Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Warganet Yang Ber-Akhlak”. Webinar yang digelar pada Rabu (8/9/2021) di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aina Masrurin – Media Palnner Ceritasantri.id, Muhammad Mustafied – LPPM – UNU Yogyakarta, Dr. Momon Andriwinata, M.Pd. – Kepala MAN 2 Serang dan Meidine Primilia – Kaizen Room.

Sisi negatif

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Aina Masrurin membuka webinar dengan mengatakan, ada sisi negatif dari media sosial.

“Yakni munculnya informasi hoaks, munculnya informasi keliru (false news) dan munculnya informasi palsu (fake news),” tuturnya. Menurutnya, orang mudah percaya berita palsu karena kurang literasi.

Sebab, sebagian masyarakat Indonesia memiliki tingkat minat baca yang rendah sehingga mudah termakan hoaks karena informasi ditelan mentah-mentah tanpa dicerna. Selain itu, mudah percaya karena mencengangkan. Secara alamiah, kita sering mudah tertarik pada berita dengan judul yang mencengangkan sehingga dapat membuat kita bereaksi.

“Terus disebar. Sebuah hoaks yang terus disebar akan dianggap sebagai sebuah kebenaran karena merasa banyak pihak yang mempercayainya. Lalu bias konfirmasi. Otak manusia cenderung menyukai berita yang mendukung pendapatannya terlepas dari benar atau tidak berita tersebut,” ujarnya.

Selain itu, alasan orang mudah percaya berita palsu karena adanya resistensi pada kebenaran. Sebagian besar orang menolak informasi yang mengancam keyakinannya meskipun informasi tersebut benar adanya.

Ciri hoaks

Menurut Kominfo, ada 4 ciri hoaks, antara lain, sumber informasi atau medianya tidak jelas identitasnya, mengeksploitasi fanatisme SARA, pesan tidak mengandung unsur 5W+1H lengkap, dan pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarluaskan semasif mungkin. Hoaks diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu.

Dr. Momon Andriwinata menambahkan, media digital adalah media yang dikodekan dalam format yang dapat dibaca oleh mesin (machine-readable), Sehingga, kita harus etis karena perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya.

“Artinya dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural, sehingga sangat mungkin pertemuan secara global tersebut akan menciptakan standar baru tentang etika,” ungkapnya.

Etika tradisional adalah etika off-line menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan Bersama dari setiap kelompok masyarakat. Sementara etika kontemporer adalah etika elektronik dan on-line menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi.

“Etika berinternet terdiri dari: jangan menggunakan huruf besar/kapital. Apabila mengutip dari internet, kutipan seperlunya. Memperlakukan e-mail sebagai pesan pribadi. Berhati-hati dalam melanjutkan e-mail ke orang lain,” pesannya.

Ruang digital

Muhammad Mustafied turut menjelaskan, perkembangan teknologi informasi telah menciptakan ruang baru menjadi ruang digital. Ruang baru ini mengalihkan berbagai aktivitas manusia di dunia nyata ke dalam dunia digital.

“Permasalah akhlaq dalam komunikasi digital, antara lain perundungan, spam, penyadapan, privacy violation, penipuan on-line,” ujarnya. Mencegah hal tersebut, diperlukan kemampuan untuk mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, dan mendistribusikan informasi dalam dunia digital.

Budaya digital adalah seperangkat nilai, praktik, dan harapan yang muncul mengenai cara orang (seharusnya) bertindak dan berinteraksi dalam masyarakat jaringan masa kini.

Sebagai pembicara terakhri, Meidine Primilia mengatakan, media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual.

“Hal yang seharusnya tidak di posting di media sosial antara lain, screenshot percakapan pribadi. Alamat dan nomor telepon pribadi. Status atau informasi keuangan pribadi. Geolokasi terkini dan berita yang belum jelas kebenarannya,” ucap Meidine.

Dalam sesi KOL, Ken Fahriza menjelaskan, kita harus memanfaatkan internet dengan baik dan kita harus beradaptasi transisi dari tradisional kepada modern ruang digital. “Di social media, kita jangan mudah terpancing dan tetap memastikan beritanya apalagi berita yang provokatif. Kita harus tetap menjaga etika kita didunia digital maupun dunia nyata,” pesannya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Supriyono menanyakan cara membuat generasi muda menjadi cakap digital dan beretika digital.

“Hal tersebut banyak dialami oleh anak muda sekarang. Yang pertama kita harus pahami dulu saat berinteraksi kita secara tidak langsung berhadapan kepada orang lain. Maka kita harus melihat berita tersebut berdasarkan fakta atau tidak, dan kita bisa cek and ricek referensi artikelnya dan URL-nya benar atau tidak,” jawab Momon.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.