Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online”. Webinar yang digelar pada Jumat, 13 Agustus 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Zainuddin Muda Z Monggilo SIKom MA (Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Japelidi), A Zulchaidir Ashary (Pena Enterprise, Kaizen Room), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik, Universitas Jendral Soedirman), dan Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Zainuddin Muda membuka webinar dengan mengatakan, kekerasan berbasis gender online (KBGO) adalah tindak kekerasan berbasis seks atau gender via media digital.

“Merupakan tindak kekerasan yang ditujukan pada seseorang atas dasar seks atau gender melalui internet maupun media sosial,” katanya. Menurutnya, modus KBGO terbanyak adalah penyebaran foto dan video balas dendam.

Jenis-jenis KBGO, yakni cyber recruitement, memanipulasi korban sehingga ia tergiring ke dalam situasi yang merugikan dan berbahaya. Non-consensual dissemination of intimate images, membagikan atau menyebarkan foto, video, ujaran yang berisi materi seksual seseorang tanpa persetujuan.

Morphing, penggunaan gambar/video dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada dalam konten tersebut. Scammer, penipuan lewat aplikasi kencan atau media sosial dengan cara membangun kepercayaan lalu membuat cerita palsu untuk meminta uang.

“Tips antispasi KBGO, batasi komunikasi dengan orang yang baru dikenal melalui media sosial. Bekali diri dengan informasi terkait dengan kejahatan di dunia maya dan informasi hukum. Laporkan konten negatif pada laman web aduankonten.id,” pesannya.

Dwiyanto Indiahono menambahkan, dengan adanya dunia digital komunikasi sesama manusia lebih mudah, tetapi lebih mudah lagi orang-orang untuk menyebarkan konten negatif. Untuk itu, diperlukan netiquette yang merupakan singkatan network etiquette atau internet etiquette.

“Netiket adalah etiket di jaringan dunia maya. Etiket diterapkan dalam penggunaan internet, baik yang bersifat yang bersifat pribadi maupun umum,” tuturnya. Menurutnya, pelecehan siber bisa terjadi karena kurangnya netiket.

Zulchaidir Ashary turut menjelaskan, perubahan dalam 20 tahun terakhir telah kita rasakan. Salah satunya dari cara berkomunikasi, dari awalnya berkomunikasi dengan ponsel yang hanya bisa telepon dan SMS, sekarang sudah memakai gawai yang bisa melakukan apapun.

Digital culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital, karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.

“Orang yang bertahan adalah yang mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungan,” tuturnya. Penyebab adanya pelecehan sesksual adalah pandangan politik, penampilan fisik, gender, ras/etnis, agama, orientasi seksual.

Cara mengantisipasi kekerasan seksual pada cyberbullying, yakni seleksi dengan cermat sebelum menerima pertemanan dan bertemanlah dengan orang yang dikenal secara langsung. Blok siapa saja yang pernah menunjukan perilaku negatif. Waspada, pikir dengan seksama sebelum mengungah dan membagikan foto atau video.

Sebagai pembicara terakhir, Mikhail Gorbachev, memaparkan, dengan adanya media digital yang luas semakin banyak tindak kejahatan yang terjadi. Salah satunya, pelecehan seksual.

“Media sosial seharusnya menjadi sarana dalam memperluas edukasi dan relasi dengan bertemu orang-orang baru dan membangun pertemanan. Tetapi ada sebagian oknum tidak bertanggung jawab yang malah menjadikan media sosial sebagai fasilitas untuk melampiaskan hasrat seksualnya,” ungkap Mikhail.

Cara menangani pelecehan seksual di media sosial, yakni jangan sembarangan posting, jangan sampai data pribadi bocor ke orang lain, pelajari fitur keamanan digital. Bergabunglah dalam aktivas kampanye antikekerasan. “Kita juga harus melindungi data pribadi kita dari kejahatan media sosial,” pesannya.

Dalam sesi KOL, Suci Patia mengatakan, dengan adanya media digital sisi positifnya adalah kita mendapatkan berbagai macam pekerjaan, dan kesempatan kita untuk lebih berekspresi. Namun, ketika bermedia digital tidak dibarengi dengan kecakapan, akan muncul hal negatif.

“Contohnya adalah tanpa sadar kita membagikan fantasi ke orang lain, apalagi hal tersebut menjerumus ke pelecehan seksual. Terkadang komentar-komentar kita tidak perlu disuarakan ke ruang digital. Kita harus bersama-sama membentuk ekosistem digital yang baik agar terhindar dari kejahatan digital,” katanya.

Salah satu peserta bernama Tutik Irawati menanyakan, apa yang perlu dilakukan orangtua untuk menghindari pedofilia?

“Hal tersebut sangat mungkin terjadi di media sosial. Itulah mengapa sangat penting kita sebagai orangtua harus bisa pendampingan, bahwa dalam bermain medsos sangat mungkin nanti datanya dicuri dan foto anak kita bisa diedit menjadi tidak baik. Kalau memang belum cukup usia anak-anak jangan diberikan izin,” jawab Zainuddin.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]