Dunia digital berhasil menciptakan perubahan. Tak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam dunia bisnis. Merangkul teknologi menjadi keharusan kalau ingin bertahan dan terus maju.
Dunia ritel saat ini mengeluh karena pendapatannya menurun. Kebanyakan menganggap karena daya beli masyarakat yang turun. Namun, menurut seorang pakar marketing, sebenarnya daya beli tidak menurun. Yang berubah hanya cara belinya. Kalau dulu bisa diukur dari jumlah pembelian offline, sekarang sudah berubah menjadi online.
Pusat perbelanjaan yang dulu ramai, kini sudah mulai merasakan dampaknya. Kehadiran pemain e-dagang menjadi sebuah “gangguan”. Sudah seharusnya, ritel konvensional harus mengubah cara bisnis dan tidak lagi menyalahkan kondisi saat ini.
Lalu, apakah perusahaan e-dagang sudah untung? Memang belum ada yang menyebutkan secara spesifik. Namun, berita teranyar bahwa sebuah perusahaan ritel kelas dunia asal China yang menginvestasikan triliunan rupiah ke sebuah perusahaan e-dagang Indonesia, jelas menjadi pertanda bahwa sektor e-dagang punya prospek positif yang luar biasa.
Contoh lainnya adalah perkembangan transportasi berbasis digital yang tidak hanya memengaruhi transportasi konvensional, tetapi juga sektor lainnya. Transportasi online tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan untuk “memindahkan” orang, tetapi juga jasa pengantaran makanan-minuman hingga dokumen. Tidak hanya itu, perusahaan transportasi online itu juga sudah memulai mengembangkan tentang pembayaran digital.
Jelas, ini memberikan “gangguan” bagi sektor perbankan. Kalau dulu, bank memandang sektor telekomunikasi menjadi kompetitor anyar, kini, ada sektor transportasi online. Pasalnya, perputaran uang di dalam aplikasi transportasi online ini makin besar.
Walaupun demikian, sektor perbankan tidak diam saja. Inovasi dengan teknologi digital pun dilakukan. Cara-cara modern mulai diadopsi sehingga berbagai fungsi perbankan seperti transfer dana atau pembayaran kini dapat dilakukan tanpa repot-repot datang ke teller atau mesin ATM.
Perbedaannya, sektor perbankan harus melalui pengujian dari regulator dan pengawas perbankan dari pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menegaskan, semua inovasi digital perbankan harus diuji dalam berbagai sisi, terutama sisi keamanan. Bank pun tidak lagi mengedepankan user experience lagi, tetapi keamanan.
Mencari solusi di tengah pergolakan
Perusahaan yang berkecimpung di digital juga mengalami disruption. Direktur PT Metrodata Electronics Tbk Syafril Effendi mengungkapkan, Metrodata sudah melalui beberapa kali disruption. Itu mulai dari hal sederhana seperti shifting perilaku penggunaan kertas menjadi paperless.
“Yang terbaru adalah saat banyak perusahaan kini sudah mulai beralih untuk menggunakan cloud untuk kepentingan bisnisnya. Beberapa dari mereka mulai melihat keuntungan menggunakan cloud. Namun, penggunaan cloud dengan basis sewa mulai dilirik,” ujarnya.
Sistem sewa server mulai menjadi pilihan karena untuk beberapa perusahaan, penggunaan server dengan sistem sewa bisa mempermudah bisnisnya. Syafril bercerita tentang salah satu pengalaman kliennya, yaitu perusahaan maskapai besar di Indonesia.
Kala itu, kliennya mengadakan pameran online wisata. Nama besar kliennya jelas membuat event ini ditunggu. Ternyata saat hari pertama dibuka, server sempat down karena tidak mampu menampung kapasitas pengunjung.
“Padahal, kapasitasnya sudah dibesarkan hingga tiga kali lipat dari biasanya. Klien menelepon kami dini hari, dan segera dikerjakan saat itu juga. Akhirnya, kami membesarkan kapasitas server hingga lima kali lipat. Setelah selesai event, kapasitas itu kami kembalikan ke normal,” ujarnya.
Pengalaman-pengalaman seperti itulah yang sudah seharusnya dibagikan kepada pelaku bisnis lain. Inilah yang akan ditekankan pada acara Metrodata Solution Day (MSD) 2017, di Jakarta pada Selasa (12/9). Dalam penyelenggaraan MSD ke-14 ini, lima pilar (cloud, security, business analytic, artificial intelligence and internet of things, mobile apps) masih menjadi acuan.
“MSD 2017 kali masih berkonsep sama, tetapi bahasannya lebih luas. Tidak hanya berbicara soal produk dan teknis, tetapi juga studi kasus yang terkait dengan tema, baik yang sudah terjadi di Indonesia maupun di dunia internasional,” ujarnya.
Masih dalam rangkaian MSD 2017, Metrodata juga mengadakan acara Metrodata CxO 2017 di Hotel Pullman, Thamrin, pada Kamis (7/9), yang menghadirkan pembicara dari perusahaan yang berhasil “mengalahkan” business disruption, seperti Garuda Indonesia, Tokopedia, Jasa Marga, Coca Cola Amatil, dan Grab Indonesia.
“Di sini, kami harap para group head dan direktur perusahaan di Indonesia bisa hadir. Acara ini lebih berkonsep saling berbagi pengalaman terkait tema yang diangkat, yaitu digital and business disruption,” ujar Syafril. [IKLAN/VTO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 29 Agustus 2017