Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin Journalist Briefing Our Ocean Our Conference (OOC) 2018 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (17/10/2018). Sebagaimana diketahui, Our Ocean Conference (OOC) 2018 akan digelar pada 29–30 Oktober mendatang di Bali, dengan KKP dan Kementerian Luar Negeri sebagai penyelenggara.

OOC 2018 ini merupakan penye­lenggaraan yang kelima kalinya dan pertama kalinya dilaksa­nakan di Asia. Pada OOC pertama dan kedua pada tahun 2014 dan 2015, Amerika Serikat terpilih sebagai tuan rumah. OOC ketiga pada tahun 2016 giliran Cile menjadi penyelenggara. Selanjutnya, Malta terpilih sebagai tuan rumah OOC keempat pada tahun 2017. Setelah Indonesia menjadi tuan rumah di OOC 2018 ini, tahun depan Norwegia yang akan menjadi penyelenggara.

OOC 2018 akan diikuti oleh multi-stakeholders yang terdiri atas pemerintah, LSM/NGO, sektor swasta, figur publik, dan sebagainya. Hingga 16 Oktober 2018, setidaknya sudah ada 6 kepala negara dan pemerintahan, 32 menteri, dan 1.696 delegasi yang mengonfirmasi kehadiran. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.

Dengan menjadi tuan rumah OOC 2018, Indonesia akan menunjukkan leadership (kepemimpinan) di bidang kelautan dan perikanan. Hal ini sejalan dengan diplomasi maritim yang terus diupayakan pemerintah Indonesia.

Setidaknya ada enam bidang aksi yang akan diusung dalam penyelenggaraan OOC tahun ini, di antaranya perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries); kawasan lindung laut (marine protected area); pencemaran laut (marine pollution); perubahan iklim (climate change); ekonomi biru berkelanjutan (sustainable blue economy); dan keamanan maritim (maritime security).

Berbeda dari konferensi biasanya yang hanya menghasilkan penandatanganan MoU atau agreement, OOC 2018 akan menghasilkan komitmen konkret. “Kita berusaha bertindak dan berusaha konkret, sehingga pada saat kita melakukan konferensi yang ada adalah komitmen. Komitmen konkret negara-negara peserta bagaimana memajukan ocean, bagaimana melindungi ocean, bagaimana meng-address isu yang terkait dengan ocean. Jadi, sekali lagi, another keywords dalam komitmen konkret,” terang Menteri Retno.

Untuk memastikan komitmen ini dijalankan sebagaimana mestinya, dalam penyelenggaraan OOC 2018 ini akan dibuat sistem tracking mechanism. Hal ini untuk mengukur dan mengontrol sampai pada tahap mana komitmen-komitmen tersebut diimplementasikan.

“Kita tidak mau lagi kalau konferensi ini cuma talking-talking only. Omong-omong saja, tapi tindakan konkretnya tidak ada. Delivery-nya mana? Our Ocean Conference ke-5 ini betul-betul men-tracking delivery. Anda dulu komitmen satu juta hektar misalnya. Indonesia ingin mencapai 20 juta hektar pada 2020. Sudah janji kita akan mengonservasi laut kita,” ungkap Menteri Susi.

Menurut Menteri Susi, isu blue economy sengaja dimunculkan sebagai upaya mewujudkan sustainable fisheries. Menjaga sumber daya laut untuk tetap ada dan terus produktif sebagai food security, kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Adapun maritime security perlu disuarakan karena menurutnya ke depan perang bukan lagi hanya perkara politik, ideologi, atau agama, melainkan perebutan food and water resources yang keberadaannya di dunia semakin berkurang.

“Dalam forum ini, akan diberikan sharing keberanian Indonesia dalam membawa perubahan perikanan dengan pengelolaan yang berkelanjutan. Ternyata terbukti bisa membalikkan neraca perdagangan perikanan yang tadinya defisit, yang terbelakang di Asia Tenggara, 4 tahun belakangan menjadi yang pertama di Asia Tenggara,” tutur Menteri Susi.

Menteri Susi berharap, komitmen dalam OOC 2018 ini dapat diusulkan kepada United Nation Ocean Conference untuk dimasukkan dalam SDG’s 14, Sustainable Development Knowledge Platform.

Dengan menjadi tuan rumah OOC 2018, Menteri Susi menyebutkan Indonesia akan menerima manfaat ekonomi yang besar. Sustainable blue economy dan berbagai rencana aksi lainnya yang dicanangkan merupakan upaya untuk meningkatkan manfaat ekonomi kelautan dan mencegah kerusakan laut.

“Keuntungannya memang tidak bisa dilihat satu hari untung 10 perak. Ya, bukan begitu. Tapi, secara environment, secara blue economy principle, dan sustainability, sumber daya laut kita akan terjaga. Kita ingin memastikan bahwa sumber daya laut ini ada, produktif, sehat, revitalize the world,” terang Menteri Susi.

“Climate change itu merugikan semua orang. Keuntungan kita apa mencegah climate change? Luar biasa. Nilai uangnya tidak terkira. Karena jika suhu naik 2 derajat, orang juga akan kepanasan, manusia juga bisa terancam kehidupannya. Hutan bisa hancur karena suhu bumi terlalu panas. Jadi tidak bisa langsung menghitung keuntungannya apa, pokoknya keuntungannya banyak, besar, dan tidak terkira,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Retno mengatakan, di sisi diplomasi, saat Indonesia bicara masalah laut atau isu lain yang terkait laut. Sejatinya Indonesia bukanlah membicarakan kepentingan negara lain, melainkan kepentingan utama negara sendiri yang kebetulan juga menjadi kepentingan internasional. Terlebih menurut Menteri Retno, sebagai anggota G20, Indonesia harus memberikan kontribusi nyata kepada dunia.

Foto-foto: dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

“Rekam jejak diplomasi Indonesia untuk kemanusiaan sudah terbukti. Saat bicara perdamaian, pasti nama Indonesia top up. Nah, kita juga ingin berinvestasi untuk ocean diplomacy, dan penyelenggaraan OOC ini merupakan satu tindakan konkret Indonesia untuk menunjukkan our legacy, our ocean issues, atau our ocean related issues,” ujarnya.

Menurut Menteri Retno, sebuah negara akan dihormati oleh dunia sesuai dengan rekam jejak dan kontribusinya bagi kemaslahatan orang-orang di dunia, termasuk juga kepentingan laut dunia.

Perlu diketahui, OOC 2018 bukanlah leadership pertama Indonesia dalam isu kelautan dan perikanan. Tahun 2016 lalu, Indonesia juga menjadi tuan rumah Indian Ocean Rim Association (IORA). Indonesia juga tergabung dalam Small Island Development in State (SIDS). [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Oktober 2018.