Pada masa kerajaan dan kolonialisme, wilayah Nusantara menjadi rebutan demi menemukan komoditas rempah yang bernilai tinggi untuk perdagangan dunia. Apalagi tanaman rempah tersebar hampir di seluruh tanah Indonesia.
Itulah sebabnya, pada masa lalu, bermula dari aktivitas kemaritiman muncullah kegiatan perdagangan rempah-rempah yang mendorong terjadinya pertukaran budaya maupun akulturasi dalam masyarakat Nusantara. Kegiatan niaga dengan komoditas rempah ini kemudian membentuk suatu keterpautan yang disebut jalur rempah.
Namun, pada masa kini, jenis rempah yang dikenal populer kian terbatas. Ini dibarengi dengan jalur rempah yang tak lagi menjadi penggerak ekonomi utama.
Yang tak berubah, hanyalah manfaat rempah yang sejak dulu hingga kini banyak digunakan sebagai bahan obat herbal atau tradisional. Pada masa pandemi, rempah-rempah seperti jahe, kunyit, dan serai kembali menjadi bahan yang banyak dicari untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pemahaman masyarakat saat ini tentang rempah umumnya cuma sebatas bahan alami untuk bumbu masak. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengasosiasikan rempah sebagai barang dagangan di pasar. Bukan sebagai bagian dari gambaran atau peta besar tentang keterhubungan budaya.
Untuk itu, kita perlu merapah atau menjelajahi kembali secara lebih kekinian tentang konsep besar Jalur Rempah. Ini akan menjadi tambahan pengetahuan yang menarik bagi generasi sekarang.
Kita bisa memulai pemaparan tersebut dari komunitas terkecil, yakni keluarga kemudian meluas ke tingkat RT atau desa. Sementara itu, usaha untuk membangun ketersambungan budaya perlu melibatkan pelaku ekonomi yang mau membuka diri untuk saling membutuhkan komoditas rempah antardaerah.
Adapun untuk memberikan pemahaman secara lebih runtut sejak dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa memasukkan Jalur Rempah pada kurikulum pendidikan. Dengan demikian, anak-anak kita bisa mengerti bahwa budaya Indonesia yang begitu beragam ini, salah satunya fondasinya berasal dari rempah-rempah.
Kita pun bisa lebih mendorong agar Jalur Rempah Indonesia menjadi warisan yang diakui UNESCO pada 2024. [TYS]