Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Identifikasi dan Antisipasi Perudungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Selasa (10/8/2021) di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dewi Rahmawati S.Kom – Product Manager at Localin, Antonius Andy Permana – Founder-CEO of Haho.co.id, Daniel J. Mandagie, – Kaizen Room dan Eka Y. Saputra, – Web Developer & Konsultan Teknologi Informasi.

Cyberbullying

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dewi Rahmawati membuka webinar dengan mengatakan, perundungan di dunia digital (cyberbullying) sangat meresahkan.

“Dampak sosial yakni menarik diri dari lingkungan dan kehilangan kepercayaan diri. Dampak psikologis yakni depresi, pemarah, gelisah, pencemas, menyakiti diri sendiri, hingga percobaan bunuh diri,” tuturnya.

Sebagai langkah untuk mencegahnya, ia mengajak masyarakat untuk memahami informasi yang diakses dari berbagai sumber. Tingkatkan Privasi Akun. Skip/unfollow konten yang dirasa tidak sesuai dan membawa dampak buruk. Follow akun yang meningkatkan kualitasi diri.

Antonius Andy menambahkan, digital ethic adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencotohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan di Indonesia yang multikultur,” katanya.

Menurutnya, hal paling mendasar dari netiket adalah kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya. “Jangan mendistribusikan konten negatif,” ujarnya.

Komunikasi

Daniel J. Mandagie menjelaskan, perubahan yang terjadi terkait dengan perkembangan teknologi, bisa lihat dari bagaimana kita sebagai manusia berkomunikasi. Awalnya kita berkomunikasi menggunakan telepon kabel, pager, dengan adanya kemajuan pesat teknologi, hal tersebut sudah tergantikan smartphone.

Beberapa perubahan membuat kita semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time, media yang bervariasi dan saling terhubung/terkoneksi satu sama lain dan harapan dari pengguna internet untuk mendapatkan benefit lebih dari hasil pencarian (konten yang mudah dibagikan).

Mindful communication merupakan komunikasi penuh perhatian, yang melibatkan penerapan prinsip-prinsip perhatian dalam berhubungan dengan sesama. Penting bagi seluruh generasi memahami mindful communication di dunia digital agar terhindar dari perundungan sosial,” ungkapnya.

Berikut kompetensi dasar dalam budaya komunikasi digital, yakni cakap paham, cakap produksi, cakap distribusi, cakap partisipasi, cakap kolaborasi. Dampak bagi pelaku cyberbullying adalah cenderung bersifat agresif, berwatak keras, mudah marah, impulsif, lebih ingin mendominasi, kurang berempati, dan dapat dijauhi oleh orang lain.

Dampak bagi yang menyaksikan (bystander) yaitu jika cyberbullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka orang yang menyaksikan dapat berasumsi bahwa cyberbullying adalah perilaku yang diterima secara sosial.

Sebagai pembicara terakhir, Eka Y. Saputra memaparkan, cyberbullying sebenarnya ada 4 kata kunci, yakni niat pancing emosi marah/takut/malu, berulang kali/kontinu, target lemah/target berdaya dan individu/kelompok ke inividu.

“Bentuk cyberbullying di antaranya umpatan, penghinaan, fitnah, ancaman, impersonalisasi/curi identitas, pengkucilan, pelecehan seksual,” katanya. Ruang rawan media sosial tempat terjadi cyberbullying terutama di Instagram, Snapchat, Tiktok, dan Twitter.

Dalam sesi KOL, Steve Angkasa mengatakan teknologi digital itu sesuatu yang positif, namun ada juga dampak negatif, seperti komen negatif menuju cyberbullying dan perundungan. “Untuk menyikapinya kalau kena cyberbullying mungkin harus lebih berani speak up atau sharing ke orang lain,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Afni menanyakan, bagaimana cara membedakan antara cyberbullying dengan kritik?

“Jadi bedanya kritik itu misalnya ada temen membuat vlog masak/gambar, kritik itu apa kita kritik gambarnya misal warnanya kurang bagus atau terlalu gelap. Tapi kalau cyberbullying lebih menyerang orangnya. Kritik lebih ke karyanya,” jawab Eka.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.