Kabar mengagetkan datang dari tim atlet bulu tangkis Indonesia. Pada Kamis (18/3/2021), seluruh tim yang siap berlaga di All England harus didiskualifikasi sebelum mereka berlaga di ajang turnamen All England. Sportivitas dunia olahraga bulu tangkis dunia sekelas All England diuji. Kali ini, yang menjadi korban kebijakan National Health Service (NHS) adalah Tim Bulu Tangkis All England Indonesia. Keputusan memilukan itu diambil setelah ditemukannya kasus positif Covid-19 pada penumpang yang satu penerbangan bersama para pebulu tangkis Indonesia. Rasa gundah dan kecewa menyelimuti selurut atlet, para official dan pelatih seluruh tim rombongan hingga seluruh bangsa Indonesia. Tak pelak sebelum bertanding, mereka telah divonis kalah oleh suatu kebijakan yang hingga kini masih dipertanyakan fairness atau keadilannya.
Tampaknya badai Covid-19 tidak hanya memukul sektor industri dan dunia usaha yang harus berjibaku menahan guncangan krisis dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawannya. Covid-19 juga telah menyerang sendi-sendi kehidupan dan denyut nadi olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas dan keringat para pemain yang telah berlatih dan mempersiapkan diri sebelumnya. Peristiwa diskualifikasi ini menjadi cerminan dan sekaligus potret bahwa dampak Covid-19 terhadap dunia olahraga yang meninggalkan jejak nestapa.
Antara aturan protokol kesehatan (prokes) dan pemberlakuannya
Sejak Covid-19 melanda dunia, perhelatan olahraga dan hampir seluruh kegiatan yang melibatkan komunal kerumunan harus mematuhi aturan protokol kesehatan. Dan, dengan aturan-aturan itu, selalu saja ada pihak-pihak yang berwenang membuat dan memastikan proses pelaksanaannya, termasuk juga dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Di ujung silang pendapat tentang sebab musabab diskualifikasi, tampaknya pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) pada prinsipnya menghormati regulasi penanganan Covid-19 di Inggris. Pemerintah yakin esensi perhelatan olahraga di mana pun akan selalu menjunjung tinggi prinsip sportivitas yang mengacu pada perilaku penghormatan, pengakuan dan toleransi hak-hak insan olahraga yang menciptakan persaingan positif tanpa niat merugikan pihak lain atau berlaku curang, baik di dalam pertandingan maupun di luar pertandingan. Meskipun keputusan diskualifikasi tersebut diambil sebagai dalih atas urgensi kesehatan para atlet dan official yang ikut mendampingi di Inggris agar terus terjaga hingga kembali ke Tanah Air, bukankah pendampingan psikologis melalui dukungan psikososial atlet mendesak untuk dilakukan juga?
Layaknya kesantunan kita di negara mana pun, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Pemberlakuan aturan juga harus diperlakukan secara adil dan transparan. Kaidah-kadidah obyektif pengecekan terhadap riwayat kontak dengan orang yang diduga Covid-19, biasanya dilakukan dengan melakukan mekanisme 3 T: testing, tracing dan treatment. Pemberlakuan yang aturan yang timpang ini, tidak dialami oleh Tim Bulu Tangkis All England Indonesia. Mereka diminta pulang dan didiskualifikasi hanya berdasarkan proses tracing atau riwayat kontak tanpa menunggu proses testing terhadap mereka, dan harus urung berlaga di gelanggang demi nama negara, betapa kecewanya?
Dukungan psikososial diperlukan
Meskipun kejadian diskualifikasi atlet bulu tangkis All England Indonesia ini bukan sebagai korban langsung dari bencana non-alam Covid-19, melainkan peristiwa ini merupakan dampak tidak langsung dari aturan yang terkait dengan protokol kesehatan terkait Covid 19. Akan tetapi, tampaknya kesejahteraan jiwa para atlet harus menjadi perhatian yang utama. Menjaga motivasi mereka tetap menyala dan tak putus asa karena dampak keputusan sepihak yang nyaris mematahkan semangat mereka. Mereka harus tetap disambut sebagai pemenang-pemenang pertandingan. Kondisi psikis yang kecewa merupakan reaksi wajar dan manusiawi saat yang diharapkan tidak menjadi kenyataan, ataupun sebaliknya, tetapi bagaimana peristiwa ini tidak menimbulkan trauma yang menimbulkan keeengganan dan menurunkan semangat mereka untuk bertanding pada event berikutnya.
Memang dalam situasi darurat, tidak semua orang memiliki atau mengalami masalah psikologis. Sebagian besar justru menunjukkan resiliensi. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor sosial, psikologis dan biologis yang berinteraksi. Kita tahu latihan mental para atlet telah ditempa menghadapi kemungkinan kalah dan menang dalam pertandingan. Dukungan psikososial adalah dukungan terhadap individu dan kelompok yang terkena dampak bencana secara langsung atau tidak langsung dan bertujuan memulihkan kesejahteraan psikologis dan sosial mereka. Pendampingan psikososial atlet bulu tangkis All England Indonesia merupakan bentuk rasa empati dan simpati kepada para pahlawan bangsa melalui dunia olahraga supaya motivasi dan semangat mereka tetap terjaga. Upaya membangun resiliensi mereka menghadapi kejadian ini dengan cara menghindari sikap menghakimi dan saling menyalahkan apalagi mencari kambing hitam atas kejadian diskualifikasi yang terjadi.
Berikutnya melakukan chek and recheck terhadap standar operating procedure (SOP) dan terus berkomunikasi dengan pihak panitia dan stakeholder setempat sebagai tuan rumah supaya kejadian serupa tidak berulang. Manajemen krisis dan risiko perlu diulas dan dibahas pada masa persiapan hingga detilnya sehingga saat pelaksanaan sudah ada mitigasi risiko dengan opsi-opsi pilihannya jika terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Menunjuk juru komunikator dalam delegasi yang terhubung dengan jaringan panitia yang andal untuk mengomunikasikannya sehingga proses komunikasi berujung pada problem solving yang win win solution pada akhirnya. Mari, kita sambut kepulangan para atlet bulu tangkis kita dengan terus melapangkan dada sambil menyapa mereka welcome home and let it go, berdamai dengan keadaan dan terus memotivasi merajut prestasi ke depan dengan persiapan yang lebih matang. Selamat datang para pahlawan olahraga tanpa pertandingan. (Dr Anil Dawan, Dosen Prodi Manajemen Universitas Pembangunan Jaya).