 September 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ahmad Wahyu Sudrajad (Peneliti dan Pendidik PP Al-Qadir Yogyakarta), Andrea Abdul Rahman Azzqy SKom MSi MSi(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta), H Lukmanul Hakim (Kepala Kemenag Kota Serang), dan Dr Rino Ardhian Nugroho SSos MTI (Kepala Kantor Urusan Internasional Universitas Sebelas Maret).

Ahmad Wahyu membuka webinar dengan mengatakan, setiap orang memiliki kebebasan untuk berekspresi. “Hak atas kebebasan berekspresi mencakup kebebasan untuk menyampaikan opini/pendapat, pandangan atau gagasan tanpa adanya intervensi/campur tangan, hak untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi, melalui media apapun, tanpa memandang batas-batas wilayah.”

Kebebasan berekspresi, lanjutnya, bisa dilihat dengan dua cara yakni hak untuk mengakses dan menerima, menyebarkan informasi; dan hak mengespresikan diri melalui medium apapun. Kebebasan Berekspresi dan Beragama ini juga ditetapkan dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 terkait dengan Hak Asasi Manusia.

Penggunaan hak atas kebebasan berekspresi dan beragama, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab khusus. Akan tetapi juga perlu adanya penegakan hukum untuk membatasi jika memang benar-benar perlu, sebagai penghargaan bagi hak atau reputasi pihak lain, dan sebagi perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum.

Andrea Abdul menambahkan, etika digital yang perlu diperhatikan yakni daya manusia tidak berhenti di masa pandemi, justru semakin berkembang dengan bantuan era digital. “Berekspresi itu penting dan sama pentingnya dengan beragama. Maka, jangan langgar hak orang lain.”

Lukmanul Hakim turut menjelaskan, moderasi beragama merupakan konsepsi sikap toleran, rukun dalam beragama guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Indikator moderasi beragama yakni sikap toleransi terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal, menghargai tradisi dan budaya lokal.

“Mem-posting hal-hal negatif akan memengaruhi psikologis Anda menjadi manusia yang berpandangan negatif. Maka posting-lah hal positif di media sosial, karena jejak digital tidak akan pernah bisa dihapus dan akan menjadi catatan sejarah bagi masa depan Anda,” tuturnya.

Menurutnya, kebebasan berekspresi memang hak bagi kita semua tetapi kita juga harus mengetahui bahwa ada batasan dari kebebasan tersebut yakni ada hak orang lain yang membatasi dan juga terdapat undang-undang yang telah mengatur sedemikian rupa untuk menciptakan ruang publik yang sehat dan kondusif.

Sebagai pembicara terakhir, Rino Ardhian mengatakan, keamanan digital dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman.

“Proteksi identitas digital, bisa dilakukan dengan menjaga kenyamanan ruang digital, seperti menjauhkan diri dari konten radikalisme. Informasi yang cenderung radikal memiliki ciri mengandung ideologi tertentu, melakukan penghasutan yang bermuatan SARA, menyebarkan pemahaman menjelekan kelompok lain, menyebarkan kebencian dan kekerasan, serta melakukan ancaman terhadap keutuhan NKRI,” tuturnya.

Dalam sesi KOL, Ones mengatakan bahwa dampak positif media digital banyak sekali. Salah satunya untuk membangun personal branding, kolaborasi, untuk mempromosikan usaha kita. Namun dampak negatifnya juga banyak.

“Di antaranya banyak hoaks. Banyak juga konten-konten yang viral menurut saya tidak mengedukasi dan kita harus menyaring informasi, saling mengingatkan apabila ada postingan hoaks atau memprovokasi. Kita sebagai generasi muda juga sangat perlu menambah wawasan agar cakap berdigital,” pesannya.

Salah satu peserta bernama Elsa Lestari menanyakan, bagaimana caranya kita dapat mengetahui berita maupun video konten tersebut hoaks atau tidak?

“Yang pertama dengan menggunakan https atau Hypertext Transfer Protocol Secure. Kalau apps itu di Android atau iOS itu akan langsung mengecek bahwa apps-nya itu berbahaya atau tidak agar terhindar dari berita atau konten yang terbukti hoaks,” jawab Andrea.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]