Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. 

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Generasi Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (12/10/2021) di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring. 

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Zahid Asmara – Art Enthusiast, Imam Baihaqi, MH – Konsultan Pemberdayaan Desa, Rusman Nurjaman – Peneliti & Penulis dan Zusdi F.Arianto – Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada.

Cerdas dan cakap digital

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Imam Baihaqi membuka webinar dengan mengatakan, disrupsi digital adalah era terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran secara fundamental karena hadirnya teknologi digital, mengubah sistem dan tatanan hidup manusia secara global. 

Post truth diartikan sebagai kondisi di mana fakta tidak lagi berpengaruh dalam membentuk opini publik, melainkan emosi dan keyakinan personal yang akan menentukan. Hoaks, fake news dan false news merajalela di ruang medsos. Simpelnya, post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran,” tuturnya.

Indonesia memiliki pengguna internet sebanyak 202,6 juta jiwa. Youtube masih menjadi media sosial terpopuler. Berdasarkan laporan survei yang dikeluarkan oleh Microsoft bertajuk Digital Civility Index (DCI) pada 2020 lalu, mencatat bahwa tingkat keberadaban warganet Indonesia sangat rendah alias sangat tidak sopan.

“Maka perlu cerdas dan cakap digital. Komentar sesuai topik, tidak mengusik privasi seseorang, gunakan bahasa sopan dan hargai pendapat orang lain. Gunakan literasi digital untuk meningkatkan wawasan dan menyebarkan konten positif,” jelasnya.

Rusman Nurjaman menambahkan, budaya digital merupakan wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan. Sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digital, dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. 

“Nilai Pancasila dan kebhinekaan yakni menyebarkan konten, terlibat aktif dalam aktivitas digital, mencipta konten dan kerja sama aktif dalam komunitas digital,” paparnya.

Adapun dampak rendahnya pemahaman Pancasila dan kebhinekaan, yakni tidak mampu memahami batasan antara kebebasan berekspresi (di internet) dengan perundungan siber atau ujaran kebencian, tidak mampu membedakan antara keterbukaan informasi publik dan privasi, serta tidak mampu membedakan antara misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

Hoaks

Zusdi F.Arianto turut menjelaskan, pola komunikasi masyarakat di Indonesia dalam bersosial media yakni “10 to 90”. Artinya, hanya 10 persen yang memproduksi informasi, sedangkan 90 persen cenderung mendistribusikannya.

“Sayangnya, yang kerap disebarkan adalah berita bohong atau hoaks. Padahal, penyebar hoaks, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) dengan ancaman pidana,” jelasnya.

Dalam sesi KOL, Tyra Lundy mengatakan, cerdas itu bisa diupgrade, tapi yang namanya belajar itu seumur hidup. “Jadikanlah internet sebagai jendela dunia. Follow website situs yang produktif atau follow juga influencer yang memberi pengetahuan,” pesannya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama hadi Nugraha menanyakan, bagaimana cara mencegah agar para murid tidak melakukan kecurangan saat pembelajaran online?

“Di era digital memang punya tantangan sendiri di mana salah satunya cheat anak didiknya. Bagaimana secara metode kita mampu menguasai anak didik kita bagaimana cara bermain, secara bahasa, pergaulan, atau referensinya atau minatnya sekaligus juga setelah mengetahui kita sedikit bisa mengarahkan potensi dan sedikit lebih maju ketika anak didik kita melakukan kecurangan,” jawab Zahid.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.